Peranan Pemerintah Dalam Pengawasan Perusahaan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri

(1)

PERANAN PEMERINTAH DALAM PENGAWASAN

PERUSAHAAN PELAKSANA PENEMPATAN

TENAGA KERJA INDONESIA

DI LUAR NEGERI

TESIS

Oleh :

LENI WIRANA HARAHAP

087005083

PROGRAM SEKOLAH PASCASARJANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis : Peranan Pemerintah Dalam Pengawasan Perusahaan

Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta Di Luar Negeri (Studi Pada PPTKIS Di Medan)

Nama Mahasiswa : Leni Wirana Harahap

Nomor Pokok : 087005083

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui : Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum) K e t u a

(Dr. Agusmidah, SH, M.Hum) (Dr. T. Keizerina Devi A., SH, CN, M.Hum) A n g g o t a A n g g o t a

Ketua Program Studi Ilmu Hukum D e k a n


(3)

Telah diuji pada :

Tanggal : 6 September 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum Anggota : 1. Dr. Agusmidah, SH, M.Hum

2. Dr. T. Keizerina Devi A., SH, CN, M.Hum 3. Prof. Dr. Sunarni, SH, M.Hum


(4)

PERANAN PEMERINTAH DALAM PENGAWASAN PERUSAHAAN PELAKSANA PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA

DI LUAR NEGERI ABSTRAK

Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) merupakan perusahaan yang diberikan kewenangan oleh pemerintah untuk melakukan penempatan tenaga kerja Indonesia yang akan bekerja di luar negeri. Pekerjaan perusahaan inilah yang sering jadi masalah. Banyak perusahaan yang illegal telah melakukan penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar neger. Hasilnya perlindungan yang didapatkan tidak diterima oleh si tenaga kerja. Beberapa korban perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia ilegal minta pemerintah membantu memulangkan rekannya yang masih tertahan di luar negeri, karena kondisi mereka memprihatinkan.

Adapun permasalahan yang akan dikemukakan dalam tesis ini adalah pengawasan pemerintah terhadap perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri,Bagaimana kendala dalam pengawasan terhadap tenaga kerja Indonesia dan sanksi hukum pada pelanggaran tugas perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri dan bagaimana kebijakan yang harus diterapkan dalam penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku, penerapan peraturan perundang-undangan. Sumber data berasal dari data primer dan data sekunder.

Hasil penelitian menunjukkan Pengawasan Pra Kerja Bentuk pengawasan pra kerja inisifatnya mempersiapkan antisipasi permasalahan yang akan datang. Sifatnya mengarahkan keadaan yang akan terjadi di masa datang, sebagai peringatan untuk tidak dilanggar. Pengawasan bentuk ini memberikan patokan kerja dan tidak memandori kerja. Pengawasan Semasa Kerja Pengawasan yang dilakukan pada saat tugas diselenggarakan, memungkinkan manajer melakukan perbaikan di tempat pada waktu penyimpangan diketahui. Perbaikan secara langsung sebelum penyimpangan terlalu jauh terjadi, yang mungkin akan sangat sukar meluruskannya, lebih menguntungkan pengawasan ini ialah supervisi. Supervisi langsung memungkinkan manajer melakukan tindakan koreksi langsung. Pengawasan Pasca Kerja Pengawasan dilakukan sesudah kegiatan atau pekerjaan berlangsung dan sudah berselang waktu yang lama. Kelemahannya ialah penyimpangan baru diketahui setelah pekerjaan seluruhnya selesai, sehingga tidak mungkin diperbaiki lagi.Kendala dalam pengawasan terhadap tenaga kerja Indonesia yang dilakukan oleh Pemerintah, apabila PPTKIS melakukan pelanggaran, terutama menyediakan fasilitas ala kadarnya di penampungan dan balai latihan kerja (BLK). Terlalu besarnya kewenangan pihak perusahaan (PPTKIS) mulai dari rekrutmen penempatan dan pemulangan sebenarnya sebagai suatu hal yang penuh dalam pelaksanaan perlindungan TKI. Dengan besarnya kewenangan yang diberikan kepada PPTKIS, terlihat kecenderungan tenaga kerja Indonesia tidak mendapat perlindungan yang memadai dan Masalah kelembagaan yang dihadapi adalah dualisme pelayanan TKI (BNP2TKI dan Depnakertrans) dan delegasi wewenang. Upaya yang dapat diberlakukan sehubungan dengan adanya kendala adalah mengubah image negative


(5)

di masyarakat. Memperkuat hubungan bilateral antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah negera penerima TKI, memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia dengan merealisasikan anggaran pendidikan.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis Panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan kasih karunia-Nya sehingga Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai gelar Magister Humaniora pada Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Univesitas Sumatera Utara, Medan.

Adapun judul Tesis penelitian ini adalah: “PERANAN PEMERINTAH

DALAM PENGAWASAN PERUSAHAAN PELAKSANA PENEMPATAN

TENAGA KERJA INDONESIA SWAATA DI LUAR NEGERI . Di dalam menyelesaikan Tesis ini, penulis mengucapka banyak terima kasih kepada Kedua

Orang tua penulis “Ayahanda Maralaung Harahap” dan “Ibunda Siti Asma Siregar”

yang telah memberikan dukungan baik secara materil maupun secara moril dan tak lupa penulis mengucapkan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat para Komisi pembimbing : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, Dr. Agusmidah.,SH, M.Hum, dan Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M. Hum. Dimana di tengah-tengah kesibukannya masih tetap meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, petunjuk, dan mendorong semangat penulis untuk menyelesaikan penulisan Tesis ini.

Perkenankanlah juga, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian studi ini, kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA(K) diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan.

2. Dekan Fakultas Hukum Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(7)

3. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Prof. Dr. H. Bismar Nasution, SH, MH, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum, sebagai Komisi Penguji, Sekaligus sebagai Sekretaris Ilmu Hukum penulis, yang telah meluangkan waktunya dan dengan penuh perhatian memberikan dorongan, bimbingan, saran kepada penulis. 5. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS., sebagai Komisi Penguji yang telah

meluangkan waktunya dan dengan penuh perhatian memberikan dorongan, bimbingan, saran dan masukan yang sangat penting kepada penulis.

6. Kepada Kekasih Hati penulis Muhammad Rizki Hidayat, SH, M.Hum yang telah banyak memberikan semangat kepada penulis dan selalu setia mendampingi penulis setiap saat.

7. Kepada Rekan-rekan di Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, Beserta seluruh Staff Ilmu Hukum terima kasih atas segala bantuan selama penulis mengikuti perkuliahan, semoga Allah Membalas kebaikan yang berlipat ganda, dan rekan-rekan kerja saya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis berharap semoga Tesis ini dapat memberi manfaat dan menyampaikan permintaan maaf yang tulus jika seandainya dalam penulisan ini terdapat kekurangan dan kekeliruan, penulis juga menerima kritik dan saran yang bertujuan serta bersifat membangun untuk menyempurnakan penulisan Tesis ini.

Medan, September 2010 Penulis,


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah... 7

C. Tujuan penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian... 8

E. Keaslian penelitian ... 9

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 11

1. Kerangka Teori... 11

2. Konsepsi ... 15

G. Metode Penelitian ... 17

1. Sifat penelitian... 17

2. Sumber data ... 17

3. Alat pengumpul data ... 18

4. Analisis Data ... 19

BAB II PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PERUSAHAAN PELAKSANA PENEMPATAN KERJA TENAGA INDONESIA SWASTA LUAR NEGERI A. Fungsi Pengawasan Pemerintah Secara Umum ... 20


(9)

B. Peran Pemerintah Dalam Penempatan TKI di Luar Negeri ... 27 C. Ekistensi Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja ... 33

D. Bentuk-bentuk Pengawasan Pemerintah Terhadap Perusahaan

Pelaksana Penempatan TKI di Luar Negeri ... 41 E. Pihak-pihak yang dikategorikan sebagai Pemerintah yang

Bertanggungjawab dalam Pengawasan ... 52

BAB III KENDALA PENGAWASAN TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA DAN SANKSI HUKUM PADA PELANGGARAN TUGAS PERUSAHAAN PELAKSANA PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA SWASTA LUAR NEGERI

A. Kendala Pemerintah dalam Melakukan Pengawasan Ketenaga

kerjaan ... 71

B. Ketentuan Hukum Pada Pelanggaran Tugas Perusahaan Pelaksana

Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta Luar Negeri ... 76

BAB IV KEBIJAKAN YANG HARUS DITERAPKAN DALAM PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA KE LUAR NEGERI

A. Sinergi Kinerja Antar Instansi ... 83 B. Penyederhanaan Prosedur Penempatan TKI di Luar Negeri ... 92

C. Penegakan Hukum dalam Pengawasan Perusahaan Penempatan

TKI ... 94

D. Perkuat Hubungan Diplomatik Khususnya Yang Menyangkut

TKI di Luar Negeri ... 95 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 99 B. Saran ... 100 DAFTAR PUSTAKA


(10)

PERANAN PEMERINTAH DALAM PENGAWASAN PERUSAHAAN PELAKSANA PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA

DI LUAR NEGERI ABSTRAK

Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) merupakan perusahaan yang diberikan kewenangan oleh pemerintah untuk melakukan penempatan tenaga kerja Indonesia yang akan bekerja di luar negeri. Pekerjaan perusahaan inilah yang sering jadi masalah. Banyak perusahaan yang illegal telah melakukan penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar neger. Hasilnya perlindungan yang didapatkan tidak diterima oleh si tenaga kerja. Beberapa korban perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia ilegal minta pemerintah membantu memulangkan rekannya yang masih tertahan di luar negeri, karena kondisi mereka memprihatinkan.

Adapun permasalahan yang akan dikemukakan dalam tesis ini adalah pengawasan pemerintah terhadap perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri,Bagaimana kendala dalam pengawasan terhadap tenaga kerja Indonesia dan sanksi hukum pada pelanggaran tugas perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri dan bagaimana kebijakan yang harus diterapkan dalam penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku, penerapan peraturan perundang-undangan. Sumber data berasal dari data primer dan data sekunder.

