Egois a. Karsa Crita cekak

Kancil merupakan tokoh sentral yang mendominasi jalannya cerita. Kancil merupakan tokoh yang cerewet. Hal ini ditunjukkan dengan kutipan di bawah ini. ”Menawa aku kok teteb ora sarujuk karo pamikirmu kang Utamane sing keri mau. Awit yen para kanca ilmuwan mau cawe-cawe mung bakal arep mbutegake kahanan negara Klawu Gawe kisruh tundhone malah rusuh. Apa kang Wedhus ora mikir yen negara Klawu iki ana sing mrentah. Genahe ya Kang, Kancil mung arep ngelek-ngelek Rajane dhewe, Raja Gajah Blurik kuwi apik. Mimpin para menungsa mono Raja Gajah Blurik kuwi sinebut menungsa pilihan. ”Jaring” hlm 36 ”tetapi saya tidak setuju dengan pemikiranmu Kang Apalagi yang terakhir tadi. Ketika teman-teman ilmuwan mau ikut-ikut hanya untuk memikirkan keadaan negara Klawu Membuat masalah menjadi jadi. Apa Mas Wedhus tidak mikir jika negara Klawu ini ada yang memerintah. Jelasnya ya Kang, Kancil hanya untuk menjelek-jelekan Rajanya sendiri, Raja Gajah Blurik itu baik. Memimpin para manusia seperti Raja Gajah Blurik itu termasuk manusia pilihan. Berdasarkan kutipan di atas, pengarang menggambarkan tokoh Kancil adalah tokoh yang banyak bicara atau cerewet. Ia berbicara terus apalagi ada temannya yang tidak sependapat dengannya. Ia sangat kuat memegang pendapatnya meskipun ia di rayu-rayu temannya supaya mengikuti pendapat yang lainnya. Kutipan diatas penggambaran tokoh yang dilakukan pengarang adalah secara tidak langsung atau disebut dengan teknik dramatik yang dilihat berdasarkan perasaan, pikiran, yang terlintas dan dirasakan pada tokoh.

4.2.5 Egois a. Karsa Crita cekak

“AHH….” Karsa merupakan tokoh utama, tokoh Karsa ini mempunyai sifat keras dan selalu egois. Pada bagian awal cerita ini tokoh Karsa sedang bertengkar dengan seseorang karena salah satu dari mereka tidak ada yang mau mengalah, seperti kutipan berikut ini. Karsa ora gelem diarani pedhet. Paupane abang. Mata mbrabak, kuping njrepiping. Atine murub. Karsa muntab. “Nyekit temen gunemmu” “Nyelekit orane kuwi rak gumantung”. “Karepmu?”“AHH…” hlm: 9 Karsa tidak mau dirinya dipanggil pedhet. Mukanya merah. Matanya melotot, telinganya panas. Hatinya panas. Karsa emosi. “Tajam sekali perkataanmu” “Tajam tidaknya itu kan tergantung”. “Maumu?” Perkataan yang diucapkan oleh Karsa dalam pemaparan di atas adalah ungkapan emosi Karsa oleh Ronggo. Dalam hal ini pengarang berusaha menyampaikan pandangannya bahwa Karsa mempunyai watak yang keras. Selain itu nada pembicaraan Karsa selalu menyinggung perasaan Ronggo. Kutipan diatas juga dapat diketahui penggambaran tokohnya dapat dilihat secara langsung atau menggunakan teknik dramatik dengan adanya percakapan yang dilakukan oleh tokoh. b. Ronggo Crita cekak “AHH…” Ronggo merupakan tokoh utama, karena kemunculannya lebih banyak dibandingkan dengan tokoh yang lainnya. Dari awal cerita tokoh Ronggo diceritakan selalu bertengkar sama Karsa, karena keduanya tidak ada kecocokan dalam bertetangga dan sama-sama egois. Hal ini dapat dilihat dari kutipan di bawah ini. “Rak lha iya ta. Mesakna aku, cagak listrik seka PLN kae rak ora tekan omahku ta” “Lha ya dienteni wae. Saktekane” “O…sengak omonganmu Ngabangake kuping. Kowe rak ngerti ta yen omahku nggluthikam, ndesit, mblusukan. Ngenteni saktekane gundhulmu kuwi” “Ha…ha…ha…muring ya? Muring…? Ha… ha… ha…muringa” “AHH…” hlm: 10-11 “Lha iya kan. Kasihan saya, pagar listrik dari PLN kan tidak sampai rumahku ta” “Lha ya ditunggu ta. Sesampainya” “O…sengit perkataanmu Membuat telinga panas. Kamu tahu kan rumahku masuk, terpencil, dan paling dalam. Nungguin sesampainya kepalamu itu” “Ha…ha…ha…marah ya? Marah…? Ha…ha…ha…marah terus” Berdasarkan kutipan di atas menunjukkan bahwa Ronggo adalah tetangganya Karsa. Dibagian awal cerita, ditemukan watak Ronggo yang keras juga sama seperti Karsa. Keduanya tidak ada yang saling mau mengerti dan selalu pingin menang sendiri. Ronggo pun selalu menyinggung perasaannya Karsa sehingga keduanya tidak ada yang mau mengalah. Kutipan diatas juga dapat diketahui penggambaran tokohnya dapat dilihat secara tidak langsung atau menggunakan teknik dramatik dengan adanya percakapan yang dilakukan oleh tokoh.

c. Lidya Crita cekak “SSS”