pertimbangan, bahwa BNP2TKI merupakan pemerintah pusat yang berbentuk lembaga pemerintah non-kementerian.
Mencari upaya hukum yang tepat melalui pertimbangan das sollen dan das sein. Tindakan serta merta melalui peraturan menteri tidaklah mendasar sama sekali
serta dipaksakan. Buktinya, seharusnya terlebih dahulu membuat PP tentang penempatan pemerintah sebagai perintah Pasal 11 ayat 2 Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2004. Selain itu, perlu dipahami bahwa secara hirarkhi, peraturan menteri tidak tercantum dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, alasannya untuk lebih mengedepankan peraturan daerah, sehingga hierarkhi Permen lemah dan apalagi tanpa memperhatikan prosedur
penetapannya. Pengawasan pemerintah dalam hal penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar
negeri dilakukan oleh Badan Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia BNP2TKI adalah sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen di Indonesia yang
mempunyai fungsi pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri secara terkoordinasi dan terintegrasi. Lembaga
ini dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2006 tentang Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
2. Pemerintah daerah
Universitas Sumatera Utara
Kondisi yang dialami oleh TKI menyebabkan perlunya disikapi oleh pemerintah daerah dengan menyusun sebuah kebijakan yang berbentuk Perda.
Sehubungan dengan pembentukan perda dimaksud, dibutuhkan suatu pemetaan kewenangan, prosedur dan substansi perda yang akan disusun. Keberadaan Perda
dimaksud mengatur tentang perlindungan dan pelayanan. Orientasi perlindungan mengarah pada upaya untuk meniadakan pelanggaran dan memberikan jaminan
kepastian atas perolehan hak-hak buruh migran. Sedangkan orientasi pelayanan mengarah pada penyederhanaan dan sebagai landasan legitimasi pelayanan yang
menjadi kewenangan otonom pemerintah daerah Selain itu juga, diharapkan agar perda mampu menjadi instrumen untuk
mengubah perilaku birokrasi dan masyarakat yang tidak ramah kepada buruh migran. Setidaknya ada dua hal yang bisa diraih pemerintah dengan adanya Perda
perlindungan ini. Pertama, meningkatkan Pendapatan Asli Daerah PAD yang dibuat secara rasional. Kedua, pelayanan dan perlindungan terhadap kepentingan buruh
migran terkait birokratisasi, mahalnya biaya pengurusan, calo, perdagangan orang trafficking dan lain-lain
Adanya Perda
berperspektif perlindungan, sangat
strategis dalam
meningkatkan perlindungan TKI, mengingat 80 persen akar permasalahan TKI yang mengemuka selama ini ada di dalam negeri dan berawal dari proses perekrutan di
desa. Dengan mewujudkan Perda tersebut, kita menggeser perspektif perlindungan, dari perlindungan yang berorientasi pada penanganan kasus TKI di luar negeri ke
Universitas Sumatera Utara
perlindungan yang lebih berorientasi pada pencegahan pengurangan terjadinya kasus. Ada tujuh persoalan yang dihadapi buruh migrant dan diantisipasi dalam Draft Perda
tersebut, yaitu: 1. Persoalan perekrutan tak sah,
2. Pendidikan dan pelatihan, 3. Pembiayaan,
4. Penanganan dan layanan bantuan hukum, 5. Reintegrasi,
6. Data base, dan 7. Pengurusan dokumen dengan mudah dan aman.
Dari tujuh itu, lima di antaranya adalah preventif, karena berada di dalam negeri. Pasal 92 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 mengatur bahwa:
1. Pengawasan terhadap penyelenggaraan penempatan dan
perlindungan TKI di luar negeri dilaksanakan oleh instansi
yang bertanggung
jawab di
bidang ketenagakerjaan Pemerintah, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupatenkota. 2.
Pengawasan terhadap penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri dilaksanakan oleh
Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan.
Universitas Sumatera Utara
3. Pelaksanaan pengawasan terhadap penyelenggaraan
penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2,
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Jika Pemerintah daerah diikutsertakan melalui instansi terkaitnya untuk turut
dalam pengawasan di Negara tujuan, maka sedikitnya akan terdapat dua . Pertama, terjadi penghamburan anggaran NegaraDaerah untuk memberangkatkan aparat
pemerintah daerah untuk berkeliling ke luar negeri dengan mata anggaran pengawasan pelaksanaan penempatan TKI. Pengawasan terhadap penempatan TKI
akan terkait dengan hubungan diplomatik antar Negara. Tentunya, aparat pemerintah daerah yang berangkat tidak akan dapat berkapasitas sebagai penentu hubungan
diplomatik. Kedua, pencantuman satuan pemerintahan daerah dalam pelaksanaan pengawasan penempatan yang demikian itu akan menjadikan ketentuan ini sebagai
hukum yang tidak hidup. Artinya, bahwa ketentuan ini tidak memenuhi asas dapat dilaksanakan.
3. Perwakilan RI