ditekankan pada pengambilan data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan berupa :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum berupa peraturan perundang-
undangan, berupa Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri, Undang-Undang No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan obyek penelitian.
b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, berupa hasil penelitian para ahli, hasil karya ilmiah, buku-buku ilmiah.
c. Bahan hukum tertier, kamus hukum, kamus ekonomi, kamus bahasa Inggris,
Indonesia, Belanda, dan artikel-artikel lainnya baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri, baik yang berdasarkan civil law maupun common law yang
bertujuan untuk mendukung bahan hukum primer dan sekunder.
3. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpul data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah: a.
Studi Dokumen Seluruh data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini dikumpulkan
dengan mempergunakan studi dokumen sebagai alat pengumpul data. Penelitian pustaka dimaksud merupakan penelitian bahan hukum primer yaitu peraturan
Universitas Sumatera Utara
perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum ketenagakerjaan, khususnya tentang tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
b. Pedoman wawancara
Wawancara dilakukan peneliti terhadap pelaksana Penempatan TKI swasta Medan dan Dinas sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan.
4. Analisis Data
Semua data yang telah diperoleh dari bahan pustaka serta data yang diperoleh dilapangan dianalisa secara kualitatif. Metode analisa yang dipakai adalah metode
deduktif. Melalui metode deduktif, data sekunder yang telah diuraikan dalam tinjauan pustaka secara komparatif akan dijadikan pedoman dan dilihat pelaksanaanya dalam
melihat Peran Pemerintah terhadap perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta di luar negeri. Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dianalisa
dengan cara “kualitatif, selanjutnya dilakukan proses pengolahan data. Setelah selesai pengolahan data baru ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif.
41
41
Sutandyo Wigjosoebroto, Apakah Sesungguhnya Penelitian Itu, Kertas Kerja, Universitas Erlangga, Surabaya, Halaman 2. Prosedur Deduktif yaitu Bertolak dari Suatu Proposisi Umum yang
kebenarannya telah diketahui dan diyakini dan berakhir pada satu kesimpuan yang bersifat lebih khusus. Pada prosedur ini kebenaran pangkal merupakan kebenaran ideal yang bersifat aksiomatik
Self Efident yang esensi kebenarannya sudah tidak perlu dipermasalahkan lagi.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PERUSAHAAN PELAKSANA
PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA SWASTA DI LUAR NEGERI
A. Fungsi Pengawasan Pemerintah Secara Umum
Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri beserta peraturan pelaksananya
maupun ratifikasi sejumlah konvensi PBB. Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menjamin dan melindungi hak asasi warga negaranya, baik yang bekerja di
dalam maupun di luar negeri. Semua berdasarkan prinsip persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial, serta kesetaraan dan keadilan gender.
42
Mengacu kepada pasal di atas, maka Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 seharusnya harus mampu memberikan perlindungan hukum bagi warga negara
Indonesia yang bekerja di luar negeri, khususnya untuk memperoleh kemudahan pelayanan penempatan yang akurat dan tetap mengutamakan keselamatan TKI dari
semua aspek.
43
Sebagai bagian dari sistem pemerintahan yang lebih besar, pemerintahan daerah menjadi ujung tombak pelaksanaan kewajiban tersebut terhadap masyarakat
42
Muhaimin, “Perlindungan Buruh Migran harus Dijamin, ” http:bataviase .co.idcontentperlindungan-buruh-migran-harus-dijamin. diakses tanggal 30 Maret 2010.
43
Ibid
Universitas Sumatera Utara
lokal di daerahnya.
44
Pergaulan antara manusia sebagai anggota masyarakat saling mempunyai kepentingan ada yang sama dan ada yang bertentangan antara satu sama
lain. Dalam konteks pertentangan kepentingan masyarakat ini akan menimbulkan
persoalan wajar dan tidak wajar, patut dan tidak patut, yang pada akhirnya pertentangan kepentingan ini dapat melanggar hak anggota masyarakat. Hal ini dapat
terjadi dalam kegiatan sosial dan kegiatan-kegiatan ekonomi perusahaan karena itu perangkat hukum diperlukan untuk menciptakan dan melindungi hak anggota
masyarakat.
45
Holland yang dikutip oleh Wise, Percy M. Winfield dan Bias, bahwa tujuan hukum adalah menciptakan dan melindungi hak-hak legal rights. Jadi perusahaan
harus memperhatikan kepentingan hak orang lain dalam pergaulan hidup masyarakat, terutama kaum buruh, sebab perkembangan perangkat hukum untuk menciptakan dan
melindungi hak manusia sebagai anggota masyarakat terus mengalami perkembangan dalam kegiatan ekonomi perusahaan sejalan dengan perkembangan masyarakat yang
berperan menampung kebutuhan masyarakat yang berkepentingan stakeholder dari perusahaan.
