Pemberdayaan Keluarga Miskin Dalam Program Pengembangan Kecamatan Menurut Perspektif Pekerjaan Sosial (Studi Kasus di Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau).

(1)

PEMBERDAYAAN

KELUARGA MISKIN DALAM

PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN MENURUT

PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL

(STUDI KASUS DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS,

KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU)

MOHAMAD ZAINURI

SEKOLAH PASCASARJAN A INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2005


(2)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan

dalam penelitian saya yang berjudul: PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN MENURUT PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL (STUDI KASUS DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS, KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU), merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas

ditunjukkan rujukannya.

Penelitian ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada

pro gram sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang telah

dinyatakan secara jelas dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Desember 2005

MOHAMAD ZAINURI NRP. A. 154040105


(3)

ABSTRAK

MOHAMAD ZAINURI, Pemberdayaan Keluarga Miskin Dalam Program Pengembangan Kecamatan Menurut Pekerjaan Sosial (Studi Kasus di Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau). Dibimbing EDI SUHARTO, Ph.D., sebagai Ketua, Ir. IVANOVICH AGUSTA, M.Si., sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Program Pengembangan Kecamatan (PPK) belum berhasil memberdayakan keluarga miskin. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman pemberdayaan keluarga miskin (an empowerment poor family) dengan menganalisis PPK menurut perspektif pekerjaan sosial di Kecamatan Pangkalan Kuras. Penelitian difokuskan pada proses partisipasi, transfer kekuasaan, perbaikan kualitas hidup .

Tujuan penelitian adalah memahami pola hubungan masyarakat mempengaruhi kehidupan keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras, upaya pemberdayaan yang dilaksanakan pemerintah dan masyarakat Kecamatan Pangkalan Kuras, proses pemberdayaan dalam PPK menurut perspektif pekerjaan sosial, dan menyusun rancangan program pemberdayaan keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras .

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data kualitatif digunakan dalam penelitian yaitu pengamatan partisipasi, wawancara mendalam dan studi. Analisis data menggunakan studi kasus dengan menentukan subyek kasus.

Hasil evaluasi kegiatan, PPK belum berhasil memberdayakan keluarga miskin. PPK tidak memberikan peluang dan kekuasaan kepada keluarga miskin dalam berpartisipasi, mengambil keputusan dan pemanfaatan hasil bantuan PPK. Keluarga miskin tidak meningkat penghasilannya dengan adanya pembangunan sarana fisik. Penentuan lokasi bantuan dengan cara kompetisi tidak memberikan pendidikan dalam proses pemberdayaan . Terjadi inkonsistensi antara tujuan, aturan dan pelaksanaan mengakibatkan program ini kurang efektif.

Rancangan program pemberdayaan keluarga miskin dilakukan dengan cara menyempurnakan PPK melalui diklat pengembangan PPK dan asesmen kebutuhan keluarga miskin.


(4)

@ Hak cipta milik Mohamad Zainuri, tahun 2005 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun baik cetak, fotocopy, microfilm dan sebagainya


(5)

PEMBERDAYAAN

KELUARGA MISKIN DALAM

PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN MENURUT

PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL

(STUDI KASUS DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS,

KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU)

MOHAMAD ZAINURI

Tugas Akhir :

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Pada Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2005


(6)

Judul Tugas Akhir : Pemberdayaan Keluarga Miskin Dalam Program Pengembangan Kecamatan Menurut Perspektif Pekerjaan Sosial (Studi Kasus di Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau).

Nama : MOHAMAD ZAINURI

NRP : A. 154040105

Dis etujui: Komisi Pembimbing

Edi Suharto, M.Sc., Ph.D. Ketua

Ir. Ivanovich Agusta, M.Si. Anggota

Diketahui:

Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.


(7)

PRAKATA

Alhamdulillahirobbil’alamin, atas rahmat dan hidayah Allah SWT penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian pengembangan masyarakat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Pengembangan Masyarakat dengan penulisan hasil Penelitian Pengembangan Masyarakat adalah “Pemberdayaan Keluarga Miskin Dalam Program Pengembangan Kecamatan Menurut Perspektif Pekerjaan Sosial (Studi Kasus di Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau)”.

Penulisan tugas akhir didasarkan hasil penelitian dan pertemuan ilmiah yang melibatkan berbagai pihak. Penulis menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada para guru dan semua pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc., selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

2. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S., selaku Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat.

3. Edi Suharto, Ph.D., selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ir. Ivanovich Agusta, M.Si., yang telah memberikan bimbingan selama penulisan tugas akhir.

4. Dosen-dosen Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat yang telah membekali pengetahuan pengembangan masyarakat.

5. Drs. H. Chusnan Yusuf selaku Kepala Balatbangsos Departemen Sosial Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan Strata-2.

