11. Membangun jaringan kerjasama dengan NGO LSM, dan PPTKIS resmi dalam pengelolaan TKI. NGO berperan dalam proses monitoring, riset data,
dan pembelaan hukum dan pendampingan terhadap TKI. Sementara itu, PPTKIS berperan penuh dalam memberikan pemahaman mengenai skill dan
peraturan-peraturan lain kepada TKI. Beberapa kebijakan yang perlu dilakukan pemerintah dalam hal melakukan
pengawasan terhadap perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja adalah:
A. Sinergi Kinerja Antar Instansi
Lembaga yang berwenang dalam penempatan TKI keluar negeri berada di bawah naungan Depnakertrans. Untuk itu Depnakertrans siap bekerja sama dengan
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia BNP2TKI dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas penempatan TKI ke luar negeri.
Pembentukan BNP2TKI berdasarkan amanat dari Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri PPTKLN serta
Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2006 tentang Reformasi Penempatan dan Perlindungan TKI Luar Negeri. Diharapkan, BNP2TKI bisa melaksanakan
penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri secara murah, mudah, cepat serta aman.
Monitoring merupakan salah satu cara untuk mengetahui tingkat kepatuhan compliance PPTKIS dalam merekrut dan mengirim serta menempatkan TKI.
Pengiriman dan penempatan TKI telah banyak menimbulkan masalah seperti
Universitas Sumatera Utara
penelantaran pada masa sebelum keberangkatan, pemberangkatan TKI tanpa dokumen illegal, penempatan TKI di tempat yang tidak sesuai dengan yang
dijanjikan, gaji yang tidak pantas, dan sebagainya. Semua penyimpangan sebagaimana disebutkan di atas terungkap bukan
karena monitoring yang dilakukan oleh BP2TKIS Dinas Tenaga Kerja tapi karena adanya laporan dari media masa atau keluarga TKI. Hal ini bertentangan dengan
Pasal 55 dan 56 Peraturan Menteri No.18 Tahun 2007. Penerapan strategi penempatan tenaga kerja tidak berarti tanpa , meskipun
provider penyedia jasapemasok yang berpengalaman bersama-sama dengan perusahaan dapat mengurangi atau mengeliminasi tersebut. - yang paling umum
terjadi adalah: 1.
Perusahaan menjadi sangat tergantung pada pemasok, hal ini akan menjadi permasalahan yang serius bila terjadi kegagalan pasar.
2. Membagi informasi perusahaan kepada pemasok sehingga membuka
kemungkinan pemasok untuk masuk ke dalam area bisnis perusahaan dan menjelma menjadi pesaing yang serius.
3. Menyebabkan karyawan perusahaan menjadi frustasi.
4. Karyawan perusahaan dapat memandang rencana penempatan tenaga
kerja sebagai suatu cara untuk melemparmemecat karyawan dan memangkas biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan.
86
Sistem perlindungan calon TKITKI sangat berhubungan erat dengan
mekanisme atau prosedur penempatan TKI dengan melibatkan instansi terkait. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah bahwa keberhasilan perlindungan TKI sangat
ditentukan oleh sistim perlindungan yang dijalankan melalui mekanisme dan
86
Raflus Rax, “Outsourcing Cara Ampuh Menekan Biaya”, Infobank, No. 233, Januari, 1999, hal. 22.
Universitas Sumatera Utara
prosedur yang telah ditetapkan dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, baik di negara Indonesia maupun di negara penempatan.
Selain itu, bahwa sistem perlindungan bagi calon TKITKI juga bersifat koordinatif, yaitu dijalankan dengan melibatkan instansi terkait. Oleh karena itu,
proses penyelesaian permasalahan tidak semudah membalik telapak tangan, akan tetapi relatif memakan waktu karena tidak menutup kemungkinan memerlukan
konfirmasi pihak-pihak lain seperti perwakilan RI KBRIKJRI, agency di luar negeri atau majikan serta instansi teknis di luar negeri misalnya Kepolisian, rumah
sakit dan lain-lain. Perlindungan calon TKITKI sangat berhubungan dengan pola hubungan kerja
yang dihadapi oleh TKI dalam proses penempatan ke luar negeri. Pola hubungan kerja tersebut ada 5 lima, yaitu:
1. Pola hubungan kerja dengan PPTKIS yang secara hukum diikat dengan
perjanjian penempatan perjanjian penempatan berisi hak dan kewajiban calon TKI dan PPTKIS setelah calon TKI dinyatakan lulus seleksi awal, selama
mengikuti pelatihan, pengurusan dokumen. 2.
