commit to user 41
mendeskripsikan fungsi dan kemudian menghubungkan antara unsur intrinsik yang bersangkutan.
3. Hakikat Pendidikan Kaum Marginal
a. Pengertian Pendidikan
Pendidikan merupakan upaya pengenalan realitas secara objektif dan subjektif. Paulo Freire 1985: xvi menyatakan bahwa pendidikan dapat berfungsi
sebagai sarana yang digunakan untuk mempermudah integrasi generasi muda ke dalam logika dari sistem yang berlaku dan menghasilkan kesesuaian terhadapnya.
Fungsi utama pendidikan disetiap tingkat adalah untuk menyediakan pelatihan cara-cara berpikir mendasar yang terwakili dalam sejarah, ilmu
pengetahuan alam, metematika, kesusastraan, bahasa, dan kesenian yang selama ini berkembang dalam pencarian pengetahuan yang dapat digunakan oleh
manusia, perjalanan menggapai pemahaman budaya, dan upaya berkelanjutan untuk meraih kekuatan intelektual Arthur Bestor, 1999: 200.
Tolstoy dalam Archambaulth, 1999: 490 menyatakan bahwa setiap
situasi pendidikan memuat empat unsur pokok: 1 guru, agen utama yang bertujuan mengarahkan, memikul tanggungjawab atas proses pendidikan; murid
yang menjadi objek upaya pendidikan, dalam arti perilakunya akan diubah, sikap-
sikapnya akan dipupuk dan dimodifikasi; 3 bahan pengajaran, atau bidang studi, atau pengetahuan yang akan ditanamkan pada murid; 4 tujuan, sasaran,
cita-cita, hasil akhir yang diharapkan dari proses pendidikan yang menjadi
sumber penentu arah pendidikan. Pencirian Tolstoy tentang keempat elemen di atas dan pendapatnya tentang bagaimana seharusnya keempatnya berfungsi,
commit to user 42
langsung menunjukkan jantung konsepsinya mengenai pendidikan dan dari hal tersebut dapat dilihat gagasannya mengenai hakikat manusia.
Pendidikan tidak lepas dari nilai dan budaya. Pendidikan terbagi menjadi dua, yaitu pendidikan formal dan nonformal. Pendidikan formal menjadi bagian
sangat politis karena pendidikan bukan hanya melibatkan semua lapisan pemerintah, tetapi berpengaruh dalam pembentukan warga sebuah negara. Sistem
pendidikan merupakan pilihan ideologis masyarakat, bangsa, dan negara, karena itulah disebut persoalan masyarakat Fiske, 1998: xxii.
Tokoh pendidikan pembebasan fenomenal yaitu Paulo Freire, tokoh pendidikan yang sangat kontroversial. Ia menggugat sistem pendidikan yang telah
mapan dalam masyarakat Brasil. Baginya, sistem pendidikan yang ada sama sekali tidak berpihak pada rakyat miskin tetapi sebaliknya justru mengasingkan
dan menjadi alat penindasan oleh penguasa karena pendidikan yang demikian hanya menguntungkan penguasa maka harus dihapuskan dan digantikan dengan
sistem pendidikan yang baru. Menurut Paulo Freire 1985: 33 pendidikan dipahami sebagai aksi
kultural untuk pembebasan, pendidikan tidak bisa dibatasi fungsinya hanya sebatas area pembelajaran di sekolah. Ia harus diperluas perannya dalam
menciptakan kehidupan publik yang lebih demokratis. Pandangan Freire, reading a word cannot be separated from reading the world and speaking a
word must be related to transforming reality. Dengan demikian, harus ada semacam kontekstualisasi pembelajaran di kelas. Teks yang diajarkan di kelas
commit to user 43
harus dikaitkan kehidupan nyata, dengan kata lain harus ada dialektika antara teks dan konteks, teks dan realitas.
Tugas utama pendidikan sebenarnya mengantar peserta didik menjadi subjek untuk mencapai tujuan ini, proses yang ditempuh harus mengandaikan dua
gerakan ganda yaitu: meningkatkan kesadaran kritis peserta didik sekaligus berupaya mentransformasikan struktur sosial yang menjadikan penindasan itu
berlangsung. Sebab, kesadaran manusia itu berproses secara dialektis antara diri dan lingkungan. Ia punya potensi untuk berkembang dan mempengaruhi
lingkungan, tetapi ia juga bisa dipengaruhi dan dibentuk oleh struktur sosial atau tempat ia berkembang, untuk itulah emansipasi dan transendensi tingkat
kesadaran itu harus melibatkan dua gerakan ganda ini sekaligus. Gagasan Freire banyak dianggap sebagai gagasan pembebasan penuh
pendidikan institusional dan mengacu pada pembebasan masyarakat dalam mengenyam pendidikan. Gagasan ini banyak disetarakan dengan teori anarkis
mengenai praktik ajar-mengajar yang dinilai sudah cenderung menjadi komoditas kapitalistik yang tidak lepas dari usaha pemenuhan kebutuhan semu terhadap
tuntutan masyarakat semu produk sistem kapitalis. Kapitalistik hadir karena adanya kekuasaan, kekuasaan dalam pengertian
kapasitas transformatif agensi manusia merupakan kemampuan aktor untuk mencampuri rangkaian peristiwa dan juga mengubah rangkaian kekuasaan dalam
pengertian yang lebih sempit dan relasional merupakan properti interaksi dan mungkin didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengamankan hasil di mana
commit to user 44
realisasi atas hasil bergantung pada agensi orang lain, inilah yang disebut Giddens 2010: 153 sebagai kekuasaan dominan.