6. Dr. Marjuki, M.Sc., selaku Ketua STKS yang telah memberikan kesempatan kepada penulis pendidikan Strata-2.

7. Camat Pangkalan Kuras beserta staf yang telah memberikan izin, membantu dan memberikan informasi yang sangat bermanfaat kepada penulis.


(8)

8. Pengelola Program Pengembangan Kecamatan Pangkalan Kuras yang telah membantu dan memberikan informasi kepada penulis.

9. Bapak, Ibu, Titik, Opik dan keluarga yang telah memberikan dukungan materiil dan sprirituil kepada penulis.

10.Indri, Adji, Cipto, Geri, Ari, Viking, Candra dan teman seperjuangan yan g telah memberikan saran dan bantuan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini kurang sempurna. Oleh karena itu, kepada para pembaca penelitian pengembangan masyarakat dapat memberikan saran untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga penelitian ini memberikan sumbangan kepada pihak-pihak yang akan meneliti lebih lanjut dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang terkait program pembangunan kesejahteraan sosial.

Bogor, Des ember 2005


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Palangka Raya pada tanggal 4 Januari 1969 dari pasangan Moh. Sardjan dan Suliyah. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri Krajan II tahun 1982, SMP Negeri Weru tahun 1985, SMPS Negeri Surakarta tahun 1989 dan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung tahun 2000.

Sejak tahun 1992 penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kantor Wilayah Departemen Sosial Provinsi Riau yang sekarang menjadi Badan Kesejahteraan Sosial Provinsi Riau di Pekanbaru.


(10)

ix DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ...1 i DAFTAR TABEL ...1 v DAFTAR MATRIK ...1 vi DAFTAR GAMBAR ...1 vii DAFTAR LAMPIRAN ...1 viii

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2. Masalah Penelitian ...7

1.3. Tujuan Penelitian ...9

1.4. Kegunaan Penelitian ...10

II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Kemiskinan ...11

2.1.1. Komunitas ...14

2.1.2. Modal Sosial ...15

2.1.3. Evaluasi Program ... 15

2.2. Pekerjaan Sosial ...16

2.3. Pemberdayaan ...20

2.4. Partisipasi . ...23

2.5. Kerangka Pemikiran ...25

III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Komunitas Subyek Kasus ...28

3.2. Data dan Metode Pengumpulan Data ...30

3.3. Metodologi Analisis Data ...35

3.4. Jadwal Pelaksanaan ...36


(11)

PEMBERDAYAAN

KELUARGA MISKIN DALAM

PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN MENURUT

PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL

(STUDI KASUS DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS,

KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU)

MOHAMAD ZAINURI

SEKOLAH PASCASARJAN A INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2005


(12)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan

dalam penelitian saya yang berjudul: PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN MENURUT PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL (STUDI KASUS DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS, KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU), merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas

ditunjukkan rujukannya.

Penelitian ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada

pro gram sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang telah

dinyatakan secara jelas dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Desember 2005

MOHAMAD ZAINURI NRP. A. 154040105


(13)

ABSTRAK

MOHAMAD ZAINURI, Pemberdayaan Keluarga Miskin Dalam Program Pengembangan Kecamatan Menurut Pekerjaan Sosial (Studi Kasus di Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau). Dibimbing EDI SUHARTO, Ph.D., sebagai Ketua, Ir. IVANOVICH AGUSTA, M.Si., sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Program Pengembangan Kecamatan (PPK) belum berhasil memberdayakan keluarga miskin. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman pemberdayaan keluarga miskin (an empowerment poor family) dengan menganalisis PPK menurut perspektif pekerjaan sosial di Kecamatan Pangkalan Kuras. Penelitian difokuskan pada proses partisipasi, transfer kekuasaan, perbaikan kualitas hidup .

Tujuan penelitian adalah memahami pola hubungan masyarakat mempengaruhi kehidupan keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras, upaya pemberdayaan yang dilaksanakan pemerintah dan masyarakat Kecamatan Pangkalan Kuras, proses pemberdayaan dalam PPK menurut perspektif pekerjaan sosial, dan menyusun rancangan program pemberdayaan keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras .

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data kualitatif digunakan dalam penelitian yaitu pengamatan partisipasi, wawancara mendalam dan studi. Analisis data menggunakan studi kasus dengan menentukan subyek kasus.

Hasil evaluasi kegiatan, PPK belum berhasil memberdayakan keluarga miskin. PPK tidak memberikan peluang dan kekuasaan kepada keluarga miskin dalam berpartisipasi, mengambil keputusan dan pemanfaatan hasil bantuan PPK. Keluarga miskin tidak meningkat penghasilannya dengan adanya pembangunan sarana fisik. Penentuan lokasi bantuan dengan cara kompetisi tidak memberikan pendidikan dalam proses pemberdayaan . Terjadi inkonsistensi antara tujuan, aturan dan pelaksanaan mengakibatkan program ini kurang efektif.