Pola hubungan kerja PPTKIS dengan agency penyalur tenaga kerja di luar negeri yang secara hukum diikat dengan perjanjian kerjasama penempatan.
3. Pola hubungan kerja antara PPTKIS dengan agency penyalur tenaga kerja di luar
negeri yang secara hukum diikat dengan perjanjian kerjasama penempatan.
Universitas Sumatera Utara
4. Pola hubungan kerja antara TKI dengan agency penyalur tenaga kerja di luar
negeri tidak diikat dengan perjanjian. 5.
Pola hubungan kerja antara TKI dengan majikan kerja di tempat kerja yang secara hukum diikat dengan perjanjian kerja.
87
Perlindungan calon TKITKI sangat berhubungan dengan pola hubungan kerja yang dihadapi oleh TKI dalam proses penempatan ke luar negeri. Arah kebijakan
perlindungan pekerja migran TKI dan penguatan kelembagaan, meliputi: 1.
Peningkatan pelayanan pekerja migran TKI dengan mempermudah dalam pengurusan dokumen perpindahan bekerja ke luar negeri.
2. Pemberian akses informasi pasar kerja yang terbuka di luar negeri
3. Penguatan kelembagaan dan regulasi untuk memperoleh kredit perbankan dan
pengiriman remitansi. 4.
Mempersiapkan TKI yang kurang terampil agar memperoleh kompetensi sesuai dengan kebutuhan pasar kerja luar negeri; dan
5. Perlindungan yang maksimal bagi TKI.
Kelembagaan, dilakukan dengan membagi kewenangan pusat dan daerah secara jelas di dalam sistem penempatan dan perlindungan TKI. Tindakan, dilakukan
dalam berbagai bentuk, antara lain:
88
87
Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi Dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur, “
Sistim Perlindungan Calon TKITKI”, artikel
Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi Dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur, Surabaya, 2008, hal. 9
88
Sekretariat Negara Republik Indonesia http:www.setneg.go.id Sekretariat Negara Republik Indonesia 6 June, 2008, 15:19
Universitas Sumatera Utara
a. Melaksanakan Instruksi Presiden Nomor 06 Tahun 2006 tentang
Reformasi Kebijakan Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, dengan cara:
b. Penyederhanaan birokrasi pelayanan penempatan TKI seperti
penyederhanaan prosedur penempatan yang semula 24 simpul menjadi 14 simpul.
c. Meringankan beban biaya yang ditanggung oleh CTKI dengan
membebaskan biaya Fiskal, tidak menaikkan biaya Paspor, membebaskan biaya pengurusan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri
KTKLN, membebaskan biaya PAP
d. Meningkatkan kualitas TKI melalui pelatihan keterampilan,
kemampuan, bahasa
dan persiapan
mental. Hanya
akan menempatkan TKI yang dinilai sudah memenuhi syarat kompetensi
yang dibuktikan dengan sertifikat dari Lembaga Sertifikasi Profesi LSP yang ditunjuk oleh Depnakertrans.
e. Memberikan perlindungan terhadap hak dan harta TKI melalui
program asuransi TKI yang dilaksanakan oleh lima Konsorsium Asuransi. Dalam hal ini, Konsorsium Asuransi tersebut juga
diwajibkan untuk
bekerjasama dengan
lembaga bantuan
hukumlawyer di negara penempatan TKI. f.
Meningkatkan hubungan bilateral dengan delapan negara penempatan yaitu Malaysia dalam bentuk penandatanganan
Memorandum of Understanding MoU. g.
Membentuk empat sentra layanan penempatan dan perlindungan TKI SP3TKI di Serang, Denpasar, Riau, dan Kuala Tungkal.
h. Membentuk Atase Ketenagakerjaan di lima negara, di luar negara-
negara yang telah memiliki Atase Ketenagakerjaan, yaitu Singapura, Brunai Darussalam, Korea Selatan, Qatar dan Yordania.
i. Melakukan penandatanganan kesepakatan bersama dengan pihak
Kepolisian Negara R.I dalam rangka penegakan hukum. j.