Hasil penelitian menunjukkan Pengawasan Pra Kerja Bentuk pengawasan pra kerja inisifatnya mempersiapkan antisipasi permasalahan yang akan datang. Sifatnya mengarahkan keadaan yang akan terjadi di masa datang, sebagai peringatan untuk tidak dilanggar. Pengawasan bentuk ini memberikan patokan kerja dan tidak memandori kerja. Pengawasan Semasa Kerja Pengawasan yang dilakukan pada saat tugas diselenggarakan, memungkinkan manajer melakukan perbaikan di tempat pada waktu penyimpangan diketahui. Perbaikan secara langsung sebelum penyimpangan terlalu jauh terjadi, yang mungkin akan sangat sukar meluruskannya, lebih menguntungkan pengawasan ini ialah supervisi. Supervisi langsung memungkinkan manajer melakukan tindakan koreksi langsung. Pengawasan Pasca Kerja Pengawasan dilakukan sesudah kegiatan atau pekerjaan berlangsung dan sudah berselang waktu yang lama. Kelemahannya ialah penyimpangan baru diketahui setelah pekerjaan seluruhnya selesai, sehingga tidak mungkin diperbaiki lagi.Kendala dalam pengawasan terhadap tenaga kerja Indonesia yang dilakukan oleh Pemerintah, apabila PPTKIS melakukan pelanggaran, terutama menyediakan fasilitas ala kadarnya di penampungan dan balai latihan kerja (BLK). Terlalu besarnya kewenangan pihak perusahaan (PPTKIS) mulai dari rekrutmen penempatan dan pemulangan sebenarnya sebagai suatu hal yang penuh dalam pelaksanaan perlindungan TKI. Dengan besarnya kewenangan yang diberikan kepada PPTKIS, terlihat kecenderungan tenaga kerja Indonesia tidak mendapat perlindungan yang memadai dan Masalah kelembagaan yang dihadapi adalah dualisme pelayanan TKI (BNP2TKI dan Depnakertrans) dan delegasi wewenang. Upaya yang dapat diberlakukan sehubungan dengan adanya kendala adalah mengubah image negative


(11)

di masyarakat. Memperkuat hubungan bilateral antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah negera penerima TKI, memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia dengan merealisasikan anggaran pendidikan.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri telah terjadi sejak jaman Hindia Belanda sekitar Tahun 1887, dimana banyak Tenaga Kerja Indonesia yang dikirimkan oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk bekerja sebagai kuli kontrak di Suriname, New Calidonia, Siam dan Serawak. Di samping itu, banyak pula Tenaga Kerja Indonesia yang secara tradisional berangkat ke luar negeri terutama ke Malaysia untuk bekerja, dan sampai sekarang banyak di antara mereka yang menetap di sana.21

Berada di dalam penampungan menunggu keberangkatan ke luar negeri sampai selama berada di luar negeri, ada kalanya sebagian dari Tenaga Kerja Indonesia menghadapi masalah yang merugikan Tenaga Kerja Indonesia tersebut.22 Pemerintah Republik Indonesia mencatat bahwa pada Tahun 2007 dan 308.000 TKI yang ditempatkan diberbagai negara, sekitar 12,60% TKI mengalami berbagai masalah. Masalah yang mereka hadapi umumnya merupakan masalah yang klasik yang selama ini biasa dihadapi oleh TKI pada tahun-tahun sebelumnya, seperti sakit bawaan, PHK sepihak, tindak kekerasan, gaji tidak dibayar dan lainnya yang merugikan TKI Dan keseluruhan kasus yang telah dihimpun, maka sekitar 96%

21

Agusmidah, Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Medan: USU Press, 2010), hal.81.

22 Erman Suparno, “Kebijakan dan Strategi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar


(13)

permasalahan dialami oleh TKI yang bekerja dalam sektor non formal, yakni TKI yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan pengasuh bayi.

Secara garis besar, permasalahan yang sering dikeluhkan oleh Tenaga Kerja Indonesia asal Sumatera Utara di luar negeri dapat dikategorikan sebagai benkut:

1. Gaji tidak dibayar

2. Penganiayaan

3. Pelecehan seksual

4. Permasalahan domestik (asmara, perkawinan, dan lain-lain) 5. Pekerjaan tidak sesuai perjanjian kerja (PK)

6. Putus Komunikasi

7. PHK Sepihak

8. Kecelakaan Kerja

9. Dokumen tidak lengkap

10. Sakit akibat kerja 11. Sakit biasa

12. Meninggal

13. Kriminal

14. Perkelahian sesama teman

15. Tidak disiplin/tidak mentaati aturan kerja.23

Silih berganti kejadian dan peristiwa telah diberitakan di media televisi dan majalah, mulai dari penganiayaan Tenaga Kerja Indonesia, pemulangan, pelecehan seksual, bahkan sampai pada hukuman penjara atas Tenaga Kerja Indonesia seperti yang terjadi di Arab Saudi, Malaysia, Singapura, Taiwan, Hongkong dan negara lainnya. Melihat kasus-kasus yang telah terjadi, maka dapat dianalisa secara perlahan-lahan mengenai permasaperlahan-lahan Tenaga Kerja Indonesia ini.

1. Lapangan tenaga kerja dalam negeri yang kurang. Inilah yang

menyebabkan begitu banyaknya tenaga kerja Indonesia yang berbondong-bondong ke luar negeri, meskipun mungkin dengan taruhan nyawa.

23Tengku Keizerina Devi A, “Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia

Asal Sumatera Utara Di Luar Negeri, makalah Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2008, hal. 8


(14)

Meskipun dengan dokumentasi yang tidak lengkap. Hal ini terjadi karena sektor industri yang ada belum mampu menyerap seluruh tenaga kerja yang ada di Indonesia, sehingga banyak sekali terjadi pengangguran di sana sini.

2. Upah buruh yang terlalu kecil. Dari berbagai survei tentang masalah tenaga kerja yang bisa dilihat dari televisi dan dari majalah disebutkan bahwa upah buruh yang ada di Indonesia paling murah, dibandingkan negara-negara Asia lainnya. Upah yang sangat kecil ini jelas sekali sangat tidak mencukupi kebutuhan keluarga, di mana semua harga barang-barang yang ada selalu naik setiap tahunnya. Jadi upah ini jelas berbanding terbalik dengan pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk mencukupi kebutuhan keluarga.

3. Oknum Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta

(PPTKIS). Masih banyaknya Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang tidak mendapat izin dari Departemen Tenaga Kerja (Depnaker), sehingga menyebabkan aliran Tenaga Kerja Indonesia tidak terkontrol. Akibatnya bisa ditebak, banyak kasus-kasus pemulangan Tenaga Kerja Indonesia yang tidak lengkap surat-suratnya alias ilegal.

4. Kurangnya perhatian dari pemerintah. Pemerintah sebagai pelaku dan pelaksana pemerintahan dirasakan sangat kurang sekali perhatiaannya atas nasib para tenaga kerja ini.24

Dari keempat analisa penyebab terus adanya masalah dengan tenaga kerja di Indonesia, maka dapat dilihat bahwa sebenarnya permasalahan itu semua bersumber pada masalah dari dalam negeri Indonesia sendiri. Jelas di sini ada masalah ekonomi, pemerintahan dan sosial (politik) yang terjadi. Salah satu penyebab yang menjadi sorotan adalah oknum PPTKIS yang bekerja di luar ketentuan undang-undang atau malah lemahnya perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan tenaga kerja Indonesia.

Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) merupakan perusahaan yang diberikan kewenangan oleh pemerintah untuk melakukan

24 Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, “

Kajian Analisa dan Evaluasi Perlindungan HAM Bagi Tenaga Kerja Berdasarkan UU No. 13 2003 tentang Ketenagakerjaan”, Artikel Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, E Portal, Kamis, 04 Februari 2010.


(15)

penempatan tenaga kerja Indonesia yang akan bekerja di luar negeri. Pekerjaan perusahaan inilah yang sering jadi masalah. Banyak perusahaan yang illegal telah melakukan penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Hasilnya perlindungan yang didapatkan tidak diterima oleh si tenaga kerja. Beberapa korban perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia ilegal minta pemerintah membantu memulangkan rekannya yang masih tertahan di luar negeri, karena kondisi mereka memprihatinkan.

Persoalan buruh migran sangat kompleks karena (menyangkut) peran pemerintah dalam membuat perlindungan. Seandainya mekanisme perlindungan yang dibuat negara kepada masyarakat, terutama buruh migran, lebih berorientasi pada perlindungan, mungkin persoalan buruh migran akan teratasi. Persoalan timbul sejak pemberangkatan, saat pulangpun sarat dengan persoalan. Persoalan yang paling mendasar mengapa masyarakat di wilayah pedesaan atau daerah terpencil berimigrasi, tidak lepas dari ketidakmampuan negara menjalankan fungsinya untuk mewujudkan kesejahteraan. 25

Jumlah TKI bermasalah memang terus meningkat. Pengawasan terhadap Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) masih sangat lemah. Hal tersebut terjadi karena adanya dualitas lembaga yang mengurusi TKI, BNP2TKI dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans). Sesuai dengan UU No. 39 Tahun 2004, pihak yang mengurusi permasalahan TKI adalah BNP2TKI. Berdasarkan pasal 95 UU No. 39 Tahun 2004, BNP2TKI berfungsi melaksanakan

25Dina Nuryati, “Negara Belum Melindungi Buruh Migran,” http:/ /www.


(16)

kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri. Namun saat ini, BNP2TKI menangani sebagian wilayah penempatan, seperti Selandia Baru, Hong Kong, Taiwan, dan beberapa daerah di Timur Tengah. Saat ini, UU tersebut sedang menjalani revisi oleh DPR. 26 Berbagai problem TKI di luar negeri yang kerap terjadi dan menempatkan TKI sebagai objek penderita, akibat dari pekerjaan PPTKIS yang tidak baik. Kalau diidentifikasi, problem perekrutan TKI masih seputar pemalsuan kartu tanda penduduk (KTP), pemalsuan tempat pembuatan KTP, pemalsuan hasil pemeriksaan kesehatan, dan pemalsuan paspor. Proses pelatihan, penampungan, dan pemberangkatan, sampai pemulangan pun tidak luput dari masalah. Masalah-masalah ini terjadi karena posisi calon tenaga kerja Indonesia yang sama sekali tidak mengerti dan perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia tidak bekerja sebagaimana mestinya.