Rancangan program pemberdayaan keluarga miskin dilakukan dengan cara menyempurnakan PPK melalui diklat pengembangan PPK dan asesmen kebutuhan keluarga miskin.


(14)

@ Hak cipta milik Mohamad Zainuri, tahun 2005 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun baik cetak, fotocopy, microfilm dan sebagainya


(15)

PEMBERDAYAAN

KELUARGA MISKIN DALAM

PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN MENURUT

PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL

(STUDI KASUS DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS,

KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU)

MOHAMAD ZAINURI

Tugas Akhir :

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Pada Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2005


(16)

Judul Tugas Akhir : Pemberdayaan Keluarga Miskin Dalam Program Pengembangan Kecamatan Menurut Perspektif Pekerjaan Sosial (Studi Kasus di Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau).

Nama : MOHAMAD ZAINURI

NRP : A. 154040105

Dis etujui: Komisi Pembimbing

Edi Suharto, M.Sc., Ph.D. Ketua

Ir. Ivanovich Agusta, M.Si. Anggota

Diketahui:

Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.


(17)

PRAKATA

Alhamdulillahirobbil’alamin, atas rahmat dan hidayah Allah SWT penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian pengembangan masyarakat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Pengembangan Masyarakat dengan penulisan hasil Penelitian Pengembangan Masyarakat adalah “Pemberdayaan Keluarga Miskin Dalam Program Pengembangan Kecamatan Menurut Perspektif Pekerjaan Sosial (Studi Kasus di Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau)”.

Penulisan tugas akhir didasarkan hasil penelitian dan pertemuan ilmiah yang melibatkan berbagai pihak. Penulis menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada para guru dan semua pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc., selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

2. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S., selaku Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat.

3. Edi Suharto, Ph.D., selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ir. Ivanovich Agusta, M.Si., yang telah memberikan bimbingan selama penulisan tugas akhir.

4. Dosen-dosen Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat yang telah membekali pengetahuan pengembangan masyarakat.

5. Drs. H. Chusnan Yusuf selaku Kepala Balatbangsos Departemen Sosial Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan Strata-2.

6. Dr. Marjuki, M.Sc., selaku Ketua STKS yang telah memberikan kesempatan kepada penulis pendidikan Strata-2.

7. Camat Pangkalan Kuras beserta staf yang telah memberikan izin, membantu dan memberikan informasi yang sangat bermanfaat kepada penulis.


(18)

8. Pengelola Program Pengembangan Kecamatan Pangkalan Kuras yang telah membantu dan memberikan informasi kepada penulis.

9. Bapak, Ibu, Titik, Opik dan keluarga yang telah memberikan dukungan materiil dan sprirituil kepada penulis.

10.Indri, Adji, Cipto, Geri, Ari, Viking, Candra dan teman seperjuangan yan g telah memberikan saran dan bantuan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini kurang sempurna. Oleh karena itu, kepada para pembaca penelitian pengembangan masyarakat dapat memberikan saran untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga penelitian ini memberikan sumbangan kepada pihak-pihak yang akan meneliti lebih lanjut dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang terkait program pembangunan kesejahteraan sosial.

Bogor, Des ember 2005


(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Palangka Raya pada tanggal 4 Januari 1969 dari pasangan Moh. Sardjan dan Suliyah. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri Krajan II tahun 1982, SMP Negeri Weru tahun 1985, SMPS Negeri Surakarta tahun 1989 dan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung tahun 2000.

Sejak tahun 1992 penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kantor Wilayah Departemen Sosial Provinsi Riau yang sekarang menjadi Badan Kesejahteraan Sosial Provinsi Riau di Pekanbaru.


(20)

ix DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ...1 i DAFTAR TABEL ...1 v DAFTAR MATRIK ...1 vi DAFTAR GAMBAR ...1 vii DAFTAR LAMPIRAN ...1 viii

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2. Masalah Penelitian ...7

1.3. Tujuan Penelitian ...9

1.4. Kegunaan Penelitian ...10

II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Kemiskinan ...11

2.1.1. Komunitas ...14

2.1.2. Modal Sosial ...15

2.1.3. Evaluasi Program ... 15

2.2. Pekerjaan Sosial ...16

2.3. Pemberdayaan ...20

2.4. Partisipasi . ...23

2.5. Kerangka Pemikiran ...25

III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Komunitas Subyek Kasus ...28

