independen terhadap sebuah tatanan hukum internasional.
230
Sehingga, kedaulatan memiliki arti bahwa entitas yang memperoleh status tersebut telah menjadi subjek
utuh hukum internasional. Oleh karena itu, kedaulatan, kemerdekaan dan gagasan yang diperkenalkan oleh kedua konsep ini, yaitu kepribadian hukum internasional,
adalah manifestasi yang saling terkait. Sebuah negara modern yang merdeka dan berdaulat harus memiliki kemerdekaan resmi dan aktual. Dengan kata lain,
negaranya harus asli dan bukan merupakan negara boneka.
231
D. Hak Menentukan Nasib Sendiri
Right to Self – Determination sebagai Kriteria
Statehood
Dapat menegaskan bahwa pemenuhan kriteria tradisional untuk status kenegaraan berdasarkan prinsip efektivitas tidak pasti berarti bahwa suatu entitas
tertentu sudah dapat dianggap sebagai negara dalam hukum internasional publik kontemporer. Perlu dicatat bahwa ada beberapa kriteria status kenegaraan lainnya
yang tidak hanya didasarkan pada prinsip efektivitas. Beberapa gagasan yang telah diusulkan dalam konteks ini meliputi hak masyarakat untuk menentukan
nasib sendiri, demokrasi, hak-hak minoritas, dan legitimasi konstitusional.
232
Dalam subbab ini, penulis akan membahas right to self – determination sebagai salah satu kriteria statehood di samping Konvensi Montevideo.
233
230
A. Carty, Sovereignty in International Law: A Concept of Eternal Return, in: L. Brace J. Hoffman eds., Reclaiming Sovereignty,
London Washington: Pinter, 1997, hal. 101
Adalah
231
K. Marek, op.cit., hal. 169
232
T. D. Grant, The Recognition of States: Law and Practice in Debate and Evolution, Westport, Praeger Publishers, 1999, hal. 84-106
233
Robert McCorquodale, The Creation and Recognition of States, in Public International Law: An Australian Perspective, Sam Blay, Ryszard Piotrowicz Martin Tsamenyi
eds., Melbourne: Oxford University Press, 2005, hal. 190 - 191
Universitas Sumatera Utara
penting untuk ditekankan bahwa jika fakta menunjukkan adanya pelanggaran terhadap hak masyarakat untuk menentukan nasib sendiri right to self –
determination , keadaan ini dapat dianggap sebagai dasar hukum untuk tidak
diakuinya entitas yang bersangkutan. Berdasarkan International Covenant on Civil and Political Rights dan
International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights , self –
determination adalah hak yang memungkinkan masyarakat “to freely determine
their political status and freely pursue their economic, social and cultural development
” yang artinya “bebas menentukan status politik dan bebas mengejar pembangunan ekonomi, sosial dan budaya.
234
Adapun penghormatan terhadap prinsip – prinsip persamaan hak dan hak menentukan nasib sendiri terhubung
dengan Tujuan dan Prinsip yang tertera dalam Piagam PBB yakni, dalam memperkuat perdamaian dunia.
235
Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa persamaan hak dan hak menentukan nasib sendiri sangat penting demi terjaganya
ketertiban umum masyarakat internasional dan menentang agresi militer.
236
Dalam beberapa kasusnya, Mahkamah Internasional menekankan bahwa hak masyarakat untuk menentukan nasib sendiri adalah salah satu prinsip penting
dari hukum internasional kontemporer.
237
234
International Covenant on Civil and Political Rights 1966, pasal 11; International Covenant on Educational, Social and Cultural Rights 1966, pasal 11
Prinsip ini telah berubah menjadi hak yang melekat pada individu yang diakui oleh semua bangsa sebagaimana
235
United Nations Charter 1945, pasal 12
236
Western Sahara, Advisory Opinion, I.C.J. Reports 1975, p. 12, hal. 31-32
237
The Legal Consequences for States of the Continued Presence of South Africa in Namibia South West Africa Notwithstanding Security Council Resolution 276
, Advisory Opinion, I.C.J. Reports 1971, p. 16, hal. 31; Case concerning East Timor Portugal v. Australia,
Judgement, I.C.J. Reports 1995, p. 90, hal. 102
Universitas Sumatera Utara
dinyatakan oleh Dewan Umum PBB dalam Declaration on the Granting of Independence to Colonial Countries and Peoples
.