Hasil suatu kajian di Arab dan Hongkong pada Tahun 2005, hampir 90 persen TKI tidak pernah mengikuti pelatihan (training). Bisa juga pelatihan dilakukan, tetapi uji kompetensi dan sertifikasinya tidak layak.27 Hal ini bisa terjadi juga karena lemahnya pengawasan pemerintah terhadap perusahaan penempatan TKI. Berdasarkan hasil inspeksi mendadak (sidak) Satuan Tugas (Satgas) Pemantauan dan Pengawasan Penempatan/Perlindungan TKI Kemennakertrans, beberapa waktu lalu, beberapa PPTKIS bahkan diketahui tidak menyediakan tempat pelatihan, tempat

26 Ibid

27Mahi M. Hikmat, “Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia”, http://www.ahmad

heryawan.com/opini-media/ekonomi-bisnis/4743-permasalahan-tki.html, diakses tanggal 15 Maret 2010.


(17)

makan, sarana MCK, serta tempat tidur yang layak bagi calon TKI. Hingga saat ini,

Ditjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) dan satgas

Kemennakertrans melakukan audit manajemen seluruh PPTKIS/PPTKIS di Indonesia yang jumlahnya 500 perusahaan. Audit ini dilakukan untuk mengetahui kondisi riil tempat pelatihan calon TKI, fasilitas penampungan, termasuk dokumen perizinan.28

Pemerintah pun harus berkomitmen melindungi Tenaga Kerja Indonesia selain membuat kebijakan untuk pemberangkatan tenaga kerja Indonesia. Selain itu, pemerintah pun harus menindaklanjuti dengan tindakan nyata, misalnya, peningkatan kualitas Tenaga Kerja Indonesia, peningkatan status menuju Tenaga Kerja Indonesia formal, pembelaan hukum, mempererat kerja sama (MoU) dengan negara tujuan, meningkatkan kerja sama pusat dan daerah, dan tindakan lainnya yang mendukung makin minimnya problem Tenaga Kerja Indonesia.

Instansi yang berwenang harus memberi prioritas khusus agar bisa bekerja dengan lancar baik dari proses di dalam negeri sampai ke negara tujuan. Dalam hal ini siapa yang berhak menempatkan TKI di luar negeri pun masih menjadi tarik ulur antara BNP2TKI dan Depnakertran melalui Ditjen Binapenta. Sejak pada bulan terbentuknya Oktober 2007 Ditjen Binapenta tak jauh fungsinya dengan BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia).

28Andrian, “Langgar Aturan, 7

PPTKIS Diskrors“, http://www.suarakarya-online.com/ news.html?id=250055, diakses tanggal 29 Agustus 2010.


(18)

Jadi, pada dasarnya permasalahan terhadap Tenaga Kerja Indonesia ini merupakan masalah bersama, baik itu dari masyarakat ataupun dari pemerintah harus bersama-sama kerja sama dan sama-sama kerja dalam menanggulangi masalah ini, supaya kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi lebih baik lagi. Dan juga diharapkan pemerintah bisa lebih serius mengamati berbagai macam masalah Tenaga Kerja Indonesia ini. Biar slogan Tenaga Kerja Indonesia sebagai pahlawan devisa tidak hanya sebagai wacana saja.

Dalam upaya perlindungan Tenaga Kerja Indonesia telah dibentuk Badan Koordinasi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia tanggal 16 April 1999 melalui Keppres No. 29 Tahun 1999. Keanggotaan Badan Kordinasi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BKPTKI) terdiri dari sembilan instansi terkait lintas sektoral untuk meningkatkan program Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PTKLN) sesuai dengan lingkup tugas masing-masing.

Sekalipun, Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, ini bukanlah jaminan bahwa persoalan perlindungan tenaga kerja secara serta merta telah terpenuhi. Masih ada beberapa kendala yang masih melilit pelaksanaan perlindungan TKI di luar negeri.

Pengawasan terhadap penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang


(19)

Kabupaten/Kota. Sebagai tindak lanjut dari ketentuan ini, Instansi yang melaksanakan pengawasan tersebut wajib melaporkan hasil pelaksanaan pengawasan terhadap pelaksanaan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri yang ada di daerahnya sesuai dengan tugas, fungsi dan wewenangnya kepada Menteri. Dalam ketentuan tersebut tidak ditegaskan apakah penyelenggaraan penempatan yang dimaksud diartikan mulai dari pra penempatan, penempatan, dan purna penempatan, atau diartikan secara khusus pada penempatan dalam arti ketika TKI sudah berada di negara tujuan pengiriman. Ketidakjelasan ini berisiko jika diartikan sebagai penempatan dalam arti yang disebutkan terakhir.

Berdasarkan alasan-alasan di atas maka disusun penelitian dengan judul:

”Peranan Pemerintah Dalam Pengawasan Perusahaan Pelaksana Penempatan Tenaga

Kerja Indonesia Swasta Di Luar Negeri.”

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan gambaran latar belakang tersebut di atas, maka penulis dapat merumuskan beberapa masalah, yaitu:

1. Bagaimana pengawasan pemerintah terhadap perusahaan pelaksana penempatan

tenaga kerja Indonesia di luar negeri?

2. Bagaimana kendala dalam pengawasan terhadap tenaga kerja Indonesia dan sanksi hukum pada pelanggaran tugas perusahaan pelaksana penempatan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri?


(20)

3. Bagaimana kebijakan yang harus diterapkan dalam penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri?


(21)

C.Tujuan Penelitian

Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengawasan pemerintah terhadap perusahaan pelaksana

penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.

2. Untuk mengetahui kendala dalam pengawasan terhadap tenaga kerja Indonesia dan sanksi hukum pada pelanggaran tugas perusahaan pelaksana penempatan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri.

3. Untuk mengetahui kebijakan yang harus diterapkan dalam penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.

D.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat antara lain : 1. Secara teoritis

a. Sebagai bahan informasi bagi akademisi maupun sebagai bahan

perbandingan bagi para peneliti yang hendak melaksanakan penelitian tentang peranan pemerintah terhadap perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.

b. Sebagai bahan bagi pemerintah Republik Indonesia dalam penyempurnaan peraturan Perundangan-undangan tentang pengaturan ketenagakerjaan, khususnya yang berkaitan dengan peranan pemerintah terhadap perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja.


(22)

c. Memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum, terutama hukum ketenagakerjaan Indonesia.

2. Secara praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan permasalahan seputar perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.

E.Keaslian Penelitian

Penelitian ini difokuskan untuk meneliti tentang peran pemerintah terhadap perusahaan pelaksana penempatan tanaga kerja Indonesia, terutama lembaga-lembaga yang telah menimbulkan kerugian terhadap kepentingan tenaga kerja Indonesia.

Berdasarkan penelusuran kepustakaan dari hasil-hasil penelitan yang pernah dilakukan, khususnya di Universitas Sumatera Utara, penelitian mengenai lembaga-perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja di Indonesia sudah dilakukan, yaitu oleh Besty Habahaean, dengan judul : Peranan Perjanjian Antara Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PPTKIS) dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kota Medan, dengan perumusan masalah:

a. bagaimanakah bentuk perjanjian yang dibuat oleh Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PPTKIS) dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kota Medan ?

b. Bagaimanakah hak dan kerwajiban para pihak dengan adanya

perjanjian tersebut ?

c. Bagaimanakah peranan perjanjian terhadap Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PPTKIS) dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI)


(23)

Namun penelitian mengenai Peranan Pemerintah Dalam Pengawasan Perusahaan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta Di Luar Negeri, belum pernah dilakukan, baik dari segi judul, permasalahan dan lokasi serta daerah penelitian yang belum pernah dilakukan oleh peneliti lain, maka berdasarkan hal tersebut, maka dengan demikian, penelitian ini adalah asli, serta dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka teori

Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori.29 Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.30 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis si penulis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.31

Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa setiap warganegara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Selama ini, Pemerintah Indonesia sudah mengatur masalah

29

Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1982), hal. 6

30

Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis, Edisi 1, (Yogjakarta: Andi, 2006), hal. 6

31


(24)

perlindungan terhadap tenaga kerjanya di luar negeri, baik yang skala nasional maupun internasional. Sementara itu, selain berhak memperoleh pekerjaan, Pasal 38 ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia lebih menegaskan lagi bahwa warga negara juga berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya.

Perlindungan hukum tenaga kerja, ditinjau dari metode berpikir Liberalisme32, maka perlindungan hukum dapat diprediksi merupakan perlindungan terhadap hak rakyat yang berdaulat. Hak rakyat yang berdaulat sama halnya dengan hak-hak asasi rakyat yang harus dikedepankan karena kedaulatan milik rakyat.

Bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

Dengan demikian akan tampak titik temu dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik, di antaranya partisipasi masyarakat, yang dapat diakomodasi dalam politik hukum. Dalam hubungannya dengan hak-hak asasi TKI, dapat dimengerti jika Mette Kjoer dan Klavs Kinnerup mengatakan bahwa secara

32 Budi Astuti, Sertifikasi Uji Kompetensi Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Indonesia/Tenaga Kerja Wanita Pelaksana Rumah Tangga .(Tesis,Semarang: Universitas Diponegoro). Hal. 7.


(25)

konseptual akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan akan sejalan dengan hak asasi manusia.33

Problem yang dialami oleh TKI di luar negeri pada dasarnya terletak pada persoalan perlindungan oleh negara ini terhadap warganya di luar negeri. Perlindungan TKI yang meliputi perlindungan sejak pra penempatan, selama penempatan dan purna penempatan, belum terlaksana secara optimal. Masa Pra Penempatan meliputi fungsi sosialisasi pengrekrutan calon TKI tidak optimal dilaksanakan, sehingga berakibat rendahnya kesiapan TKI. Umumnya calon TKI yang berpendidikan rendah, kurang mampu menerima materi pelatihan dan pembekalan akhir pemberangkatan (PAP), akibatnya tidak paham atas hak dan kewajiban selama menjadi TKI.

Aspek perlindungan terhadap penempatan tenaga kerja di luar negeri sangat terkait pada sistem pengelolaan dan pengaturan yang dilakukan berbagai pihak yang terlibat pada pengiriman tenaga kerja Indonesia keluar negeri. Untuk langkah penempatan tenaga kerja di luar negeri, Indonesia telah menetapkan mekanisme melalui tiga fase tanggung jawab penempatan yakni fase pra penempatan, selama penempatan dan purna penempatan.

Aspek hukum ketenagakerjaan34 harus selaras dengan perkembangan

ketenagakerjaan saat ini yang sudah sedemikian pesat, sehingga substansi kajian

33

Alfreddson, dikutip oleh Amrullah A. Politik Hukum Pidana Dalam Perlindungan Korban Kejahatan Ekonomi Di Bidang Perbankan. (Malang: 2000), hal. 3.

