Negara Subjek – Subjek Hukum Internasional

kewajiban dalam hukum internasional pada saat ini ternyata tidak terbatas pada Negara saja tetapi juga meliputi subyek hukum internasional lainnya. Hal ini disebabkan adanya perkembangan ataupun kemajuan di bidang teknologi, telekomunikasi dan transportasi dimana kebutuhan manusia semakin meningkat cepat sehingga menimbulkan interaksi yang semakin kompleks. 48 Dalam perkembangan hukum internasional dewasa ini, maka kita mengenal subjek hukum internasional sebagai berikut:

i. Negara

J.L.Brierly memberikan definisi terhadap negara dalam bukunya The Law of Nations , yaitu suatu lembaga institution, sebagai suatu wadah dimana manusia mencapai tujuan-tujuannya dan dapat melaksanakan kegiatan- kegiatannya. 49 Dalam hal ini, Grotius juga mendefinisikan negara sebagai “sebuah asosiasi utuh dari manusia yang bebas, yang bergabung bersama-sama demi menikmati hak-hak dan kepentingan bersama mereka.” 50 Hak – hak negara yang berhubungan dengan kedudukan negara terhadap negara lain yang sering diutarakan ialah hak kemerdekaan, hak kesederajatan dan hak untuk mempertahankan diri. Adapun kewajiban negara yang berhubungan dengan kedudukan negara tersebut terhadap negara lain yang sering diutarakan Hanya negara yang berdaulat atau negara yang merdeka saja yang dapat menjadi subjek hukum internasional. 48 Haryomataram, KGPH, Pengantar Hukum Humaniter, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005, hal. 78 49 James L. Brierly, The Law of Nations, 5th ed. , Oxford: Clarendon Press, 1955, hal 118 50 Perez Zagorin, Hobbes and the Law of Nature Princeton: Princeton University Press, 2009, hal. 38 Universitas Sumatera Utara ialah tidak melakukan perang, melaksanakan perjanjian internasional dengan itikad baik dan tidak mencampuri urusan negara lain. 51 ii. Takhta Suci Vatikan Takhta Suci Vatikan yang mempunyai nama resmi Stato della Cittá del Vaticano , merupakan negara merdeka terkecil di dunia. Terletak di tengah kota Roma, ibukota Italia. Luas negara Vatikan hanya 0,44 Km persegi atau 44 hektar dengan jumlah penduduk ± 1.000 jiwa. 52 Takhta Suci Vatikan merupakan subjek hukum internasional yang telah ada sejak dahulu. Hal ini didasarkan pada sejarah bahwa pada zaman dahulu Paus tidak hanya merupakan Kepala Gereja Roma, tetapi juga memiliki kekuasaan duniawi. 53 Pada Tahun 1870 tentara Kerajaan Italia menyerbu masuk kota Roma dan menguasai seluruh wilayah negara Kepausan. Paus pada waktu itu, yaitu Paus Pius IX, merasa bahwa pemerintah Italia telah mengambil wilayahnya secara tidak sah. Sebagai tanda protesnya, Paus Pius IX secara sukarela meminta untuk ditahan di penjara yang berada di Vatican City. Protes ini ternyata diteruskan oleh empat penerusnya hingga tahun 1929. Pada tahun 1929 itulah diadakan perundingan antara wakil kota Vatican dengan pemerintah Italia. Perundingan itu menghasilkan Perjanjian Lateran Lateran Treaty yang diadakan pada tanggal 11 Februari 1929 diratifikasi pada tanggal 7 Juni 1929 yang antara lain berisi pengembalian sebidang tanah di kota Roma kepada Takhta Suci yang 51 F. Sugeng Istanto, Hukum Internasional, Yogyakarta: Universitas Atmajaya, 1998, hal. 29 52 Hassan Shadily, et.al., Ensklopedi Indonesia, Jilid II, Jakarta: PT Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1987 hal. 3800-3801 53 Mochtar Kusumaatmadja, op.cit., hal 71 Universitas Sumatera Utara memungkinkan didirikannya negara Vatikan. Dengan demikian perjanjian ini mengakui Vatican City sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. 