3.2. Data dan Metode Pengumpulan Data ...30

3.3. Metodologi Analisis Data ...35

3.4. Jadwal Pelaksanaan ...36


(21)

x IV POLA HUBUNGAN MASYARAKAT YANG MEMPENGARUHI

KEHIDUPAN KELUARGA MISKIN DI KECAMATAN

PANGKALAN KURAS DAN DESA SIALANG INDAH

4.1. Kecamatan Pangkalan Kuras ...38

4.1.1. Geografi ...38

4.1.2. Kependudukan ... 40

4.1.3. Sistem Ekonomi ...45

4.1.4. Struktur Komunitas ...47

4.1.5. Organisasi dan Kelembagaan ...48

4.1.6. Pengelolaan Sumber Daya ...53

4.2. Desa Sialang Indah ...56

4.2.1. Geografi ...56

4.2.2. Kependudukan ... 57

4.2.3. Sistem Ekonomi ...58

4.2.4. Struktur Komunitas ...58

4.2.5. Organisasi dan Kelembagaan ...59

4.2.6. Pengelolaan Sumber Daya ...63

4.3. Ikhtisar ...64

V UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DESA SIALANG INDAH, KECAMATAN PANGKALAN KURAS 5.1. Program Pengembangan Kecamatan (PPK) ... 68

5.1.1. Sosialisasi ...70

5.1.2. Jenis dan Proses Pelaksanaan Kegiatan-kegiatan PPK ... 71 5.1.3. Mekanisme Usulan dan Verifikasi PPK ...71

5.1.4. UPK,Penyaluran Dana dan Administrasi Kegiatan PPK ... 72 5.1.5. Pendanaan ...72

5.1.6. Mekanisme Pencairan Dana ...73

5.1.7. Dana Operasional UPK dan Pelaksanaan di Desa ...73

5.1.8. Alur Kegiatan PPK ...73

5.1.9. Pelaksanaan Kegiatan ...78

5.1.10. Pelestarian Kegiatan ...80


(22)

xi

5.2. Program Penerangan Listrik Tenaga Diesel Desa (PPLTDD) ...81 5.2.1. Pengembangan Ekonomi Lokal ... 84

5.2.2. Pengembangan Modal Sosial ...84 5.2.3. Kebijakan dan Perencanaan Sosial ... 87

5.3. Kaitannya dengan Pekerjaan Sosial ...88

VI ANALISIS PEMBERDAYAAN TERHADAP PROGRAM

PENGEMBANGAN KECAMATAN (PPK) MENURUT

PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL

6.1. Partisipasi Keluarga Miskin dalam Setiap Tahapan Kegiatan ...91 6.1.1. Partisipasi dalam Perencanaan ...91 6.1.2. Partisipasi dalam Pelaksanaan Kegiatan ...97

6.2. Transfer Kekuasaan dalam setiap Kegiatan ... 103 6.2.1. Pilihan-Pilihan Personal dan

Kesempatan-Kesempatan Hidup ... 103

6.2.2. Pendefinisian Kebutuhan ...104 6.2.3. Ide atau Gagasan ...105 6.2.4. Lembaga-Lembaga ...106 6.2.5. Sumber-Sumber ...107 6.2.6. Aktivitas Ekonomi ...107 6.3. Perbaikan Kualitas Hidup ...107

6.3.1. Syarat-syarat yang Memadai ...108 6.3.2. Sasaran Perubahan Program ...113

VII RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI PENYEMPURNAAN PPK

7.1. Latar Belakang ...118 7.1.1. Asesmen Masalah ...118 7.1.2. Desain Program ...123 7.2. Rancangan Program dan Pelaksanaan Pemberdayaan ...125 7.2.1. Program ...126 7.2.2. Tujuan ...126 7.2.3. Sasaran Program ...126

7.2.4. Kegiatan-kegiatan yang Dilaksanakan ...127 7.3. Strategi Pemberdayaan ... 131


(23)

xii

7.4. Pelaksanaan Program Pemberdayaan ...133 7.4.1. Melibatkan Keluarga Miskin ...133 7.4.2. Perbaikan dan Konsistensi Peraturan PPK ...134

VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

8.1. Kesimpulan ...136 8.2. Rekomendasi Kebijakan ...139

8.2.1. Pelaku PPK...139 8.2.2. Pemerintah ...140 8.2.3. Keluarga Miskin ...140

8.2.4. Pekerja Sosial ... 141

DAFTAR PUSTAKA ... 143 LAMPIRAN ... 149


(24)

xiii DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Kegiatan-Kegiatan yang didanai PPK Fase I di Kecamatan Pangkalan Kuras Tahun 2001………

6

2. Kondisi Diesel Bantuan PPK di Desa Terantang Manuk Kecamatan

Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan Tahun 2005 ………... 8 3. Daftar Nama Subyek Kasus dan Informan di Kecamatan Pangkalan

Kuras ………. 31

4. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Pengembangan Masyarakat di

Kecamatan Pangkalan Kuras Tahun 2005 ……… 37 5. Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras Menurut

Kelompok Umur Tahun 2004 ………... 41 6. Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras Menurut

Tingkat Pendidikan Tahun 2004 ………... 42 7. Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras Menurut

Lapangan Usaha Tahun 2004 ……….. 42 8. Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras Menurut

Sumber Penerangan Tahun 2004 ……….. 43 9. Jumlah Keluarga Miskin Kecamatan Pangkalan Kuras Menurut

Bantuan Yang Pernah Diterima Tahun 2004 ……… 43 10. Jumlah Pengangguran dan Jenis Kelamin Kecamatan Pangkalan

Kuras Tahun 2004 ………. 45

11. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan Kecamatan Pangkalan


(25)

xiv DAFTAR MATRIK

Nomor Teks Halaman

1. Analisis Pekerjaan Sosial dan Metode Pengumpulan Data Penelitian Evaluasi Program PPK di Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan Tahun 2005 ………...