34

Aris Ananta, Liberalisasi ekspor dan impor Tenaga Kerja suatu pemikiran awal, (Yogyakarta: Pusat Penelitia Kependudukan UGM, 1996), hal. 245.


(26)

hukum ketenagakerjaan tidak hanya meliputi hubungan kerja kerja semata, akan tetapi telah bergeser menjadi hubungan hukum antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah yang substansi kajian tidak hanya mengatur hubungan hukum dalam hubungan kerja (during employment), tetapi setelah hubungan kerja (post employment). Konsepsi ketenagakerjaan inilah yang dijadikan acuan untuk mengkaji perangkat hukum yang ada sekarang, apakah sudah meliputi bidang- bidang tersebut atau belum.

Penempatan dan perlindungan calon TKI/TKI berasaskan keterpaduan, persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, anti diskriminasi serta anti perdagangan manusia.35 Penempatan dan perlindungan calon TKI/TKI bertujuan untuk 1) memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi; 2) menjamin dan melindungi calon TKI/TKI sejak di dalam negeri, di negara tujuan, sampai kembali ke tempat asal di Indonesia; dan 3)

meningkatkan kesejahteraan TKI dan keluarganya.Guna melindungi calon TKI/TKI,

orang perseorangan dilarang menempatkan warga negara Indonesia untuk bekerja di luar negeri. Dianggap sebagai perbuatan menempatkan, setiap perbuatan dengan sengaja memfasilitasi dan mengangkut atau memberangkatkan warga negara Indonesia untuk bekerja pada pengguna di luar negeri baik dengan memungut biaya maupun tidak, dari yang bersangkutan.

35

Mohd. Syaufii Syamsuddin, Norma Perlindungan Dalam Hubungan Industrial, (Jakarta: Sarana Bhakti Persada, 2004), hal. 34.


(27)

2. Konsepsi

Konsepsi yang akan diajukan sesuai dengan judul penelitian adalah:

Peranan berasal dari kata peran. Peran memiliki makna yaitu seperangkat tingkat diharapkan yang dimiliki oleh yang berkedudukan di masyarakat. Sedangkan peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilksanakan.36

Pemerintah yang dimaksud dalam penelitian ini sesuai dengan isi Pasal 1 angka 16 Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 adalah Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indoensia yang terdiri dari Presiden, beserta para Menteri.

Pengawasan adalah merupakan aktivitas membandingkan apa yang sedang dan sudah dilakukan dengan apa yang sudah direncanakan atau aturan-aturan yang ada. Pengawasan pemerintahan adalah pengawasan yang dilakukan terhadap pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik. Pada dasarnya pengawasan adalah salah satu fungsi dasar manajemen yaitu kontrol. Sebagai fungsi ketiga dari manajemen, bukan berarti bahwa pengawasan baru dilakukan setelah fungsi perencanaan dan pelaksanaan tetapi pengawasan harus dilakukan sejak tahap perencanaan sampai dengan pelaksanaan.37

Pasal 1 angka 4 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep. 101/Men/VI/2004 tentang Tata Cara Perizinan

Perusahaan Penyalur Pekerja/Buruh menyebutkan “Perusahaan penyalur adalah

36

W. J. S. Perwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), hl. 891.

37“Hukum Tata Pemerintahan”, http://pustaka.ut.ac.id/puslata/ online.php? menu=


(28)

perusahaan berbadan hukum yang dalam kegiatan usahanya menyediakan jasa

pekerja/buruh untuk dipekerjakan di perusahaan pemberi pekerjaan”

Dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 angka 2 disebutkan bahwa

tenaga kerja ialah: “Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Buruh/pekerja disebutkan dalam Pasal 1 angka 3

Undang-undang No. 13 Tahun 2003 yaitu: ”Setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”.

Dari pengertian di atas makna tenaga kerja adalah sangat luas mencakup

“semua penduduk dalam usia kerja baik yang sudah bekerja maupun yang mencari pekerjaan.”38

Jadi pekerja adalah bagian dari tenaga kerja, dalam hal ini bagi mereka yang sudah mendapat pekerjaan.

Pelaksana penempatan TKI swasta (PPTKIS) menurut Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 adalah badan hukum yang telah memperoleh izin tertulis dari Pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan penempatan TKI di luar negeri.39

Perlindungan hukum adalah perlindungan menurut hukum dan undang-undang yang berlaku.40

G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian

38Ibid,

hal. 85.

39

Lihat, Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 39 2004.

40“Apa Arti Perlindungan Hukum?”, http://www.microsoft.com/isapi/ redir.dan lain

-lain?prd= ie& pver=6&ar=Clinks, diakses tanggal 05 April 2010.


(29)

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Deskriptif karena dalam penelitian ini akan dipaparkan terutama untuk mengkaji dan memaparkan fungsi pengawasan dalam pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Bersifat analistis, karena terhadap data yang diperoleh itu dilakukan analistis data secara kualitatif.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ialah pendekatan yuridis sosiologis, yaitu pendekatan yang mengidentifikasi pola hubungan antara penegak hukum dan pemegang kekuasaan di satu pihak serta masyarakat umum di lain pihak, terhadap peranan pemerintah dalam mengawai kinerja perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta. Secara sosiologis akan dilihat apakah perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swata melaksanakan kewenangannya dengan baik sehubungan penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.

2. Sumber Data

Sebagai penelitian hukum normatif, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek telahaan penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan, buku, tulisan ilmiah dan karya-karya ilmiah lainnya. Penelitian kepustakaan (library research) dalam penelitian ini


(30)

ditekankan pada pengambilan data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan berupa :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum berupa peraturan

perundang-undangan, berupa Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan obyek penelitian.

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, berupa hasil penelitian para ahli, hasil karya ilmiah, buku-buku ilmiah.

c. Bahan hukum tertier, kamus hukum, kamus ekonomi, kamus bahasa Inggris, Indonesia, Belanda, dan artikel-artikel lainnya baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri, baik yang berdasarkan civil law maupun common law yang bertujuan untuk mendukung bahan hukum primer dan sekunder.

3. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpul data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Studi Dokumen

Seluruh data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan mempergunakan studi dokumen sebagai alat pengumpul data. Penelitian pustaka dimaksud merupakan penelitian bahan hukum primer yaitu peraturan


(31)

perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum ketenagakerjaan, khususnya tentang tenaga kerja Indonesia di luar negeri.

b. Pedoman wawancara

Wawancara dilakukan peneliti terhadap pelaksana Penempatan TKI swasta Medan dan Dinas sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan.

4. Analisis Data

Semua data yang telah diperoleh dari bahan pustaka serta data yang diperoleh dilapangan dianalisa secara kualitatif. Metode analisa yang dipakai adalah metode deduktif. Melalui metode deduktif, data sekunder yang telah diuraikan dalam tinjauan pustaka secara komparatif akan dijadikan pedoman dan dilihat pelaksanaanya dalam melihat Peran Pemerintah terhadap perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta di luar negeri. Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dianalisa

dengan cara “kualitatif, selanjutnya dilakukan proses pengolahan data. Setelah selesai pengolahan data baru ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif.41

41

Sutandyo Wigjosoebroto, Apakah Sesungguhnya Penelitian Itu, Kertas Kerja, Universitas Erlangga, Surabaya, Halaman 2. Prosedur Deduktif yaitu Bertolak dari Suatu Proposisi Umum yang kebenarannya telah diketahui dan diyakini dan berakhir pada satu kesimpuan yang bersifat lebih khusus. Pada prosedur ini kebenaran pangkal merupakan kebenaran ideal yang bersifat aksiomatik (Self Efident) yang esensi kebenarannya sudah tidak perlu dipermasalahkan lagi.


(32)

BAB II

PENGAWASAN PEMERINTAH TERHADAP PERUSAHAAN PELAKSANA PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA SWASTA DI LUAR

NEGERI

A. Fungsi Pengawasan Pemerintah Secara Umum

Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri beserta peraturan pelaksananya maupun ratifikasi sejumlah konvensi PBB. Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menjamin dan melindungi hak asasi warga negaranya, baik yang bekerja di dalam maupun di luar negeri. Semua berdasarkan prinsip persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial, serta kesetaraan dan keadilan gender.42

Mengacu kepada pasal di atas, maka Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 seharusnya harus mampu memberikan perlindungan hukum bagi warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri, khususnya untuk memperoleh kemudahan pelayanan penempatan yang akurat dan tetap mengutamakan keselamatan TKI dari semua aspek.43

Sebagai bagian dari sistem pemerintahan yang lebih besar, pemerintahan daerah menjadi ujung tombak pelaksanaan kewajiban tersebut terhadap masyarakat

42 Muhaimin, “Perlindungan Buruh Migran harus Dijamin, ” http://bataviase

.co.id/content/perlindungan-buruh-migran-harus-dijamin. diakses tanggal 30 Maret 2010.


(33)

lokal di daerahnya.44 Pergaulan antara manusia sebagai anggota masyarakat saling mempunyai kepentingan ada yang sama dan ada yang bertentangan antara satu sama lain.

Dalam konteks pertentangan kepentingan masyarakat ini akan menimbulkan persoalan wajar dan tidak wajar, patut dan tidak patut, yang pada akhirnya pertentangan kepentingan ini dapat melanggar hak anggota masyarakat. Hal ini dapat terjadi dalam kegiatan sosial dan kegiatan-kegiatan ekonomi perusahaan karena itu perangkat hukum diperlukan untuk menciptakan dan melindungi hak anggota masyarakat.45

Holland yang dikutip oleh Wise, Percy M. Winfield dan Bias, bahwa tujuan hukum adalah menciptakan dan melindungi hak-hak (legal rights). Jadi perusahaan harus memperhatikan kepentingan hak orang lain dalam pergaulan hidup masyarakat, terutama kaum buruh, sebab perkembangan perangkat hukum untuk menciptakan dan melindungi hak manusia sebagai anggota masyarakat terus mengalami perkembangan dalam kegiatan ekonomi perusahaan sejalan dengan perkembangan masyarakat yang berperan menampung kebutuhan masyarakat yang berkepentingan (stakeholder) dari

perusahaan.46

44

Perwira, I. Tanggung Jawab Negara Dalam Pemenuhan Hak Atas Kesehatan Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Bandung: Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran, 2009, hal. 89.