46
44
Perwira, I. Tanggung Jawab Negara Dalam Pemenuhan Hak Atas Kesehatan Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Bandung: Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran, 2009,
hal. 89.
45
Bismar Nasution, Hukum Perusahaan, Program Magister Ilmu Hukum, Program Pasca Sarjana, Medan: USU Press, 2003, hal. 1.
46
Ibid, hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Manullang,
47
pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu
dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana-rencana semula. Pendapat ahli lain, pengawasan adalah suatu usaha sistematik untuk
menetapkan standar pelaksanaan kerja dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang
telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan- penyimpangan serta mengambil tindakan.
48
koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan
efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan Pengawasan dapat dilakukan dengan cara pengawasan preventif preventive
controlling dan pengawasan korektif corrective controlling. Pengawasan preventif adalah pengawasan yang mengantisipasi terjadinya penyimpangan-penyimpangan,
sedangkan pengawasan korektif dapat dijalankan apabila hasil yang dinginkan terdapat banyak variasi. Pengawasan itu dapat dilakukan pada bidang-bidang
produksi, waktu, kegiatan manusia, maupun keuangan. Pengawasan di bidang ketenagakerjaan sangat penting sebagai salah satu
instrumen untuk mewujudkan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan Undang-undang Dasar Tahun 1945. Adapun fungsi pengawasan oleh
pemerintah akan semakin penting pada masyarakat industri modern, sebagai mana
47
Sedjun Manullang, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Jakarta: Rhineka Cipta, 1995, hal. 34
48
T. Hani Handoko, Manajemen Edisi II, Jakarta: Rhineka Cipta, 1993, hal. 291.
Universitas Sumatera Utara
diungkapkan oleh Rudolf Maerker dan Christian Uhlig karena persoalan-persoalan ketenagakerjaan akan mengarah kepada persetujuan-persetujuan yang ditetapkan
antara lain pekerja dan pengusaha.
49
Menurut Ranupandojo tujuan pengawasan adalah mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil
yang dikehendaki.
50
Soekarno dalam Gouzali Saydam mengemukakan tujuan pengawasan antara lain adalah:
1. Untuk mengetahui apakah suatu kegiatan sudah berjalan sesuai dengan rencana.
2. Untuk mengetahui apakah suatu kegiatan sudah sesuai dengan instruksi.
3. Untuk mengetahui apakah kegiatan telah berjalan efisien.
4. Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan dan kelemahan-kelemahan dalam
kegiatan. 5.
Untuk mencari jalan keluar bila ada kesulitan, kelemahan atau kegagalan kearah perbaikan.
51
Tujuan utama dari pengawasan ialah mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan. Untuk dapat benar-benar merealisasi tujuan utama
tersebut, maka pengawasan pada taraf pertama bertujuan agar pelaksanaan pekerjaan
49
Agusmidah, ”Fungsi Pengawasan Pemerintah terhadap Perlindungan Penempatanpada
Perusahaan Industri di Kabupaten Deli Serdang, ” Tesis , Medan: Universitas Sumatera Utara hal.
78.
50
Ranupandojo, Heidjrachman. Tanya Jawab Manajemen. Yogyakarta: AMP YKPN, 1990, hal. 109
51
Gouzali Saydam, Soal Jawab Manajemen dan Kepemimpinan. Jakarta: Djambatan, 1993, hal.197
Universitas Sumatera Utara
ssesuai dengan instruksi yang telah dikeluarkan, dan untuk mengetahui kelemahan- kelemahan serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pelaksanaan rencana
berdasarkan penemuan-penemuan
tersebut dapat
diambil tindakan
untuk memperbaikinya, baik pada waktu itu maupun waktu-waktu yang akan datang.
52
Bentuk-bentuk atau tipe pengawasan menurut Hamdan Mansoer sebagai berikut:
1. Pengawasan Pra Kerja Bentuk pengawasan pra kerja ini sifatnya mempersiapkan antisipasi permasalahan
yang akan datang. Sifatnya mengarahkan keadaan yang akan terjadi di masa datang, sebagai peringatan untuk tidak dilanggar. Pengawasan bentuk ini
memberikan patokan kerja dan tidak memandori kerja. 2. Pengawasan Semasa Kerja
Pengawasan yang dilakukan pada saat tugas diselenggarakan, memungkinkan manajer melakukan perbaikan di tempat pada waktu penyimpangan diketahui.