54 iii. Organisasi internasional Organisasi-organisasi internasional telah memainkan peran penting dalam hubungan internasional. Sejak abad kesembilan belas semakin banyak organisasi – organisasi internasional yang berkembang dan dengan demikian muncul isu mengenai kepribadian hukum internasional dari organisasi tersebut. Prof. Peter Malanczuk, dalam bukunya “Akehurst’s Modern Introduction to International Law” , menyebutkan bahwa organisasi internasional memiliki personalitas hukum legal personality yang terbatas pada hak-hak internasional dan kewajiban- kewajiban. Secara umum, personalitas hukum dari suatu organisasi internasional terbatas pada traktat yang menjadi dasar pembentukannya yang menjabarkan hak- hak dan tugas-tugas organisasi untuk mencapai tujuan tertentu yang dimandatkan kepadanya. 55 Personalitas hukum ini mutlak guna memungkinkan organisasi internasional untuk dapat berfungsi dalam hubungan internasional, khususnya kepentingan untuk melaksanakan fungsi hukum, seperti membuat kontrak, membuat perjanjian, mengajukan tuntutan hukum, 56 dan memiliki imunitas dan hak-hak tertentu dalam rangka menjalankan fungsinya. 57 54 Grolier Incorporated, Lands and Peoples, Europe-4, Danbury, Connecticut, USA: Grolier Incorporated, 1981, hal 177-180; Rebecca M.M. Wallace, op.cit., hal 79-80 55 Peter Malanczuk, Akehursts Modern Introduction to International Law, 7th ed., United States: Taylor Francis, 1997, hal 92 56 Ade Maman Suherman, Organisasi Internasional dan Integrasi Ekonomi Regional dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi , Jakarta: PT Ghalia Indonesia, 2003, hal 71 57 K. Ginther, International Organizations, Responsibility 1995, Encyclopedia of Public International Law, Vol. 2, EPIL II, hal 1336-1340 Universitas Sumatera Utara Organisasi internasional telah diakui keberadaannya sebagai subjek hukum internasional, sebagaimana dipertegas oleh Mahkamah Internasional dalam Advisory Opinion -nya dalam kasus Reparation for Injuries. 58 iv. Individu Pertanyaan tentang status individu dalam hukum internasional erat terikat dengan perkembangan perlindungan internasional terhadap hak asasi manusia. Memang, awalnya, individu kurang memiliki kedudukan untuk dapat menuntut pelanggaran terhadap perjanjian internasional tanpa adanya protes dari negara kebangsaannya. 59 Dalam perjanjian Perdamaian Versailles tahun 1919 yang mengakhiri Perang Dunia I antara Jerman dengan Inggris dan Prancis, dengan masing – masing sekutunya, sudah terdapat pasal – pasal yang memungkinkan orang perorangan mengajukan perkara ke hadapan Mahkamah Arbitrase Internasional, Namun, dalam perkembangannya, ternyata tidaklah demikian. 60 sehingga dengan demikian sudah ditinggalkan dalil lama bahwa hanya negara yang bisa menjadi pihak di hadapan sutau peradilan internasional. Demikian pula Pengadilan yang dibuat berdasarkan Upper Silesia Convention tahun 1922 memutuskan bahwa badan tersebut kompeten untuk mengadili kasus-kasus warga negara dari suatu negara melawan negaranya sendiri. 61 Sejak saat itu, berbagai perjanjian lainnya telah tersedia bagi individu untuk memiliki hak dan akses langsung ke badan maupun pengadilan internasional. 58 Reparation for Injuries Suffered in the Service of the United Nations, Advisory Opinion: ICJ Reports 1949, p. 174, hal 318 59 US v. Noriega, [1990] 746 F.Supp. 1506 United States, hal 1533 60 Treaty of Versailles 1919, pasal 297 dan 304 61 Steiner and Gross v. Polish State, Upper Silesian Arbitral Tribunal 1928, 4 AD 291, hal 291-292 Universitas Sumatera Utara Beberapa di antaranya yaitu European Convention on Human Rights, 1950; European Communities Treaties , 1957; Inter-American Convention on Human Rights , 1969; Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights , 1966; dan International Convention for the Eliminationmof All Forms of Racial Discrimination , 1965.

v. Komite Internasional Palang Merah