35 2. Permasalahan, sebab dan akibat ………. 120 3. Program Pemberdayaan Keluarga Miskin di Desa Sialang In dah

Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan


(26)

xv DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1 Kerangka Pemikiran Pemberdayaan Keluarga Miskin menurut

Perspektif Pekerjaan Sosial ………... 27 2 Tahapan Kegiatan Perencanaan PPK ……… 96 3 Diagram Alir Program Penyempurnaan PPK ……….. 132 4 Proses Pemberdayaan Keluarga Miskin melalui PPK Perspektif

Pekerjaan Sosial ………


(27)

xvi DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Outline Kajian Pengembangan Masyarakat Pemberdayaan Keluarga

Miskin Dalam Program Pengembangan Kecamatan Menurut Perspektif Pekerjaan Sosial

149

2. Catatan Harian 151

3. Foto Kegiatan Pengumpulan Data dan Gedung Bantuan PPK 160


(28)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Penelitian

Program anti kemiskinan mempunyai tujuan untuk mengurangi angka kemiskinan di Indonesia. Salah satu program anti kemiskinan yang dilaksanakan pemerintah adalah Program Pengembangan Kecamatan (PPK). PPK mempunyai tujuan: (1) menanggulangi kemiskinan dengan meningkatkan pendapatan pedesaan; (2) mendukung perencanaan dan pembangunan yang partisipatif di tingkat desa: (3) mendukung program pembangunan infrastruktur ekonomi di desa miskin: (4) memperkuat institusi lokal, terpercaya dan efektif dalam mempertemukan kebutuhan pembangunan.

PPK merupakan penyempurnaan dari Program Inpres Desa Tertinggal (IDT). Untuk melaksanakan kegiatan, PPK menentukan forum-forum musyawarah. Musyawarah terdiri dari Musyawarah Antar Desa (MAD) Sosialisasi, Musyawarah Desa (MUSDES) Sosialisasi, Pertemuan dusun, Pertemuan Penggalian Gagasan, MUSDES Perencanaan, MAD Prioritas Usulan, MAD Penetapan Usulan, MUSDES Info Hasil (Departemen Dalam Negeri, 2005), Forum-forum tersebut digunakan sebagai wadah partisipasi masyarakat desa dalam kegiatan PPK. PPK memanfaatkan forum musyawarah untuk menyampaikan informasi tentang PPK dan pemetaan sosial desa sebagai sasaran bantuan.

Bidang kegiatan yang didanai oleh PPK adalah kegiatan yang berkaitan dengan upaya meningkatkan kualitas hidup dan kapasitas masyarakat, perluasan kesempatan dan peluang usaha serta pembangunan sarana fisik desa. Kegiatan peningkatan kualitas hidup dan kapasitas masyarakat berupa pendidikan, kesehatan, bidang pelatihan , dan bantuan manajemen untuk meningkatkan kapasitas. Kegiatan perluasan kesempatan dan peluang usaha berupa Kegiatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dan Kegiatan Simpan P injam bagi Kelompok Perempuan. Kegiatan pembangunan sarana fisik berupa pengerasan jalan,


(29)

2 pembuatan jembatan, pengadaan sarana air bersih, pembangunan irigasi desa dan rehabilitasi gedung sekolah.

PPK dimulai penyelenggaraannya tahun 1998/1999 dan berakhir pada tahun 2006. Menurut Suhartono (2003), program nasional ini telah melibatkan staf proyek 1.159 orang pada tahun 2000 dan fasilitator desa 15.332 orang. Fasilitator Desa (FD) terdiri dari 2 orang yang direkrut dari setiap desa penerima bantuan. Tugas FD adalah memfasilitasi masyarakat desa untuk melakukan penggalian gagasan dan menemukan kebutuhan mereka. Berdasarkan hasil penelitian ini, pelibatan FD dalam kegiatan PPK belum mampu menggerakan keluarga miskin untuk berperan dalam kegiatan PPK.