45

Bismar Nasution, Hukum Perusahaan, Program Magister Ilmu Hukum, Program Pasca Sarjana, (Medan: USU Press), 2003, hal. 1.

46Ibid


(34)

Menurut Manullang, 47 pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana-rencana semula. Pendapat ahli lain, pengawasan adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan kerja dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan serta mengambil tindakan.48 koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan

Pengawasan dapat dilakukan dengan cara pengawasan preventif (preventive controlling) dan pengawasan korektif (corrective controlling). Pengawasan preventif adalah pengawasan yang mengantisipasi terjadinya penyimpangan-penyimpangan, sedangkan pengawasan korektif dapat dijalankan apabila hasil yang dinginkan terdapat banyak variasi. Pengawasan itu dapat dilakukan pada bidang-bidang produksi, waktu, kegiatan manusia, maupun keuangan.

Pengawasan di bidang ketenagakerjaan sangat penting sebagai salah satu instrumen untuk mewujudkan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan Undang-undang Dasar Tahun 1945. Adapun fungsi pengawasan oleh pemerintah akan semakin penting pada masyarakat industri modern, sebagai mana

47

Sedjun Manullang, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, (Jakarta: Rhineka Cipta, 1995), hal. 34

48


(35)

diungkapkan oleh Rudolf Maerker dan Christian Uhlig karena persoalan-persoalan ketenagakerjaan akan mengarah kepada persetujuan-persetujuan yang ditetapkan antara lain pekerja dan pengusaha.49

Menurut Ranupandojo tujuan pengawasan adalah mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki.50

Soekarno dalam Gouzali Saydam mengemukakan tujuan pengawasan antara lain adalah:

1. Untuk mengetahui apakah suatu kegiatan sudah berjalan sesuai dengan rencana. 2. Untuk mengetahui apakah suatu kegiatan sudah sesuai dengan instruksi.

3. Untuk mengetahui apakah kegiatan telah berjalan efisien.

4. Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan dan kelemahan-kelemahan dalam

kegiatan.

5. Untuk mencari jalan keluar bila ada kesulitan, kelemahan atau kegagalan kearah perbaikan. 51

Tujuan utama dari pengawasan ialah mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan. Untuk dapat benar-benar merealisasi tujuan utama tersebut, maka pengawasan pada taraf pertama bertujuan agar pelaksanaan pekerjaan

49

Agusmidah, ”Fungsi Pengawasan Pemerintah terhadap Perlindungan Penempatanpada Perusahaan Industri di Kabupaten Deli Serdang,” (Tesis , Medan: Universitas Sumatera Utara) hal. 78.

50

Ranupandojo, Heidjrachman. Tanya Jawab Manajemen. (Yogyakarta: AMP YKPN, 1990), hal. 109

51

Gouzali Saydam, Soal Jawab Manajemen dan Kepemimpinan. (Jakarta: Djambatan, 1993), hal.197


(36)

ssesuai dengan instruksi yang telah dikeluarkan, dan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pelaksanaan rencana

berdasarkan penemuan-penemuan tersebut dapat diambil tindakan untuk

memperbaikinya, baik pada waktu itu maupun waktu-waktu yang akan datang.52

Bentuk-bentuk atau tipe pengawasan menurut Hamdan Mansoer sebagai berikut:

1. Pengawasan Pra Kerja

Bentuk pengawasan pra kerja ini sifatnya mempersiapkan antisipasi permasalahan yang akan datang. Sifatnya mengarahkan keadaan yang akan terjadi di masa datang, sebagai peringatan untuk tidak dilanggar. Pengawasan bentuk ini memberikan patokan kerja dan tidak memandori kerja.

2. Pengawasan Semasa Kerja

Pengawasan yang dilakukan pada saat tugas diselenggarakan, memungkinkan manajer melakukan perbaikan di tempat pada waktu penyimpangan diketahui. Perbaikan secara langsung sebelum penyimpangan terlalu jauh terjadi, yang mungkin akan sangat sukar meluruskannya, lebih menguntungkan pengawasan ini ialah supervisi. Supervisi langsung memungkinkan manajer melakukan tindakan koreksi langsung pula.

52

M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen. (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2004), hal. 173


(37)

3. Pengawasan Pasca Kerja

Pengawasan dilakukan sesudah kegiatan atau pekerjaan berlangsung dan sudah berselang waktu yang lama. Kelemahannya ialah penyimpangan baru diketahui setelah pekerjaan seluruhnya selesai, sehingga tidak mungkin diperbaiki lagi. 53

Secara teoritis, ada tiga cara pokok untuk menciptakan kesempatan kerja atau berusaha dalam jangka panjang. Cara pertama adalah dengan memperlambat laju pertumbuhan penduduk yang diharapkan dapat menekan laju pertumbuhan sisi penawaran tenaga kerja. Tetapi seperti dikemukakan di atas, cara ini tidak memadai bagi Indonesia karena angka kelahiran memang tidak relatif rendah dan dampaknya terhadap pertumbuhan tenaga kerja kurang signifikan dalam jangka pendek. Cara kedua adalah dengan meningkatkan intensitas pekerja dalam menghasilkan output (labour intensity of output).54 Tetapi dalam jangka panjang, cara ini tidak selalu berhasil karena tidak selalu kondusif bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.

Cara ketiga adalah melalui pertumbuhan ekonomi. Cara ini bukan tanpa kualifikasi karena secara empiris terbukti bahwa pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja tidak terdapat hubungan otomatis atau niscaya, tetapi justru tantangannya menjadi riil, karena hubungan yang tidak otomatis itu, maka peranan pemerintah menjadi strategis dan krusial untuk merancang strategi pertumbuhan

53

Hamdan Mansoer, Pengantar Manajemen. (Jakarta: Depdikbud, 1989). hal. 115

54 Rencana Tenaga Kerja Nasional 2004-2009,

http://www.tempointeraktif.com/ hg/narasi/ 2004/06/13/nrs,20040613-01,id.html, Minggu, 13 Juni 2004 00:18 WIB


(38)

ekonomi yang tinggi, tetapi juga "ramah" terhadap ketenagakerjaan (employment -

friendly - growth).55

Undang-Undang Dasar 1945 telah menggariskan bahwa negara

bertanggungjawab untuk menjaga kehormatan dan harta benda warga negaranya yang berada di luar wilayah Republik Indonesia. Amanah Undang-Undang Dasar ini sangat relevan untuk direnungkan oleh setiap orang yang menjadi penyelenggara negara, terutama dalam konteks globalisasi ekonomi, dimana banyak Warga Negara Indonesia bekerja atau mencari kehidupan di luar negeri.56

Dalam melaksanakan perlindungan Warga Negara Indonesia di luar negeri khususnya Tenaga Kerja Indonesia (TKI), negara membuka hubungan konsuler (consular relation) dengan banyak negara lain. Namun dalam pelaksanaannya, hubungan konsuler lebih dititik beratkan pada upaya memajukan hubungan dagang Indonesia dengan negara lain. Sedangkan perlindungan TKI masih terkebelakang, walaupun TKI merupakan salah satu sumber devisa negara. Perlindungan TKI hanya bersifat responsif ketimbang struktural dan sistematis. Pada umumnya, perlindungan TKI hanya dilakukan apabila masalah-masalah yang dialami TKI telah menjadi berita di media masa.

Dengan terungkapnya beberapa kasus besar TKI di negara tetangga Malaysia dan Singapura serta di beberapa negara Timur Tengah, khususnya Arab Saudi, seluruh komponen bangsa tersentak. Banyak orang berpendapat bahwa persoalan itu

55Ibid

,

56Sjah Djohan Darwis, “Peluang Tenaga Kerja di Luar Neger

i (Kabupaten Tulung Agung, Provinsi Jawa Timur)”, Buletin Puslitbang TK No. 2/XVII/2004.


(39)

terjadi karena rendahnya tingkat pendidikan para TKI. Ada lagi yang mengatakan bahwa persoalan ini terjadi karena pengusaha perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI, sekarang disebut PPTKIS) tidak berwawasan nasional dan hanya mengejar keuntungan (profit-oriented). Ada juga yang berpendapat bahwa kasus-kasus TKI terjadi karena tidak berjalannya fungsi regulatif dan punitif Pemerintah RI.

Kejadian-kejadian yang mengenaskan terhadap TKI membuat Pemerintah bekerja keras untuk mencari solusi atas permasalahan TKI di luar negeri. Salah satu dari solusi yang telah diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia adalah dengan diundangkannya Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Undang-Undang meluruskan perilaku menyimpang dari Perusahaan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) dan memberikan fungsi kontrol kepada Pemerintah untuk mengatur dengan baik penempatan TKI di luar negeri.

B. Peran Pemerintah dalam Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri

Perlindungan TKI diluar negeri tak lepas dan masa persiapan, penempatan, hingga purna kerja seorang TKI. Pengaturan atas perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri dapat dilihat dalam Undang-Undang No.39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Undang-undang ini mengatur mekanisme penempatan TKI di luar negeri hingga


(40)

pemulangan dan penanggulangan berbagai permasalahan yang selama ini dihadapi oleh TKI.

Peran pemerintah dalam hal melakukan fungsi pengawasan terhadap penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri terdiri dari:

1. Sebelum penempatan

Bentuk pengawasan terhadap tenaga kerja dimulai sejak sebelum penempatan tenaga kerja Indonesia. Hal yang perlu diawasi sebelum penempatan tenaga kerja adalah pembuatan perjanjian kerja mulai dari perekrutan, pendidikan dan pelatihan dan lain-lain.

Perbedaan penafsiran terhadap implementasi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri antara 2 (dua) lembaga negara yaitu Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), secara spesifik persoalannya adalah apakah BNP2TKI hanya melakukan penempatan dan perlindungan TKI yang dilaksanakan pemerintah. Sejak 2007, BNP2TKI telah melakukan pelayanan penempatan TKI yang dilaksanakan pemerintah, Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS), TKI mandiri dan penempatan perusahaan sendiri.

Perjalanan sejarah penempatan TKI menjadi alasan pembenar bahkan apa yang biasanya dilakukan di masa lalu, itulah yang paling benar. Penempatan dan perlindungan TKI paling tidak harus berpedoman kepada 2 (dua) undang-undang


(41)

yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 beserta peraturan pelaksanaannya.

