Negara Kepulauan Berdataran Rendah yang terancam, apalagi proyek pembelian wilayah teritori negara lain yang harganya sudah barang tentu jauh di atas.
Sebenarnya , negara memiliki hak untuk memberikan bagian dari wilayah mereka. Ini tentu saja tidak akan menimbulkan pertanyaan dalam hukum
internasional, tetapi kemungkinan adanya negara yang memberikan wilayahnya secara percuma, terutama pada saat sekarang mengingat ledakan populasi dan
kekurangan pangan, tampaknya sangat tidak mungkin. Baik Amerika Serikat Alaska dan Australia, misalnya, memiliki wilayah yang kurang dimanfaatkan
dalam jumlah besar, tetapi kemungkinan mereka setuju untuk menyerahkannya dengan cuma - cuma tampaknya sangat tidak mungkin.
2. Penyewaan Wilayah Milik Negara Lain
Kedaulatan dianggap telah berpindah kepada penyewa selama durasi sewa, di mana sesudahnya, kedaulatan akan kembali ke negara aslinya.
287
Tindakan penyewaan suatu wilayah dipraktekkan oleh banyak negara: Cina pada tahun 1898
menyewakan Kabupaten Kiaochow kepada Jerman, Wei - Hai - Wei dan tanah seberang pulau Hong Kong kepada Britania Raya, Kuang - chou Wan kepada
Prancis, dan Pelabuhan Arthur kepada Rusia. Dalam Pasal 4 Perjanjian Perdamaian tahun 1947, Finlandia meyewakan teritorinya kepada Soviet atas
dasar penyewaan 50 tahun sewa dengan uang sewa tahunan sejumlah lima juta uang Finlandia.
288
Namun, sehubungan dengan praktik penyewaan wilayah milik negara lain ini, hukum internasional sendiri masih terbagi ke dalam dua aliran yang sangat
287
Malcolm N. Shaw, op.cit., hal. 539
288
Paris Peace Treaties 1947, pasal 4
Universitas Sumatera Utara
berbeda dimana satu aliran menyatakan bahwa wilayah milik suatu negara yang disewakan dapat menjadi wilayah dimana negara penyewa memiliki kedaulatan
atasnya sedangkan aliran lainnya menyatakan bahwa wilayah sewaan tidak dapat menjadi teritori negara penyewa dan tidak memberikan kedaulatan atasnya. Dua
aliran ini akan penulis bahas berikut ini. Aliran pertama berpandangan bahwa negara penyewa memiliki kedaulatan
atas wilayah sewaannya tersebut. Hal ini dikarenakan kedaulatan dapat berarti kedaulatan temporal dan tidak kualitatif. Seperti disebutkan dalam Gherebi v.
Bush , pelaksanaan jurisdiksi eksklusif atas Guantanamo oleh Amerika Serikat
akan mengecualikan kedaulatan Kuba selama Amerika Serikat tetap berada disana.
289
Demikianlah, kedaulatan teritorial bukanlah masalah kepemilikan, tetapi kekuasaan mengatur suatu wilayah tertentu.
290
Beberapa putasan pengadilan juga memutuskan bahwa kedaulatan ada jika suatu Negara dapat menjalankan
hukum dan yurisdiksinya di wilayah yang baru.
291
Di sisi lain, pandangan yang berbeda menyatakan bahwa hukum internasional mengakui penyewaan teritori sebagai sarana negara memiliki kontrol
atas suatu wilayah namun tanpa kedaulatan. Misalnya, Ordo Malta berada
di wilayah yang diperoleh dengan penyewaan selama 99 tahun namun kenegaraannya sama sekali tidak ditantang.
292
289
Falen Gherebi, et al., v. George W. Bush, President of The United States, et al., 2003 352 F.3d 1278 United States, hal. 1291
Kepemilikan merupakan elemen
290
Crawford, op.cit., hal. 116
291
Fleming v. Page, 1850 50 U.S. 603 United States, hal. 618; Lakhdar Boumediene, et al. v. George W. Bush, President of The United States, et al.
, 2008 128 S. Ct. 2253 United States, hal. 2253
292
Noemi Gal-Or Michael J. Strauss, International Leases as a Legal Instrument of Conflict Resolution: The Shab’A Farms as a Prototype for the Resolution of Territorial Conflicts
, Touro International Law Review, Vol. 11 2008, hal. 105
Universitas Sumatera Utara
penting agar memperoleh wilayah yang jelas sesuai dengan hukum internasional.
293
Sebagaimana diutarakan oleh Mahkamah Internasional dalam Case concerning Frontier Dispute
antara Burkina Faso dan Mali, esensi kedaulatan teritorial adalah kepemilikian status atas suatu wilayah.