Selama pelaksanaan kegiatan pada tahun pertama (1998/1999) PPK menyediakan bantuan bagi 501 kecamatan yang tersebar pada 50 kabupaten di 20 provinsi di seluruh Indonesia. Cakupan wilayah yang diikutsertakan dalam tahun kedua (1999/2000) bertambah sejumlah 269 kecamatan. Total desa yang tercakup mencapai lebih 5.000 desa, dan terus bertambah pada tahun ketiga. PPK menyediakan hibah sebesar Rp 350 juta sampai Rp 1 miliar untuk setiap kecamatan yang dipilih. Dengan dana sebesar itu, rata-rata perolehan di tingkat desa sekitar Rp. 75 juta, atau sepuluh kali lipat penerimaan bersih desa dari dana Inpres Bantuan Desa (Bangdes). Dengan memperbaiki kinerja organisasi daripada Program IDT, otonomi masyarakat desa dalam penggunaan dana sebesar ini baru mampu memberdayakan sekitar 35 % kecamatan pemanfaat (Agusta, et. al., 2000).

Data tersebut memberikan gambaran gagalnya PPK dalam memberdayakan keluarga miskin. Program tersebut gagal disebabkan: pertama, terjadinya inkonsistensi tujuan, prinsip dan pelaksanaan aturan -aturan PPK. Inkonsistensi berupa tujuan program adalah untuk mengentaskan kemiskinan tetapi tidak mengundang keluarga miskin dalam MAD (tidak ada tokoh keluarga miskin yang mewakili dalam pelaksanaan MAD). Kedua, peraturan dalam Petunjuk Teknis Operasional (PTO) telah membatasi partisipasi keluarga miskin sehingga keluarga miskin tidak memperoleh peluang dan kekuasaan untuk mengambil keputusan atas usulan kegiatan yang didanai oleh PPK. Ketiga, PPK


(30)

3 tidak mempertimbangkan antara target dan waktu yang disediakan serta tujuan yang akan dicapai. Hal ini mengakibatkan kurang maksimalnya hasil bantuan PPK baik pemanfaatannya maupun pemeliharaan.

Menurut Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa Departemen Dalam Negeri (2002) PPK melibatkan banyak desa dalam tahap perencanaan, pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan . Pertemuan tingkat desa dan kecamatan dalam rangka mensosialisasikan dan merencanakan kegiatan PPK diikuti oleh perwakilan desa, dengan tingkat partisipasi perempuan berkisar 26-45 persen dan kelompok miskin (keluarga miskin) 53 persen. Menurut hasil evaluasi pelaksanaan PPK yang telah dilakukan oleh Jaringan Kerja Pemberdayaan Masyarakat (JKPM) di 10 kabupaten di 5 propinsi pada tahun 1999 (CESDA-L3ES, 2001), bahwa partisipasi yang berhasil ditumbuhkan di tingkat desa cenderung elitis. Hasil laporan PPK dan penelitian tersebut kontradiktif, seh ingga menimbulkan keraguan terhadap laporan yang telah ada.

Sejak dimulainya PPK, Badan Pusat Statistik (1998) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia 47,9 juta orang atau 24,2 %. Jumlah ini menurun pada tahun 2000 menjadi 37,3 juta orang atau 18,9 % dan pada tahun 2004 meningkat menjadi 39 juta orang atau 15,6 %. Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Riau (2004) mencatat jumlah penduduk miskin sebanyak 1.008.321 jiwa (231.508 keluarga miskin) dari jumlah penduduk propinsi 4.535.225 jiwa (977.288 kelu arga) atau 22,28 %. Persentase keluarga miskin yang meningkat dan menurun jumlah bukan dipengaruhi oleh adanya pelaksanaan kegiatan PPK, tetapi peningkatan jumlah persentase angka kemiskinan dikarenakan kurangnya lapangan pekerjaan dan khusus di daerah perkebunan kelapa sawit dikarenakan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit menurun. Berkaitan dengan hal ini, salah seorang keluarga miskin di Kecamatan Pangakalan Kuras yang bernama S menyatakan bahwa:

“Kecamatan Pangkalan Kuras yang penduduknya terdiri dari penduduk asli Melayu Pelalawan dan mayoritas penduduk tempatan dari eks warga transmigrasi PIR kelapa sawit, di sini meningkat dan menurunnya jumlah angka kemiskinan tergantung pada harga kelapa sawit TBS per kilo gram”.


(31)

4 Pernyataan tersebut memberikan gambaran bahwa pada saat harga kelapa sawit turun, maka pendapatan buruh dan petani kelapa sawit juga menurun. Dengan kondisi seperti ini, warga desa khususnya keluarga miskin memerlukan pekerjaan tambahan untuk menambah penghasilan keluarga.

Program pemberdayaan yang dilaksanakan oleh para pelaku PPK mengutamakan proyek pembangunan sarana fisik desa seperti: pengerasan jalan dan pembuatan jembatan, dari pada proses pemberdayaan keluarga miskin. Proyek pembangunan sarana fisik memberikan hasil nyata. Pembangunan sarana fisik s esuai dengan tujuan PPK butir 3 yaitu hasil proyek dapat dimanfaatkan oleh keluarga miskin. Tujuan PPK tersebut mendasari indikator keberhasilan program yang diukur dari bangunan nya (hasil) bukan siapa (pelaku) yang terlibat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan .

Menurut Suharto (2003) Program antikemiskinan yang didanai World Bank masih melihat kemiskinan berdasarkan sistem pengukuran dan indikator sosial ekonomi yang masih dominan. Pendekatan ini masih berfo kus pada

outcomes dan kurang memperhatikan aspek aktor dan pelaku kemiskinan serta sebab-sebab yang mempengaruhinya, sehingga indikator keberhasilan program diukur dengan kondisi sebelum ada bantuan dan hasil bantuan.

Pemberdayaan keluarga miskin dalam PPK, dapat dipahami melalui analisis pemberdayaan dari perspektif pekerjaan sosial. Menurut Suharto (2005) pekerjaan sosial adalah sebuah profesi kemanusiaan yang berkiprah dalam arena atau bidang kesejahteraan sosial, termasuk pemberdayaan masyarakat khususnya masyarakat lemah dan kurang beruntung (disadvantaged groups), seperti keluarga miskin, orang dengan kecacatan (ODK), komunitas adat terpencil (KAT). Fokus pemberdayaan menurut pekerjaan sosial adalah model yang berbasis pada kekuatan klien. Oleh karena itu, keluarga miskin memperoleh kekuatan diri diperlukan peluang dan kekuasaan dalam proses pemberdayaan.

Berdasarkan konteks situasi, strategi pekerjaan sosial berpijak pada prinsip-prinsip individualization dan self determinism yang melihat si miskin secara individual yang memiliki masalah dan kemampuan yang unik (Suharto, 2005). Prinsip lain yang digunakan dalam praktek pekerjaan sosial adalah


(32)

5 menolong orang agar mampu menolong dirinya sendiri (to help people to help themselves), bekerja dengan masyarakat (working with people). Prinsip ini memberikan tekanan pada penggalian sumber -sumber dan kemampuan keluarga miskin. Kemampuan menumbuhkan inner power keluarga miskin.

Kemiskinan dapat dikurangi melalui proses pemberdayaan masyarakat yang didasarkan kerjasama antara keluarga miskin dengan pekerja sosial untuk mendorong berkembangnya kapabilitas individu dan masyarakat. Proses pemberdayaan dilaksanakan dengan memberikan peluang dan kekuasaan kepada keluarga miskin dalam pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah yang dihadapinya. Proses pemberdayaan diarahkan upaya keluarga miskin berperan aktif sebagai aktor dan pelaku untuk mencapai tujuan program yang telah dipilihnya. Keluarga miskin memperoleh kekuasaan untuk merencanakan, mengambil keputusan dan melaksanakan serta melakukan evaluasi kegiatan dalam mencapai keberdayaan masyarakat dalam keterlibatannya pada upaya-upaya pengembangan masyarakat.

Keberdayaan keluarga miskin dalam pengembangan masyarakat menjadi parameter keberhasilah dalam upaya pengembangan masyarakat pedesaan (lokal). Menurut Suharto (2005) Pengembangan Masyarakat Lokal (PML) merupakan proses interaksi antara anggota masyarakat setempat yang difasilitasi oleh pekerja sosial. Pekerja sosial memfasilitasi masyarakat untuk menemukan kesadaran dan mengembangkan kemampuan mereka dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Pengembangan masyarakat lokal berorientasi pada tujuan proses (process goal) dari pada tujuan tugas atau tujuan hasil (task or product). Setiap anggota masyarakat (termasuk keluarga miskin) bertanggung jawab untuk menentukan tujuan dan memilih strategi kemandirian, peningkatan informasi, komunikasi, relasi dan keterlibatan anggota masyarakat yang merupakan inti dari proses pengembangan masyarakat lokal.

Program pemberdayaan masyarakat disesuaikan dengan peta dan struktur sosial lokal serta program pemberdayaan masyarakat yang telah dilaksanakan. Hal ini bermanfaat untuk merancang program pemberdayaan keluarga miskin pedesaan dengan strategi mengikutsertakan masyarakat dan kelompok sasaran


(33)

6 dalam menentukan kebutuhan sehingga dapat mencapai proses pemberdayaan, pembelajaran, dan pemanfaat an sumber daya lokal. Pekerjaan sosial merupakan profesi yang memiliki perhatian mendalam pada pemberdayaan masyarakat. Proses pemberdayaan yang menggunakan prinsip -prinsip yang sesuai dengan dinamika masyarakat.

Analisis pemberdayaan PPK menurut perspektif pekerjaan sosial dilaksanakan dengan mengevaluasi tujuan, proses dan hasil pemberdayaan keluarga miskin dalam PPK. Dengan demikian indikator keberhasilan PPK dilihat dari analisis pekerjaan sosial tersebut. Tujuannya adalah untuk mengetahui kelemahan -kelemahan sebagai penyebab kegagalan PPK dan keleb ihan yang dapat dilanjutkan serta dikembangkan dalam pemberdayaan keluarga miskin pedesaan di masa mendatang.