Apabila kedua undang-undang dan peraturan pelaksanaannya dipahami dengan benar, niscaya, siapapun atau lembaga manapun tidak akan terjebak ke masalah kewenangan. Karena, siapapun sebagai pemangku kewenangan, bukanlah menjadi ukuran utama, namun siapa yang mengambil peran yang paling besar dalam menjamin hak-hak TKI. Penanganan kewenangan pelayanan penempatan dan perlindungan TKI harus berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, artinya pemerintah berfungsi merumuskan standar, pedoman, norma, dan kriteria yang diwujudkan dalam berbentuk Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan pembahasannya dengan Menteri Dalam Negeri dan pemangku kepentingan lainnya termasuk BNP2TKI.

Pasal 38 ayat (1) UU No. 39 Tahun 2004 tentang PPTKILN mengharuskan kepada Pelaksana Penempatan TKI swasta untuk membuat dan mendatangani perjanjian penempatan dengan pencari kerja yang telah dinyatakan memenuhi persyaratan administrasi dalam proses perekrutan. Dalam hal ini peran Pemerintah daerah Kabupaten/Kota, melalui instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, adalah untuk:

a) Mengetahui perjanjian penempatan kerja itu (Pasal 38 (ayat (2));

b) Menerima laporan perjanjian penempatan dari pelaksana penempatan TKI swasta (Pasal 54 ayat (1));


(42)

c) Menyaksikan penandatanganan perjanjian kerja (Pasal 55 (3)).

Ketentuan yang menyangkut tentang perjanjian kerja ini sangat perlu jika konsekuen dalam pelaksanaannya. Hal ini terkait dengan suatu fenomena bahwa para calon TKI banyak yang belum memiliki perjanjian kerja yang harus mereka pelajari terlebih dahulu sejak pra penempatan. Bahkan menurut Aritonang, di antara mereka baru memperoleh naskah perjanjian kerja ketika akan berangkat. Tidak sedikit pula yang tidak betul-betul memahami perjanjian tersebut.

2. Semasa penempatan

Dalam rangka pemberian perlindungan selama masa penempatan TKI di luar negeri, Perwakilan Republik Indonesia melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perwakilan Pelaksana Penempatan TKI swasta dan TKI yang ditempatkan di luar negeri.

Pasal 85 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 mengatur, “Dalam

hal penyelesaian secara musyawarah tidak tercapai, maka salah satu atau kedua belah pihak dapat meminta bantuan instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota, Provinsi atau Pemerintah”. Ketentuan ini menempatkan pemerintah daerah sebagai institusi yang turut terkena akibat atas suatu


(43)

permasalahan terhadap pekerja migran. Jika ada masalah, pemerintah daerah harus ikut bertanggungjawab, sementara remitan masuk kepada institusi pemerintah pusat.57

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004, Pasal 95 ayat (1), secara tegas menyebutkan bahwa BNP2TKI mempunyai fungsi pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri secara terkoordinasi dan terintegrasi, lebih lanjut Pasal 95 ayat (2) BNP2TKI bertugas:

a. Melakukan penempatan atas dasar perjanjian secara tertulis antara pemerintah dengan pemerintah negara pengguna TKI atau pengguna berbadan hukum di negara tujuan penempatan sebagaimana Pasal 11 ayat (1),

b. Memberikan pelayanan, mengkoordinasikan, dan melakukan pengawasan

mengenai: 1) Dokumen;

2) Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP); 3) Penyelesaian masalah;

4) Sumber sumber pembiayaan;

5) Pemberangkatan sampai pemulangan; 6) Peningkatan kualitas calon TKI; 7) Informasi;

8) Kualitas pelaksanaan penempatan TKI; dan 9) Meningkatan kesejahteraan TKI dan keluarganya.

57

Lestari, ”Statemen ATKI tentang Revisi UU No. 39 2004,” publikasi Front Perjuangan Rakyat, 2008.


(44)

Fungsi BNP2TKI dapat dikatakan sebagai lembaga penempatan pemerintah semata, jika memperhatikan konstruksi Pasal 95 yang terdiri dari 2 (dua) ayat dan penulisan dalam satu pasal, hal ini karena ada kesamaan materi antara ayat (1) dan ayat (2) dan rangkaian materi yang tidak dapat dipisahkan (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Peraturan Pemerintah, penjelasan dalam angka 50 dan 59).

Perlindungan hukum selama masa penempatan di luar negeri, diwujudkan antara lain dalam bentuk:

a. Pemberian bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan di negara tujuan serta hukum dan kebiasaan intemasional.

b. Pembelaan atas pemenuhan hak-hak sesuai dengan perjanjian kerja dan atau penawaran perundang-undangan di negara TKI ditempatkan.

Setiap calon TKI yang bekerja ke luar negeri, baik secara perseorangan maupun yang ditempatkan oleh Pelaksana Penempatan TKI swasta, wajib mengikuti progam pembinaan dan perlindungan TKI. Ketentuan mengenai pemberian perlindungan selama masa penempatan TKI di luar negeri dan kewajiban untuk mengikuti program pembina dan perlindungan sebagaimana tersebut di atas, akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

3. Sesudah penempatan

Setelah TKI bekerja di tempat yang dituju, bukan berarti perlindungan dari Pemerintah berhenti. Setelah penempatan hingga masa pemulangan TKI kembali ke negara asalnya. Bentuk perlindungan TKI yang dapat diberikan Pemerintah adalah


(45)

berupa penyelesaian masalah, pembelaan terhadap dipenuhinya hak-hak TKI dan pemulihan harkat (fisik dan spikis) TKI serta pengurusan kepulangan TKI

Pemerintah memberikan perlindungan dengan memberlakukan open

management dalam hal perlindungan dan penanganan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sejak Juni 2010. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) membebaskan para buruh migran yang pulang dari negara penempatan untuk memilih terminal kedatangan. Langkah itu ditempuh untuk menekan angka pungutan liar (pungli) dan ancaman penipuan pada TKI yang baru pulang dari luar negeri.

Hal yang dialami TKI selama ini, pada saat pemulangan kembali ke Indonesia, banyak dikenai pungli. BNP2TKI telah mengambil tindakan tegas dengan menskors 104 armada angkutan pemulangan TKI. Karena diduga terlibat pungli TKI. Pada tahun 2009, 35 unit angkutan yang diskors selama enam bulan tidak boleh melakukan operasi. Kemudian, pada Tahun 2010 ada 69 unit angkutan yang diskors.58

C. Eksistensi Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia

Karakteristik calon TKI/TKI yang sebagian besar terbatas aksesnya untuk mendapatkan informasi disebabkan kualitas calon TKI/TKI memiliki pendidikan dan keterampilan yang rendah, biasanya disebut sebagai tenaga kerja informal, sehingga perlu mendapat perlindungan ekstra dari pemerintah. Fakta, tanggung jawab PPTKIS

58Jawa Pos Nasional Network, ”TKI Boleh Pilih Bandara Kedatangan,” http://www.jpnn.com


(46)

lebih besar dari pemerintah, lihatlah penjelasan Undang Undang Nomor 39 Tahun 2004 menyebutkan bahwa calon TKI/TKI yang belum dapat menikmati akses informasi menjadi tanggung jawab pemerintah.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004, peran PPTKIS atau yang biasa disebut perusahaan jasa TKI sangat menentukan kesuksesan program penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri. Untuk itu, perlu kerja sama yang baik antara PPTKIS dan pemerintah, dalam hal ini Depnakertrans serta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI). PPTKIS harus melakukan penempatan dan perlindungan TKI sesuai aturan serta mekanisme dan prosedur yang ada. Dalam aturan jelas bahwa hanya TKI yang berkualitas dan memenuhi syarat yang akan ditempatkan ke luar negeri. Jika terdapat masalah yang menimpa TKI, tentunya PPTKIS bersama pemerintah harus bekoordinasi untuk menyelesaikannya. Pemerintah juga harus siap turun tangan untuk membantu jika ada hambatan-hambatan dalam proses penempatan.

BNP2TKI membawahi 19 (sembilan belas ) organisasi Unit Pelaksana Teknis (UPT) atau Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) serta 13 (tiga belas) Pos Pelayanan di embarkasi atau debarkasi yang tugas pokoknya memberikan kemudahan pemrosesan dokumen dan penyelesaian permasalahan TKI. Pelayanan langsung melalui pelayanan terpadu satu pintu. Dalam pelayanan satu pintu, kedudukan Dinas ketenagakerjaan merupakan instansi yang sangat berperan dalam pelayanan tersebut. Selain itu, keberadaan BP3TKI


(47)

sebelumnya BP2TKI, sejak diberlakukannya undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang sekarang menjadi undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, UPT tersebut tidak diserahkan ke pemerintahan daerah. Alasannya karena bersifat lintas negara dan lintas provinsi.

PPTKIS juga memiliki peran yang sangat penting dalam mencegah adanya TKI-TKI ilegal serta tindak-tindak pelecehan terhadap calon TKI yang biasa terjadi di tempat penampungan. Banyaknya kasus pelacuran yang terjadi pada calon TKI adalah karena mereka tidak disalurkan sebagaimana mestinya oleh PPTKIS liar. Oleh karena itu, PPTKIS harus benar-benar melakukan prosedur resmi pemberangkatan TKI, meliputi:

1. Melaksanakan proses pra pemberangkatan dan penempatan TKI sesuai prosedur dan mekanisme yang telah digariskan oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan, yaitu antara lain:

a. Pengurusan surat ijin pengerahan b. Perekrutan dan seleksi

c. Pendidikan dan pelatihan kerja d. Pemeriksaan kesehatan dan psikologi e. Pengurusan dokumen

f. Uji Kompetensi

g. Pembekalan akhir pemberangkatan h. Pemberangkatan


(48)

2. Melakukan kerjasama dengan NGO dalam memberikan penyuluhan, sosialisasi dan perlindungan terhadap TKI.

Kerjasama NGO dan PPTKIS dapat dilakukan dengan cara-cara:

a. Bantuan Sosial Ketenagakerjaan

Bantuan sosial ketenagakerjaan diarahkan untuk membantu tenaga kerja agar dapat masuk ke pasar kerja memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang layak. Bantuan tersebut dilakukan baik pada tahap pre employment, employment maupun

post employment. Bantuan pada tahap pre employment diberikan antara lain dalam bentuk bimbingan dan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperlukan oleh pasar kerja. Bantuan pada tahap employment antara lain diberikan dalam bentuk informasi pasar kerja, perlindungan yang berkaitan dengan kondisi dan kesejahteraan pekerja, tunjangan pengangguran dan sebagainya. Sedang bantuan sosial pada tahap post employment antara lain diberikan dalam bentuk promosi ketenagakerjaan bagi lansia produktif untuk berkarya sesuai dengan kemampuan, pengetahuan dan pengalamannya.