Kekuasaan dominan yang mendominasi dalam pandangan Paulo Freire 2007: 4 lebih dari sekadar penyelewengan oleh suatu kelompok terhadap
kelompok lain. Logika dominasi menunjukkan adanya kombinasi rekayasa ideologis dan ‘material’. Rekayasa tidak pernah berhasil sepenuhnya, melainkan
menimbulkan hal-hal kontradiktif dan tragisnya pemegang kekuasaan saling bermusuhan.
Permusuhan atau konflik yang terjadi dikalangan penguasa pemegang kebijakan berdampak pada kebijakan dalam dunia pendidikan. Mengubah
fenomena demikian Freire berpandangan bahwa pendidikan sebagai pilot project dan agen untuk melakukan perubahan sosial untuk membentuk masyarakat baru.
Pendidikan sebagai pilot project tidak lepas dari sistem politik kebudayaan cultural politics Paulo Freire, 2007: 5.
Bagi Paulo Freire pendidikan harus berorientasi pada pengenalan diri manusia dan dirinya sendiri. Pengenalan tidak cukup hanya bersifat objektif dan
subjektif, tetapi harus keduanya. Kebutuhan objektif untuk merubah keadaan yang tidak manusiawi selalu memerlukan kemampuan subjektif kesadaran subjektif
untuk mengenali terlebihdahulu keadaan yang tidak manusiawi secara objektif. Objektivitas dan subjektivitas dalam hal ini tidak bertentangan, tetapi fungsi
dialektis yang tetap dalam diri manusia dalam hubungannya dengan kenyataan yang saling bertentangan. Subjektif dan objektif bukanlah persoalan mencari yang
commit to user 45
benar atau yang salah. Pendidik harus melibatkan tiga unsur dalam hubungan dialektisnya, yaitu pendidik, anak didik dan realitas dunia. Unsur pertama dan
kedua merupan subjek yang sadar cognitive sedangkan yang ketiga adalah objek yang disadari cognizable.
Guru, dalam pandangan Freire tidak hanya menjadi tenaga pengajar yang memberi instruksi kepada anak didik, tetapi mereka harus memerankan dirinya
sebagai pekerja kultural cultural workers. Mereka harus sadar, pendidikan itu mempunyai dua kekuatan sekaligus yaitu sebagai aksi kultural untuk pembebasan
atau sebagai aksi kultural untuk dominasi dan hegemoni dan sebagai medium untuk memproduksi sistem sosial yang baru atau sebagai medium untuk
mereproduksi status quo. Pengabaian pelibatan dialektis antara pendidik, anak didik dan realitas
dunia merupakan bentuk penindasan. Praktik seperti ini mengakibatkan timbulnya dua ciri orang termarginalkan. Pertama, mereka mengalami alienasi dari diri dan
lingkungannya. Mereka tidak bisa menjadi subjek otonom, tetapi hanya mampu mengintimidasi orang lain. Kedua, mereka mengalami self-depreciation, merasa
bodoh, tidak mengetahui apa-apa. Padahal, saat mereka telah berinteraksi dengan dunia dan manusia lain, sebenarnya mereka tidak lagi menjadi bejana kosong atau
empty vessel, tetapi telah menjadi makhluk yang mengetahui. Gagasan Paulo Freire 1985: 51-52 memposisikan anak didik sebagai
subjek dan pendidikan bukan hanya pemberian informasi yang ditelan mentah- mentah oleh anak didik, hal yang wajib diingat dan dihafalkan tanpa mengetahui
commit to user 46
maknanya, konsep pendidikan ini disebut Paulo Freire sebagai pendidikan gaya bank. Secara sederhana Paulo Freire menyusun daftar antagonisme pendidikan
gaya bank sebagai berikut. a. Guru mengajar, murid belajar.
b. Guru mengetahui segala sesuatu, murid tidak tahu apa-apa. c. Guru berpikir, murid dipikirkan.
d. Guru bercerita, murid patuh mendengarkan. e. Guru menentukan, murid diatur.
f. Guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menyetujui. g. Guru berbuat, murid membayangkan dirinya berbuat melalui perbuatan
gurunya. h. Guru memilih bahan dan isi pelajaran, murid tanpa diminta pendapatnya
menyesuaikan diri dengan pelajaran itu. i. Guru mencampuradukkan kewenangan ilmu pengetahuan dan kewenangan
jabatannya, yang ia lakukan untuk menghalangi kebebasan murid. j. Guru adalah subjek dalam proses belajar, murid adalah objek belaka.
Secara metodologis prinsip bertindak untuk mengubah paradigma di atas dapat diputuskan dengan upaya penyadaran realitas dan hasrat merubah kenyataan
yang menindas berupa tindakan praxis. Paulo Freire 1985 menggambarkan dalam bentuk skema berikut.
commit to user 47
Tindakan action
Kata word = karya word = PRAXIS Pikiran
reflection
Skema 1: Makna dan Hakikat Praxis
Diadaptasi dari Paulo Freire, 1985: xiii
b. Pengertian Kaum Marginal