Perbaikan secara langsung sebelum penyimpangan terlalu jauh terjadi, yang mungkin akan sangat sukar meluruskannya, lebih menguntungkan pengawasan ini
ialah supervisi. Supervisi langsung memungkinkan manajer melakukan tindakan koreksi langsung pula.
52
M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2004, hal. 173
Universitas Sumatera Utara
3. Pengawasan Pasca Kerja Pengawasan dilakukan sesudah kegiatan atau pekerjaan berlangsung dan sudah
berselang waktu yang lama. Kelemahannya ialah penyimpangan baru diketahui setelah pekerjaan seluruhnya selesai, sehingga tidak mungkin diperbaiki lagi.
53
Secara teoritis, ada tiga cara pokok untuk menciptakan kesempatan kerja atau berusaha dalam jangka panjang. Cara pertama adalah dengan memperlambat laju
pertumbuhan penduduk yang diharapkan dapat menekan laju pertumbuhan sisi penawaran tenaga kerja. Tetapi seperti dikemukakan di atas, cara ini tidak memadai
bagi Indonesia karena angka kelahiran memang tidak relatif rendah dan dampaknya terhadap pertumbuhan tenaga kerja kurang signifikan dalam jangka pendek. Cara
kedua adalah dengan meningkatkan intensitas pekerja dalam menghasilkan output labour intensity of output.
54
Tetapi dalam jangka panjang, cara ini tidak selalu berhasil karena tidak selalu kondusif bagi pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan. Cara ketiga adalah melalui pertumbuhan ekonomi. Cara ini bukan tanpa
kualifikasi karena secara empiris terbukti bahwa pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja tidak terdapat hubungan otomatis atau niscaya, tetapi justru
tantangannya menjadi riil, karena hubungan yang tidak otomatis itu, maka peranan pemerintah menjadi strategis dan krusial untuk merancang strategi pertumbuhan
53
Hamdan Mansoer, Pengantar Manajemen. Jakarta: Depdikbud, 1989. hal. 115
54
Rencana Tenaga Kerja Nasional 2004-2009, http:www.tempointeraktif.com hgnarasi 20040613nrs,20040613-01,id.html, Minggu, 13 Juni 2004 00:18 WIB
Universitas Sumatera Utara
ekonomi yang tinggi, tetapi juga ramah terhadap ketenagakerjaan employment - friendly - growth.
55
Undang-Undang Dasar
1945 telah
menggariskan bahwa
negara bertanggungjawab untuk menjaga kehormatan dan harta benda warga negaranya yang
berada di luar wilayah Republik Indonesia. Amanah Undang-Undang Dasar ini sangat relevan untuk direnungkan oleh setiap orang yang menjadi penyelenggara negara,
terutama dalam konteks globalisasi ekonomi, dimana banyak Warga Negara Indonesia bekerja atau mencari kehidupan di luar negeri.
56
Dalam melaksanakan perlindungan Warga Negara Indonesia di luar negeri khususnya Tenaga Kerja Indonesia TKI, negara membuka hubungan konsuler
consular relation dengan banyak negara lain. Namun dalam pelaksanaannya, hubungan konsuler lebih dititik beratkan pada upaya memajukan hubungan dagang
Indonesia dengan negara lain. Sedangkan perlindungan TKI masih terkebelakang, walaupun TKI merupakan salah satu sumber devisa negara. Perlindungan TKI hanya
bersifat responsif ketimbang struktural dan sistematis. Pada umumnya, perlindungan TKI hanya dilakukan apabila masalah-masalah yang dialami TKI telah menjadi berita
di media masa. Dengan terungkapnya beberapa kasus besar TKI di negara tetangga Malaysia
dan Singapura serta di beberapa negara Timur Tengah, khususnya Arab Saudi, seluruh komponen bangsa tersentak. Banyak orang berpendapat bahwa persoalan itu
55
Ibid,
56
Sjah Djohan Darwis, “Peluang Tenaga Kerja di Luar Negeri Kabupaten Tulung Agung, Provinsi Jawa Timur”, Buletin Puslitbang TK No. 2XVII2004.