Berpartisipasi aktif dalam forum International yang diharapkan dapat meningkatkan perlindungan bagi TKI, seperti ILC, sidang
IOM, pertemuan UNIFEM, dan pertemuan CEDAW. k.
Melakukan registrasi dan penerbitan SIPPTKIS, dimana sampai saat ini telah terdaftar 496 PPTKIS.
l. Turut melaksanakan pemberantasan tindak pidana perdagangan
orang, khususnya yang menyangkut TKI sebagaimana diamanatkan di dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang melalui pencegahan tindak pidana dan penanganan korban.
Universitas Sumatera Utara
Mekanisme operasional mengatur bagaimana interaksi antara satu lembaga dengan lembaga lain tidak terlihat dalam peraturan-peraturan yang ada. Akibatnya,
setiap institusi ada kecenderungan menginterprestasikannya masing-masing. Pemikiran Pemerintah yang cenderung sektoral memang tidak hanya didominasi oleh
persoalan tenaga kerja Indonesia, tetapi di berbagai persoalan yang ada di negeri ini. Meskipun selalu ada koordinasi, pada kenyataanya masing-masing institusi jalan
masing-masing.
89
Lembaga yang berhak dan bertanggungjawab terhadap pelaksanaan dan pengawasan penempatan TKI di luar negeri telah ditentukan oleh perundang-undang
meliputi peusahaan penempatan TKI swasta PPTKIS, Pemerintah, Kedutaan Besar Republik Indonesia KBRI, Konsulat Jenderal Republik Indonesia KJRI.
Penyeleksian dan pengawasan terhadap PPTKIS juga perlu dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan melalui kerjasama antara Dinas Tenaga Kerja dan Dinas
Sosial. Pengawasan ini bisa dilakukan dengan melibatkan pekerja sosial yang dapat memahami permasalahan, pelatihan dan penanganan permasalahan sosial psikologis
pekerja migran internasional. Sebagai bagian dari pelaksanaan tugas monitor terhadap penyelenggaraan
pemerintahan negara sebagaimana tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, Komisi Pemberantasan Korupsi KPK telah melakukan kajian terhadap
89
Tri Nuke Pudjiastuti, ”Peran Pemerintah dalam Pelaksanaan Kebijakan ”Citizen Protection” dalam Penanganan Masalah TKI di Timur Tengah, makalah Pertemuan Kelompok Ahli
”Optimalisasi Citizen Protection dalam penanganan Isu TKI di Timur Tengah” yang diselenggarakan oleh Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan BPPK- Departemen Luar Negeri RI di Medan
tanggal 16-17 Juli 2007, hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
sistem pelayanan penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia TKI; khususnya untuk masa pra dan purna penempatan.
Hasil kajian itu dipaparkan langsung KPK kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI
BNP2TKI; dan sejumlah pejabat terkait pada 28 Agustus 2007 di Gedung KPK Kuningan, Jakarta. Dari kajian terhadap sistem pelayanan penempatan dan
perlindungan TKI tersebut dihasilkan temuan-temuan pokok sebagai berikut: 1.
Maraknya praktik suap dalam pengurusan dokumen calon TKI. 2.
Belum adanya standar pelayanan baku yang mengatur tentang prosedur, persyaratan, biaya, dan waktu penyelesaian pelayanan.
3. Pelayanan pengurusan dokumen calon TKI kurang profesional,
meliputi: tidak digunakannya sistem antrean, BP2TKI dan Disnaker KabupatenKota umumnya tidak memiliki loket pelayanan front
office; terjadi kontak langsung antara pengguna jasa dan petugaspejabat back office, tidak ada tanda terima berkas, serta
Informasi dan sarana pelayanan yang kurang memadai.
4. Pelayanan penempatan dan perlindungan TKI belum didukung
dengan sistem manajemen informasi yang memadai. 5.
Maraknya praktik percaloan dalam proses perekrutan calon TKI. 6.
Belum ada standardisasi pelatihan prapenempatan calon TKI. 7.
Belum ada standardisasi biaya penempatan TKI. 8.
Pengawasan terhadap lembaga penempatan kurang memadai. 9.
Belum ada pemeriksaan substansi perjanjian penempatan dan perjanjian kerja.
10. Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta belum dapat merealisasikan
konsep awal tentang diperlukannya Terminal 3 sebagai bagian dari upaya perlindungan terhadap TKI. Hal ini tergambar dari: Kegiatan
pemanduan kepada TKI yang pulang melalui Terminal 3 belum dilakukan secara efektif, tidak ada petugas yang berjaga di counter
pusat informasi, TKI sering dipaksa menukarkan valasnya dengan kurs yang lebih rendah daripada market rate, tarif angkutan darat
yang disediakan di Terminal 3 jauh lebih mahal daripada tarif umum,
Universitas Sumatera Utara
dan tidak ada kejelasan mengenai waktu tunggu dalam proses kepulangan TKI.
11. Kurang memadainya kuantitas dan kualitas SDM di instansi yang
bertanggung jawab dalam proses penempatan dan perlindungan TKI.
90
Pada prinsipnya, kebijakan pemerintah untuk memperluas kesempatan kerja melalui penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri merupakan salah satu upaya
untuk mengatasi atau mengeliminasi pengangguran sekaligus meningkatkan pemasukan devisa. Di samping itu juga untuk mewujudkan hak serta kesempatan
yang sama bagi tenaga kerja agar memperoleh pekerjaan dan penghasilan layak.
91
Oleh karena itu, pemerintah RI wajib menjamin dan melindungi hak asasi TKI yang ditempatkan di luar negeri dengan mengutamakan prinsip persamaan hak, demokrasi,
keadilan dan kesetaraan gender, anti diskriminasi dan anti perbudakanperdagangan manusia.
Pembentukan BNP2TKI berdasarkan amanat dari Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri PPTKLN
serta Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2006 tentang Reformasi Penempatan dan Perlindungan TKI Luar Negeri.
Lembaga Swadaya Masayarakat juga berperan aktif menjaga hubungan kinerja PPTKIS ini. Salah satu LSM yang berperan aktif dalam penempatan tenaga
90
Johan Budi, ”Paparan hasil Kajian Penempatan TKI”, http:www.indonesia.go.idid - Republik Indonesia, diakses tanggal 20 Maret 2010.
91
H. Machsoen Ali, “Pengaturan Mengenai Pengawasan dan Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Indonesia Ke Luar
negeri, ” Makalah Seminar Tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri, diselenggarakan BPHN Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia
bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya dan Kantor Wilayah Departeman Hukum dan HAM RI Provinsi Jawa Timur, Sutrabaya, 31 Agusus, 2005, hal. 3
Universitas Sumatera Utara
kerja Indonesia adalah Migrant Care. Sebagai lembaga swadaya masyarakat yang membela kaum buruh migran, migrant care selalu melakukan tindakan-tindakan yang
memberikan perlindungan kepada tenaga kerja Indonesia. Selain itu juga melakukan kritikan-kritikan terhadap kinerja pemerintah dalam hal penempatan tenaga kerja
Indonesia. Migrant care menyerukan kepada pemerintah Indonesia sebagai negara
pengirim buruh migran Indonesia terbesar di Asia, terutama sektor PRT Pekerja Rumah Tangga migran, untuk mendukung pembentukan konvensi yang legally
binding bagi perlindungan PRT secara global melalui ILC International Labour Conference bulan Juni 2010 di Geneva. Ditingkat nasional RUU perlindungan PRT
harus segera disahkan sebagai UU tahun ini.
92
Migran Care meminta pemerintah untuk menjamin hak-hak dasar buruh migran seperti dijamin dalam standar perburuhan internasional yang mencakup
jaminan sosial termasuk kesehatan reproduksi bagi buruh migran perempuan banyak bekerja sebagai pembantu rumah tangga di mancanegara. Kedudukan migrant care
sebagai salah satu LSM harus memiliki hubungan yang sinergis dengan lembaga- lembaga lainnya.
92
Ramses D. Aruan, “Migrant Care Desak Revisi UU No. 39 2004 dan Pembubaran
BNP2TK ’,http:www.koranburuh.orgindex.php?option=com_contentview=articleid=4043Ami
grant-care-, diakses tanggal 18 Agutsus 2010.
Universitas Sumatera Utara
B. Penyederhanaan Prosedur Penempatan TKI di Luar Negeri