Bantuan sosial ketenagakerjaan dilakukan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebagai leading sektor dengan berkoordinasi dengan sektor-sektor terkait lainnya.

b. Bantuan Sosial Lainnya

Selain bantuan sosial yang dilakukan oleh sektor-sektor sebagaimana disebutkan di atas juga ada upaya bantuan sosial yang dilakukan oleh berbagai


(49)

sektor lain seperti sektor Kependudukan dan KB (oleh Departemen Dalam Negeri dan BKKBN), sektor agama (oleh Departemen Agama) dan sebagainya.

Berbagai bentuk bantuan sosial tersebut perlu dikoordinasikan satu sama lain baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasinya. Koordinasi tersebut sangat diperlukan sehingga tidak terjadi duplikasi baik duplikasi dalam kegiatan maupun duplikasi dalam sasaran. Dengan demikian dana yang terbatas yang disediakan untuk berbagai upaya bantuan sosial tersebut dapat benar-benar tepat sasaran penggunaannya.

3). Pengembangan kearifan lokal

Upaya ini diarahkan untuk menggali, mempertahankan, dan mengembangkan kearifan-kearifan sosial yang telah tumbuh di berbagai komunitas lokal. Secara

informal berbagai komunitas di berbagai daerah sebenarnya telah

mengembangkan berbagai skema sosial guna menanggulangi berbagai persoalan sosial yang dihadapi anggotanya. Hanya selama ini berbagai skema sosial yang telah berkembang secara informal tersebut tidak berada dalam jangkauan kebijakan publik. Padahal peran berbagai skema informal tersebut sangat penting, karena di samping tumbuh atas inisiatif masyarakat juga karena sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sosial setempat.

Kedepan perlu dikembangkan berbagai upaya baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung untuk dapat menggali dan mengembangkan berbagai


(50)

skema informal tersebut dalam sistem perlindungan sosial yang akan dikembangkan.

4). Kegiatan berkaitan dengan upaya memperkuat dukungan keluarga dan partisipasi masyarakat

Penguatan dukungan keluarga dan masyarakat antara lain bertujuan untuk:

a. meningkatkan dan membina peran keluarga dalam membantu anggota

keluarga dan anggota masyarakat lain yang memerlukan bantuan sosial baik dalam bentuk material maupun non material

b. meningkatkan dan membina peran serta masyarakat, organisasi sosial, lembaga swadaya masyarakat dan sektor swasta dalam membantu mengatasi berbagai masalah sosial yang dihadapi

Seperti halnya perlindungan sosial, terdapat pula berbagai macam interpretasi jaminan sosial (social security). ILO (2002) menyebutkan bahwa jaminan sosial merupakan bentuk perlindungan yang disediakan dalam suatu masyarakat untuk masyarakat itu sendiri melalui berbagai upaya dalam menghadapi kesulitan keuangan yang dapat terjadi karena kesakitan, kelahiran, pengangguran, kecacatan, lanjut usia, ataupun kematian. Lebih jauh dijelaskan bahwa jaminan sosial terdiri dari asuransi sosial, bantuan sosial, tunjangan keluarga, provident funds, dan skema yang diselenggarakan oleh employer seperti kompensasi dan program komplimenter lainnya.


(51)

Pada mulanya, masalah perlindungan tanaga kerja di luar negeri pada mulanya ditempatkan dibawah Departemen Tenaga Kerja RI dan pembinaanya diserahkan pada Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia. Secara sadar pula Pemerintah Indonesia menyadari bahwa TKI yang dikirimkan ke luar negeri adalah tenaga kerja tidak trampil dan berupaya untuk peningkatan mutu TKI ke luar negeri dan memfokuskan pengiriman TKI yang memiliki ketrampilan semi skilled dan full skilled. Untuk itu, sejak Tahun 2006, dibentuklah suatu lembaga khusus yang melayani perlindungan TKI di Luar Negeri. Lembaga ini diberi narna Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia

Pekerjaan mempunyai makna yang sangat penting bagi kehidupan manusia, yaitu sebagai sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya, sebagai sarana untuk mengaktualisasi dirinya. Dengan demikian, hak atas pekerjaan merupakan hak asasi yang melekat pada diri seseorang, yang wajib dijunjung tinggi dan dihormati. Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa setiap warganegara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Setiap calon TKI/TKI mempunyai hak urtuk memperoleh perlindungan sejak saat pra penempatan, selama masa penempatan dan puma penempatan, seuai dengan peraturan perundang-undangan serta hukum dan kebiasaan internasional yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Pejabat Atase Ketenagakerjaan pada Perwakilan Repubhk Indonesia di negara tujuan.


(52)

Perlindungan hukum selama masa penempatan di luar negeri diwujudkan antara lain dalam bentuk:

a. Pemberian bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan di negara tujuan serta hukum dan kebiasaan intmasional

b. Pembelaan atas pemenuhan hak hak sesuai dengan perjanjian kerja dan atau perundang-undangan dii negara TKI ditempatkan.

c. Perlu kiranya ditegaskan bahwa setiap calon TKI/TKI yang bekerja ke luar negeri, baik secara perseorangan maupun yang ditempatkan oleh Pelaksana Penempatan TKI swasta, wajib mengikuti program pembinaan dan perlindungan TKI. Ketentuan mengenai pemberian perlindungan selama masa penempatan TKI di luar negeri dan kewajiban untuk mengikuti program pembina dan perlindungan sebagaimana tersebut di atas, akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Perlindungan TKI, yang meliputi

1. Bimbingan dan advokasi bagi TKI sejak pra penempatan, masa penempatan dan

purna penempatan

2. Menyusun dan mengumumkan daftar Mitra Usaha dan Perusahaan bermasalah

secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Undang Undang Nomor 39 Tahun 2004, Pasal 95 ayat (1), secara tegas menyebutkan bahwa BNP2TKI mempunyai fungsi pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri secara terkoordinasi dan


(53)

terintegrasi, lebih lanjut ayat (2) BNP2TKI bertugas: a. melakukan penempatan atas dasar perjanjian secara tertulis antara pemerintah dengan pemerintah negara pengguna TKI atau pengguna berbadan hukum di negara tujuan penempatan sebagaimana Pasal 11 ayat (1), b. memberikan pelayanan, mengkoordinasikan, dan

melakukan pengawasan mengenai: 1) dokumen; 2) Pembekalan Akhir

Pemberangkatan (PAP); 3) penyelesaian masalah; 4) sumber sumber pembiayaan; 5) pemberangkatan sampai pemulangan; 6) peningkatan kualitas calon TKI; 7) informasi; 8) kualitas pelaksanaan penempatan TKI; dan 9) peningkatan kesejahteraan TKI dan keluarganya. Sah-sah saja meletakkan fungsi BNP2TKI sebagai lembaga penempatan pemerintah semata, jika memperhatikan konstruksi Pasal 95 yang terdiri dari 2 (dua) ayat dan penulisan dalam satu pasal, hal ini karena ada kesamaan materi antara ayat (1) dan ayat (2) dan rangkaian materi yang tidak dapat dipisahkan (Undang Undang Nomor 10 Tahun 2004, penjelasan dalam angka 50 dan 59).

D. Bentuk-bentuk Pengawasan Pemerintah terhadap Perusahaan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta Di Luar Negeri

Pengawasan terhadap penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang

ketenagakerjaan pada Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah

Kabupaten/Kota. Hal ini ditegaskan pada Pasal 92 Undang-Undang No. 39 Tahun 2004. Sebagai tindak lanjut dari ketentuan ini, Instansi yang melaksanakan


(54)

pengawasan tersebut wajib melaporkan hasil pelaksanaan pengawasan terhadap pelaksanaan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri yang ada di daerahnya sesuai dengan tugas, fungsi dan wewenangnya kepada Menteri (Pasal 93 ayat (1)). Dalam ketentuan tersebut tidak ditegaskan apakah penyelenggaraan penempatan yang dimaksud diartikan mulai dari pra penempatan, penempatan, dan purna penempatan, atau diartikan secara khusus pada penempatan dalam arti ketika TKI sudah berada di negara tujuan pengiriman.

Berdasarkan ketentuan di atas, pemberian ruang bagi pemerintahan daerah dalam Undang-Undang ini sangat bergantung kepada kehendak politik pemerintah pusat. Kontradiksi antara kewajiban pemerintahan daerah sebagai sub sistem penyelenggara Negara dengan ketentuan-ketentuan tersebut memunculkan suatu ambiguitas mengenai peran pemerintahan daerah terhadap urusan TKI merupakan kewajiban atau pilihan. Di satu sisi pemerintahan daerah memiliki peran yang cukup penting sebagai pelayan publik yang terdekat dengan masyarakat. Di lain pihak, pemerintahan daerah menghadapi batas-batas kewenangan.

Dalam rangka meningkatkan disiplin kerja pegawai dengan tujuan untuk mencapai tujuan organisasi sangat perlu diadakan pengawasan, karena pengawasan mempunyai beberapa tujuan yang sangat berguna bagi pihak-pihak yang melaksanakan. Berdasarkan hasil wawancara, Saat ini Pemerintah tengah melakukan revitalisasi pengawasan ketenagakerjaan. Upaya-upaya yang sedang dilakukan diantaranya menitikberatkan pada peningkatan kualitas dan kuantitas pengawas,


(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Abdurrahman Muslan, 2006, Ketidakpatuhan TKI Sebuah Efek Diskriminasi Hukum Ananta Aris, 1996, Liberalisasi ekspor dan impor Tenaga Kerja suatu pemikiran

awal, Pusat Penelitia Kependudukan UGM.

Agusmidah, Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, USU Press, Medan, 2010. Alkostar Artidjo, 2000, Negara Tanpa Hukum (Catatan Pengacara Jalanan),

Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Data Kasus Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta, April 2008.

Effendi, Tajdudin Noer, Pembangunan, Krisis dan Arah Reformasi. Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2000.

Ford Foundation, Buruh Migran Indonesia, Penyiksaan Sistematis Di dalam Luar Negeri, Laporan Indonesia kepada Pelalor Khusus PBB,

Gaffar Firoz, 2000., Reformasi Hukum di Indonesia. (Jakarta: CYBERconsult, 2000), Cetakan keempat.