Universitas Sumatera Utara
terjadi karena rendahnya tingkat pendidikan para TKI. Ada lagi yang mengatakan bahwa persoalan ini terjadi karena pengusaha perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia
PJTKI, sekarang disebut PPTKIS tidak berwawasan nasional dan hanya mengejar keuntungan profit-oriented. Ada juga yang berpendapat bahwa kasus-kasus TKI
terjadi karena tidak berjalannya fungsi regulatif dan punitif Pemerintah RI. Kejadian-kejadian yang mengenaskan terhadap TKI membuat Pemerintah
bekerja keras untuk mencari solusi atas permasalahan TKI di luar negeri. Salah satu dari solusi yang telah diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia adalah dengan
diundangkannya Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Undang-Undang meluruskan
perilaku menyimpang dari Perusahaan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta PPTKIS dan memberikan fungsi kontrol kepada Pemerintah
untuk mengatur dengan baik penempatan TKI di luar negeri.
B. Peran Pemerintah dalam Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
Perlindungan TKI diluar negeri tak lepas dan masa persiapan, penempatan, hingga purna kerja seorang TKI. Pengaturan atas perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri dapat dilihat dalam Undang-Undang No.39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Undang-undang ini mengatur mekanisme penempatan TKI di luar negeri hingga
Universitas Sumatera Utara
pemulangan dan penanggulangan berbagai permasalahan yang selama ini dihadapi oleh TKI.
Peran pemerintah dalam hal melakukan fungsi pengawasan terhadap penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri terdiri dari:
1. Sebelum penempatan
Bentuk pengawasan terhadap tenaga kerja dimulai sejak sebelum penempatan tenaga kerja Indonesia. Hal yang perlu diawasi sebelum penempatan tenaga kerja
adalah pembuatan perjanjian kerja mulai dari perekrutan, pendidikan dan pelatihan dan lain-lain.
Perbedaan penafsiran terhadap implementasi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar
negeri antara 2 dua lembaga negara yaitu Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Depnakertrans dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia BNP2TKI, secara spesifik persoalannya adalah apakah BNP2TKI hanya melakukan penempatan dan perlindungan TKI yang dilaksanakan
pemerintah. Sejak 2007, BNP2TKI telah melakukan pelayanan penempatan TKI yang dilaksanakan pemerintah, Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta
PPTKIS, TKI mandiri dan penempatan perusahaan sendiri. Perjalanan sejarah penempatan TKI menjadi alasan pembenar bahkan apa
yang biasanya dilakukan di masa lalu, itulah yang paling benar. Penempatan dan perlindungan TKI paling tidak harus berpedoman kepada 2 dua undang-undang
Universitas Sumatera Utara
yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 beserta peraturan pelaksanaannya.
Apabila kedua undang-undang dan peraturan pelaksanaannya dipahami dengan benar, niscaya, siapapun atau lembaga manapun tidak akan terjebak ke
masalah kewenangan. Karena, siapapun sebagai pemangku kewenangan, bukanlah menjadi ukuran utama, namun siapa yang mengambil peran yang paling besar dalam
menjamin hak-hak TKI. Penanganan kewenangan pelayanan penempatan dan perlindungan TKI harus berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,
artinya pemerintah berfungsi merumuskan standar, pedoman, norma, dan kriteria yang diwujudkan dalam berbentuk Standar Pelayanan Minimal SPM dan
pembahasannya dengan Menteri Dalam Negeri dan pemangku kepentingan lainnya termasuk BNP2TKI.
Pasal 38 ayat 1 UU No. 39 Tahun 2004 tentang PPTKILN mengharuskan kepada Pelaksana Penempatan TKI swasta untuk membuat dan mendatangani
perjanjian penempatan dengan pencari kerja yang telah dinyatakan memenuhi persyaratan administrasi dalam proses perekrutan. Dalam hal ini peran Pemerintah
daerah KabupatenKota, melalui instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, adalah untuk:
a Mengetahui perjanjian penempatan kerja itu Pasal 38 ayat 2; b Menerima laporan perjanjian penempatan dari pelaksana penempatan TKI swasta
Pasal 54 ayat 1;
Universitas Sumatera Utara
c Menyaksikan penandatanganan perjanjian kerja Pasal 55 3. Ketentuan yang menyangkut tentang perjanjian kerja ini sangat perlu jika
konsekuen dalam pelaksanaannya. Hal ini terkait dengan suatu fenomena bahwa para calon TKI banyak yang belum memiliki perjanjian kerja yang harus mereka pelajari
terlebih dahulu sejak pra penempatan. Bahkan menurut Aritonang, di antara mereka baru memperoleh naskah perjanjian kerja ketika akan berangkat. Tidak sedikit pula
yang tidak betul-betul memahami perjanjian tersebut.
2. Semasa penempatan