BAB II PENGERTIAN DAN FUNGSI STATUS KENEGARAAN
STATEHOOD BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL
A. Pengertian
Statehood
Para ahli hukum telah mengemukakan sejumlah definisi statehood. Sejak tahun 1918, Pasquale Fiore, serang ahli hukum dari Italia, telah mendefinisikan
statehood dengan memberi penekanan pada kekuasaan politik dan hukum:
The State is an association of a considerable number of men living within a definite territory, constituted in fact as a political society and subject to the
supreme authority of a sovereign, who has the power, ability and means to maintain the political organization of the association, with the assistance of the
law, and to regulate and protect the rights of the members, to conduct relations with other states and to assume responsibility for its acts.
33
Negara adalah sebuah asosiasi sejumlah besar orang yang hidup dalam suatu wilayah tertentu, yang dibentuk sebagai masyarakat politik dan tunduk pada
otoritas tertinggi yang berdaulat, yang memiliki kekuatan, kemampuan dan sarana untuk mempertahankan organisasi politik asosiasi tersebut, dengan bantuan
hukum, dan untuk mengatur dan melindungi hak-hak para anggota, untuk melakukan hubungan dengan negara-negara lain dan untuk memikul tanggung
jawab atas tindakannya.
Pada tahun 1930, Thomas Baty dalam bukunya yang berjudul Canons of
International Law , mendefinisikan negara sebagai kumpulan orang – orang yang
terorganisir, yaitu, suatu himpunan manusia dimana kehendak milik beberapa dari mereka selalu menjadi apa yang berlaku.
34
33
Pasquale Fiore, International Law Codified and its Legal Sanction or the Legal Organization of the Society of States, 5th ed.,
New York: Baker, 1918, hal. 106
Definisi ini memberi penekanan pada kedaulatan, yaitu kekuatan politik yang terorganisir atas wilayah dan
penduduknya. Baty memberi definisi yang sedikit lebih jauh daripada beberapa ahli hukum lainnya dalam mendefinisikan karakter internal negara. Menurutnya,
34
Thomas Baty, The Canons of International Law, London: J. Murray, 1930, hal. 9- 10
Universitas Sumatera Utara
negara adalah suatu fungsi yang kompleks, yang unsur-unsurnya terdiri dari orang-orang, budaya dan tradisi, tanah yang mereka tinggali, dan organisasi
mereka sebagai kesatuan yang utuh. Juga berbeda dari ahli – ahli lain, Hans Kelsen mencoba untuk
mendefinisikan kenegaraan dari segi hukum. Menurutnya, negara bukanlah merupakan individu - individunya, melainkan serikat spesifik dari individu dan
serikat ini adalah fungsi dari hukum yang mengatur perilaku bersama mereka. Salah satu hasil teori hukum murni adalah pengakuan bahwa peraturan koersif
yang terdiri dari komunitas politik yang kita sebut negara adalah tatanan hukum . Apa yang biasanya disebut tatanan hukum negara, atau tatanan hukum yang
didirikan oleh negara, adalah negara itu sendiri . Hukum dan negara biasanya dianggap dua entitas yang berbeda. Tetapi jika diakui bahwa negara pada
dasarnya suatu peraturan atas perilaku manusia dan bahwa karakteristik penting dari perautan dan paksaan ini adalah elemen penting dari hukum, maka
pandangan dualisme tradisional tidak bisa lagi dipertahankan.
35
Formulasi Kelsen ini tidak menekankan kemerdekaan maupun kepemilikian wilayah sebagaimana definisi sebelumnya. Mengingat
perkembangan masa depan, yang paling penting adalah merupakan unsur legalitas internasional. Meskipun negara – negara pada tahun 1930 telah menyatakan
keraguan apakah suatu entitas adalah negara jika negara tersebut muncul melalui pelanggaran hukum internasional misalnya , negara yang disponsori Jepang di
Manchuria, Kelsen tidak menganggap pandangan ini sebagai sesuatu yang
35
Hans Kelsen, The Pure Theory of Law and Analytical Jurisprudence, 55 Harv. L. Rev. 44 1941, hal. 64- 65
Universitas Sumatera Utara
penting. Sebenarnya, sangatlah menarik bahwa seorang ahli hukum yang memikirkan gagasan statehood sebagai tatanan hukum – suatu konsepsi yang
progresif dibandingkan dengan yang hanya didasarkan pada efektivitas - tidak banyak mengembangkan gagasan bahwa statehood memerlukan legalitas
internasional.
36
Meskipun tampak menjanjikan, definisi Kelsen tentang negara sebagai sistem hukum tidak bertahan setelah Perang Dunia II. Hanya sedikit, kalaupun
ada, penulis yang tidak mementingkan peran wilayah dan jumlah penduduk. Hersch Lauterpacht, misalnya, justru sangat menekankan faktor-faktor tersebut.
Kelsen tetap menawarkan gagasan kenegaraan yang didirikan atas dasar kekuasaan.
37
Dalam usaha untuk mendefinisikan statehood, masalah yang ada bukanlah tidak adanya sumber-sumber akademis. Ahli – ahli hukum memberikan begitu
banyak pandangan tentang hal tersebut. Masalah yang ada, sesungguhnya, adalah Gagasan Kelsen tentang legalitas dan kenegaraan akan tetap ditinjau kembali
dalam dimensi baru yang ia sendiri tampaknya telah abaikan - dimensi internasional. Pada tahun 1950-an dan awal 1960-an, Lauterpacht, meskipun tidak
selantang ahli – ahli lain yang menegaskan legalitas internasional sebagai prasyarat untuk kenegaraan, mulai mengisyaratkan pandangan yang sesuai dengan
krisis Rhodesia dari tahun 1960-an dan 1970-an, bahwa untuk membentuk kenegaraan, selain kontrol yang efektif, juga diperlukan kepatuhan terhadap
standar hukum internasional minimum.
36
Hans Kelsen, Principles of International Law, 2nd ed., New York: Holt, Linehart and Winston, 1966, hal 415 - 416
37
Oppenheim, L. dan Lauterpacht, H, International Law: A Treatise, Vol I: Peace, 7th ed.
, London: Longmans, Green and Co., Ltd., 1948, hal. 118
Universitas Sumatera Utara
kurangnya sumber – sumber hukum lain. Meskipun ada berbagai literatur yang membahas kenegaraan dan parameternya, sangatlah sedikit sumber otoritatif yang
menawarkan definisi yang bisa diterapkan negara.
B. Fungsi