I. Junaenah, Pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan Kerjasama Internasional dalam Rangka Otonomi Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Bandung: Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, 2002

I. Perwira, Tanggung Jawab Negara Dalam Pemenuhan Hak Atas Kesehatan Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Bandung: Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran, 2009.

Kusumah, 1986, Perspektif, Teori, dan Kebijaksanaan Hukum, Jakarta. Rajawali Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya Bandung, Tahun 1993. Lubis M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, Tahun 1994 Mansoer Hamdan, Pengantar Manajemen. Jakarta : Depdikbud. 1989

Moloeng M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen. Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 2004


(2)

Mohd. Syaufii Syamsuddin, Norma Perlindungan Dalam Hubungan Industrial, Sarana Bhakti Persada: Jakrata, 2004.

Nasution Bismar, 2003. Hukum Perusahaan, Program Magister Ilmu Hukum, Program Pasca Sarjana, USU, Medan.

Pandriono, 1999, Liku-liku Perjalanan TKI / TKW Tak Berdokumen ke Malaysia (Suatu Hasil Penelitian dan Observasi Parisispasi), Malang, Gema Press. Purwadarminta W. J. S., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,

1993.

Rahardjo Satjipto, 1996, Ilmu Hukum, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti.

Ranupandojo, Heidjrachman. Tanya Jawab Manajemen. Yogyakarta : AMP YKPN, 1990

Rasjidi H. Lili dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, Tahun 2004.

Rover, C. D, To Serve and To Protect, Acuan Universal Penegakan HAM, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000.

Saydam Gouzali, Soal Jawab Manajemen dan Kepemimpinan. Jakarta : Djambatan, 1993

Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta Tahun 1982

Soetiyoso, 1998, Rancangan Undang-undang Perlindungan Buruh Migran Indonesia dan Anggota Keluarganya (Upaya Meletakkan Paradigma dalam Penanganan Buruh Migran Indonesia), Yogyakarta, Kopbumi.

Syafrudin, A. Pola Hubungan Pusat dan Daerah. Focused Group Discussion, Bandung, Jawa Barat, 2009.

Wigjosoebroto Sutandyo, Apakah Sesungguhnya Penelitian Itu, Kertas Kerja, Universitas Erlangga, Surabaya.

---, Hukum, Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya, Elsam dan Huma, Jakarta, Tahun 2000.

Wiratha Made, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis, Edisi 1, Andi, Yogjakarta, Tahun 2006


(3)

B. Karya Ilmiah

A. Tengku Keizerina Devi, “Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Asal Sumatera Utara Di Luar Negeri, makalah Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Agusmidah, ”Fungsi Pengawasan Pemerintah terhadap Perlindungan

Penempatanpada Perusahaan Industri di Kabupaten Deli Serdang,” Tesis , Medan: Universitas Sumatera Utara

Ali H. Machsoen, “Pengaturan Mengenai Pengawasan dan Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Indonesia Ke Luar negeri, ” Makalah Seminar Tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri, diselenggarakan BPHN Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya dan Kantor Wilayah Departeman Hukum dan HAM RI Provinsi Jawa Timur, Surabaya, 31 Agusus, 2005

Ali Machsoen, “Telaah Yuridis Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 Dalam Konteks Hukum Ketenagakerjaan”, makalah Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 2005, hal. 3.

Apa Arti Perlindungan Hukum?”, http://www.microsoft.com/isapi/ redir.dan lain -lain?prd= ie& pver=6&ar=Clinks, diakses tanggal 05 April 2010.

Apjati (Surabaya), 2005, “Peran dan Tanggungjawab PPTKIS dalam Proses Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Ke Luar Negeri, seminar tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri, BPHN Surabayam 2005,

Budi Astuti, Sertifikasi Uji Kompetensi Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Indonesia/Tenaga Kerja Wanita Pelaksana Rumah Tangga Tesis,Semarang: Universitas Diponegoro 2008

Budi Johan, ”Paparan hasil Kajian Penempatan TKI”, http://www.indonesia.go.id/id - Republik Indonesia, diakses tanggal 20 Maret 2010.

Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, “Kajian Analisa dan Evaluasi Perlindungan HAM Bagi Tenaga Kerja Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan”, artikel Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, E Portal, Kamis, 04 Februari 2010.


(4)

Hikmat Mahi M., “Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia”, http://www.ahmad heryawan.com/opini-media/ekonomi-bisnis/4743-permasalahan-tki.html, diakses tanggal 15 Maret 2010.

Hukum Tata Pemerintahan”, http://pustaka.ut.ac.id/puslata/ online.php? menu= bmpshort_detail2&ID=138, diakses tanggal 15 Maret 2010.

Kajian Analisa dan Evaluasi Perlindungan HAM bagi Tenaga Kerja Berdasarkan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan”, http://www. balitbangham. go.id/ detail4.php?ses=&id=39, diakses tanggal 01 Februari 2010.

Kajian Analisa dan Evaluasi Perlindungan HAM bagi Tenaga Kerja Berdasarkan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan”, http://www. balitbangham. go.id/ detail4.php?ses=&id=39, diakses tanggal 01 Februari 2010.

Linrung, Tamsil. 2005.“Menimbang Solusi Permasalahan TKI”. http:

www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=188168&kat_id=16, diakses tanggal 21 Juni 2010.

Menkentrans, “Indonesia Tambah Atase Ketenagakerjaan di Empat Negara,” http://www.antaranews.com/berita/1278590458/indonesia-tambah-atase-ketenagakerjaan-di-empat-negara, diakses tanggal 10 Agustus 2010. Muhaimin, “Perlindungan Buruh Migran harus Dijamin, ” http://bataviase

.co.id/content/perlindungan-buruh-migran-harus-dijamin. diakses tanggal 30 Maret 2010.

Nasution Bismar, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, disampaikan pada dialog Interaktif Tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, Tanggal 18 Februari 2003.

Nopri, Hipyan. “Penghentian Kebijakan Pengiriman TKI

Non-Profesional-Mungkinkah?” http://pengamat-internasional.blogspot.com/, diakses tanggal 20 Juni 2010.

Portal Republik Indonesia, http://www.indonesia.go.id/ id/index.php? option=com_ content&task=view&id=12099&Itemid=1&news_id=18

Pudjiastuti Tri Nuke, ”Peran Pemerintah dalam Pelaksanaan Kebijakan ”Citizen Protection” dalam Penanganan Masalah TKI di Timur Tengah, makalah


(5)

Pertemuan Kelompok Ahli ”Optimalisasi Citizen Protection dalam penanganan Isu TKI di Timur Tengah” yang diselenggarakan oleh Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK)- Departemen Luar Negeri RI di Medan tanggal 16-17 Juli 2007.

Raflus Rax, “Outsourcing Cara Ampuh Menekan Biaya”, Infobank, No. 233, Januari, 1999, hlm. 22.

Rencana Tenaga Kerja Nasional 2004-2009, http://www.tempointeraktif.com/ hg/narasi/ 2004/06/13/nrs,20040613-01,id.html, Minggu, 13 Juni 2004 00:18 WIB

RI-Malaysia Perlu Bentuk Lembaga Pengawas, http://digilib.umm. ac.id/gdl

.php?mod=browse&op=read&id=jiptummpp-gdl-s1-2005-nailiariya-4680&PHPSESSID= 42d6ee65b 827a38f44956092d28ba985, Rochmad Fitriana, Sistem Subkontrak, Antara Benci & Kebutuhan, melalui

http://www. bisnis. com/servlet/page?_ pageid=477&_ dad=portal30 &_schema=PO, diakses tanggal 14 April 2007.

Sekretariat Negara Republik Indonesia http://www.setneg.go.id Sekretariat Negara Republik Indonesia 6 June, 2008,

Soetiyoso, 1998, Rancangan Undang-undang Perlindungan Buruh Migran Indonesia dan Anggota Keluarganya (Upaya Meletakkan Paradigma dalam Penanganan Buruh Migran Indonesia), Yogyakarta, Kopbumi, hlm. 45. Sunarno, Penyelesaian Perselisihan Melalui Pengadilan Hubungan Industrial, melalui

http://www. pemantauperadilan. com, diakses tanggal 14 April 2007.

Suparno Erman, “Kebijakan dan Strategi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, makalah, http://www.setneg.go.id, diakses tanggal 01 Februari 2010. Tanggung jawab Siapa Penempatan dan Perlindungan TKI,” http://us.suarapembaca.

Detik .com/read/2010/03/25/180700/1325562/471/tanggung-jawab-siapa-penempatan-dan-perlindungan-tki, diakses tanggal 20 Juni 2010.

Yamani, Nadya “Tinjauan Yuridis Permenakertrans No. 22/200”, http://www.progresifjaya.


(6)

%2022/200%20%28Bagian%20II%29&kategori_tulisan=Opini, diakses tanggal 19 Juni 2010.

C. Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketenagakerjaan

Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep. 101/Men/VI/2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan Penyalur Pekerja/Buruh


Dokumen yang terkait

Peranan Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Dalam Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Ke Luar Negeri (Studi Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Deli Serdang)

17 141 99

Peranan Kementerian Luar Negeri Indonesia Dalam Menangani Masalah Hukum Yang Menimpa Tenaga Kerja Indonesia Di Arab Saudi

19 166 87

Hubungan Luar Negeri Indonesia-Arab Saudi Dalam Konteks Tenaga Kerja Indonesia

6 68 119

PERANAN DINAS SOSIAL TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KABUPATEN KARANGANYAR DALAM PENEMPATAN TENAGA KERJA KE LUAR NEGERI

0 20 62

TANGGUNG JAWAB HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA KE LUAR NEGERI Tanggung Jawab Hukum Terhadap Pelaksanaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Ke Luar Negeri.

0 2 17

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN ASURANSI TENAGA KERJA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI.

0 0 2

Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri

0 0 31

Pelaksanaan Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri

0 0 30

PELAKSANAAN PENGAWASAN DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH TERHADAP PELAKSANA PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA SWASTA DALAM PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA KE LUAR NEGERI - Unika Repository

0 0 16

T ANGGUNG JAWAB PELAKSANA PENEMPATAN TKI SWASTA (PPTKIS) TERHADAP PERPANJANGAN PERJANJIAN KERJA TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI HEDIEBRIGINA D1A 010 354 Fakultas Hukum Abstrak - TANGGUNG JAWAB PELAKSANA PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA SWASTA (PPTK

0 0 13