294
Misalnya, dalam kasus United States v. Ushi Siroma, Pulau Okinawa tidak dianggap sebagai
wilayah Amerika Serikat karena perjanjian yang bersangkutan tidak memberi kepemilikan pulau ke Amerika Serikat.
295
Demikian pula, klaim Britania Raya atas lebih dari 200 pulau-pulau sekitar Hong Kong gagal karena China hanya
menyewakan pulau – pulau tersebut kepada Inggris, dan tidak menyatakan niatnya untuk mentransfer kepemilikan.
296
Karena wilayah sewaan bukan milik negara penyewa, penyewaan teritori memindahtangankan kedaulatan, sebagaimana
diutarakan dalam kasus Spelar v. the United States pada tahun 1949.
297
Terlebih lagi, ada persyaratan bahwa wilayah haruslah permanen, suatu syarat yang tidak dipenuhi oleh perjanjian sewa.
298
Misalnya, Terusan Panama yang dalam perjanjiannya tertulis disewakan kepada Amerika Serikat.
299
293
Robert Jennings dan Arthur Watts, op.cit., hal. 672
Akhirnya, Terusan Panama tetap saja dikembalikan pada Panama pada tahun 2000. Bahkan, sama seperti kesepakatan apapun, perjanjian sewa bisa saja
294
Case Concerning Frontier Dispute Burkina Faso v. Mali, Judgment, ICJ Reports 1986, p. 554, hal. 564; Case Concerning Land, Island and Maritime Frontier Dispute El Salvador
v. Honduras: Nicaragua intervening , Judgment, ICJ Reports 1992, p. 351, hal. 388
295
United States v. Ushi Shiroma, 1954 123 F. Supp 145 United States, hal. 148.
296
Cooray, M. J. A., Hong Kong in China: The Promise of “One Country, Two Systems”. A Review of Roda Mushkat, One Country, Two International Personalities: The Case of Hong
Kong
, Hong Kong: Hong Kong University Press, 1997, hal. 1 - 2
297
Spelar v. U.S., 1949 338 U.S. 217 United States, hal. 219
298
Ian Brownlie, op.cit., 111
299
Panama Canal Treaty 1977, pasal 12
Universitas Sumatera Utara
dibatalkan - seperti yang dilakukan dalam penyewaan Lado Enclave pada tahun 1906.
300
Di samping itu, penyewa dan pemberi sewa harus memutuskan bagaimana menyelesaikan konflik hukum - hukum yang akan berlaku ketika dua undang-
undang menuntut hal yang berbeda. Meskipun secara teoritis mungkin untuk membicarakan pembagian kewenangan legislatif melalui negosiasi, secara praktis
kewenangan legislatif sebagian besar terletak pada negara tuan rumah sebagai negara teritorial. Tidak hanya itu, yurisdiksi penegakan hukum mengacu pada
otoritas negara untuk menegakkan aturan-aturan yang telah dibuat.
301
Sehubungan dengan ini, perlu diketahui bahwa Campur tangan yang substansial dari satu negara dalam urusan internal negara lain dapat menyebabkan
hilangnya kenegaraan negara tersebut. Pelaksanaan
yurisdiksi penegakan hukum di wilayah negara lain tetunya sulit karena secara umum dianggap sebagai pelanggaran integritas wilayah negara tuan rumah. Selain
itu tampaknya secara politis tidak mungkin bahwa negara-negara tuan rumah setuju untuk mengizinkan negara-negara lain melaksanakan yurisdiksi penegakan
hukum dalam perbatasan mereka, yang jauh lebih mungkin adalah bahwa Negara penyewa harus bergantung pada organ eksekutif dari negara tuan rumah.
302
Anzilloti, seorang hakim Permanent Court of International Justice
, menganggap bahwa kemerdekaan hilang ketika adanya pembatasan terhadap kebebasan suatu negara, terlepas dari sumbernya,
yang menempatkan negara di bawah otoritas hukum lain.
303
300
Robert Jennings and Arthur Watts, op.cit., hal. 569
Dengan demikian,
301
Restatement Third of Foreign Relations Law of the United States 1987, pasal 431.
302
James Crawford, op.cit., hal. 71
303
Custom Regime between Germany and Austria case, op.cit., hal. 58
Universitas Sumatera Utara
jelaslah bahwa yurisdiksi eksklusif diperlukan untuk membangun kedaulatan atas suatu wilayah.
304
Dengan demikian, entitas yang mengklaim kenegaraan harus memiliki kekuasaan tertinggi atas wilayah dan penduduk di dalamnya.
305
Kesimpulannya, penyewaan bukanlah suatu cara mengakuisisi wilayah melainkan hanyalah pemindahtanganan sementara hak – hak yang minor terhadap suatu
wilayah kepada negara lain.
306
3. Pembentukan Pulau Buatan