238
Perlu diketahui bahwa sejumlah Resolusi Majelis Umum tentang right to self - determination
239
mencerminkan norma-norma kebiasaan yang mengikat. Mereka memperjelas ruang lingkup dan penerapan right to self - determination, karena resolusi
demikian merupakan indikasi dari adanya praktek negara dan opinio juris.
240
Hak ini memiliki kedudukan yang begitu kuat hingga banyak ahli terkemuka
menganggapnya sebagai norma jus cogens.
241
Pentingnya self – determination dalam menentukan statehood juga tampak dalam kasus Southern Rhodesia. Kemerdekaan Southern Rhodesia dari Inggris
yang dinyatakan secara sepihak oleh pemerintah berkulit putih, Perdana Menteri Ian Smith pada 11 November 1965 yang mewakili 6 dari populasi berkulit
putih
242
Sebagai konsekuensi dari keadaan ini, Inggris menentang deklarasi kemerdekaan oleh minoritas kulit putih Rhodesia dan tindakan deklarasi tersebut
dianggap ilegal karena bertentangan dengan prinsip-prinsip persamaan hak dan sebagai wujud pemisahan diri dari Inggris, ternyata dianggap tidak
memenuhi aturan perwakilan mayoritas.
238
United Nations General Assembly Resolution 1514 XV, Declaration on the Granting of Independence to Colonial Countries and Peoples
, UN Doc. A4684 14 December 1960, pasal. 2
239
United Nations General Assembly Resolution 2625XXV, Declaration on Principles of International Law Concerning Friendly Relations and Cooperation among States in accordance
with the Charter of the United Nations, UN Doc. A8082 24 October 1970, prinsip ke-5
240
Case Concerning Military and Paramilitary Activities in and against Nicaragua Nicaragua v. United States
, Judgement, I.C.J. Reports 1986, p. 14, para. 101
241
Case Concerning the Barcelona Traction, Light and Power Company, Limited Belgium v. Spain
, Separate Opinion of Judge Ammoun, I.C.J. Reports 1970, p. 3, para. 304
242
M. S. McDougal dan W. Michael Reisman, Rhodesia and the United Nations: The Lawfulness of International Concern
, AJIL, Vol. 62 1968, hal. 2-3
Universitas Sumatera Utara
hak masyarakat menentukan nasib sendiri.
243
Pada tahun 1965 Dewan Keamanan PBB menetapkan bahwa situasi yang dihasilkan dari proklamasi kemerdekaan
oleh otoritas ilegal di Rhodesia Selatan sangat serius, dan keberlangsungannya dapat menjadi ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional.
244
Perlu ditekankan bahwa Rhodesia Selatan sebenarnya memenuhi seluruh persyaratan berdasarkan prinsip efektivitas, yaitu kriteria empiris status
kenegaraan. Namun, tidak diakuinya Rhodesia Selatan merupakan konsekuensi dari pelanggaran right to self – determination dari penduduk kulit hitam dari
wilayah yang bersangkutan, karena mayoritas kulit hitam hanya diberikan representasi dan hak-hak sipil yang sangat terbatas sesuai dengan konstitusi
politik masing-masing pihak.
245
Pada akhirnya aturan perwakilan mayoritas terlaksanakan dengan diadakannya pemilihan umum, sejalan dengan prinsip self-determination sehingga
pada tahun 1980, Rhodesia Selatan mencapai kemerdekaan dengan nama Zimbabwe.
243
G. V. Stephenson, The Impact of International Economic Sanctions on the Internal Viability of Rhodesia
, The Geographical Review, Vol. 65 1975, hal. 377
244
United Nations Security Council Resolution 217 20 November 1965, para. 1
245
C. G. Fenwick, When is there a Threat to the Peace? – Rhodesia, AJIL, Vol. 61 1967, hal. 753
Universitas Sumatera Utara
BAB IV STATUS KENEGARAAN
STATEHOOD NEGARA – NEGARA KEPULAUAN BERDATARAN RENDAH
LOW-LYING ISLAND NATIONS YANG SELURUH WILAYAHNYA TERENDAM AIR LAUT
A. Implikasi Kenaikan Permukaan Air Laut terhadap Negara – Negara