Hasil kegiatan desa yang didanai PPK Phase I di Kecamatan Pangkalan Kuras dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Kegiatan-Kegiatan yang didanai PPK Phase I di Kecamatan Pangkalan Kuras Tahun 2001

No Desa Pengusul Kegiatan

1 Rawang Sari Gorong-gorong, Pengerasan jalan dan gorong-gorong

2 Mayang Sari Jembatan kayu, gorong -gorong dan pengerasan jalan

3 Sari Mulya Pengerasan jalan dan gorong-gorong

4 Sari Makmur Pengerasan jalan dan jembatan semi permanen

5 Sorek Dua Pelebaran Jalan, listrik diesel, sumur bor

6 Genduang Pengerasa jalan dan listrik diesel

7 Dungangan Listrik diesel dan listrik diesel

8 Betung Sumur gali dan listrik diesel

9 Terantang Manuk MCK dan sumur gali

10 Surya Indah Listrik diesel dan gedung SLTP

11 P alas Listrik diesel dan gedung SD Jarak Jauh

12 Beringin Indah Pengerasan jalan

13 Sialang Indah Pengerasan jalan dan gedung SMK Swadaya

14 Kemang Pengerasan jalan dan MCK

15 Meranti Pengerasan jalan dan MCK

Sumber: Laporan PPK tahun 2002

Hasil keputusan MAD Prioritas Usulan Kegiatan PPK di Kecamatan Pangkalan Kuras seratus persen murni kegiatan pembangunan sarana fisik. Hal ini disebabkan pihak PPK dan otoritas pemerintah kecamatan telah menentukan


(34)

7 kegiatan yang didanai PPK. Usulan kegiatan telah diputuskan dalam MAD Sosialisasi, sehingga musyawarah desa hanya sebagai formalitas.

Keluarga miskin belum memiliki peluang dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan kegiatan ini. Penyebabnya adalah peserta MAD telah ditentukan dalam PTO PPK, sehingga keluarga miskin tidak hadir dalam musyawarah tersebut. Berkaitan dengan keputusan dalam MAD, Konsultan Manajemen (KM) Kabupaten dan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Pelalawan mengatakan bahwa masyarakat desa masih memerlukan bantuan sarana fisik.

MAD Prioritas Usulan Kegiatan membahas dan memutuskan kegiatan yang didanai PPK. Musyawarah menggunakan prinsip kompetisi sehat. Desa-desa bersaing untuk memenangkan usulan kegiatan dalam musyawarah. Desa-desa

competitor yang kalah tidak menerima bantuan. Jika ditelaah lebih lanjut, desa yang memenangkan kompetisi adalah desa yang masyarakatnya mampu menyusun rencana pembangunan.

Peran fasilitasi yang dilaksanakan oleh Fasilitaor Kecamatan (FK) dan Fasilitator Desa (FD) masih lemah. Menurut Huraerah (2004) sebagai seorang “community organizer”, pekerja sosial membantu masyarakat miskin agar dapat mengartikulasikan kebutuhan-kebutuhannya, mengidentifikasi masalah dan mengembangkan kapasitasnya agar dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi secara lebih efektif. Hal ini dipahami bahwa masyarakat memiliki keunikan dan potensi yang dapat dikembangkan, dan pekerja sosial dapat menjadi fasilitator.

1.2.Masalah Penelitian 1.2.1. Justifikasi

Permasalahan yang diteliti adalah proses pemberdayaan keluarga miskin dalam PPK di Kecamatan Pangkalan Kuras. Bantuan PPK berupa pembangunan sarana fisik di pedesaan belum memberdayakan keluarga miskin. Penyebabnya adalah PPK belum melibatkan keluarga miskin dalam kegiatan, belum ada


(35)

8 transfer kekuasaan, dan belum ada perb aikan kualitas hidup keluarga miskin. Proses partisipasi belum melibatkan keluarga miskin secara langsung karena keluarga miskin hanya berperan sebagai tenaga upahan. Keluarga miskin belum mempunyai peluang dan kekuasaan untuk berperan dalam setiap tahapan PPK secara optimal, sehingga bantuan PPK yang diserahkan kepada masyarakat tidak berkelanjutan (unsustainable).

Berkaitan dengan hal tersebut, Kasi Pemberdayaan Masyarakat Des a Kecamatan Pangkalan Kuras menyatakan bahwa

“Meskipun masyarakat telah berjanji gotong royong pembangunan jalan lingkungan desa tidak ada perawatan, pasir dan batunya telah berserakan ke tepi jalan. Jembatan semi permanen, pegangan kayunya telah banyak yang rusak. Tetapi masyarakat masih memanfaatkan hasil proyek tersebut. Hasil bantuan PPK lainnya seperti diesel tidak dirawat dengan baik. Bahkan ada yang hilang”.

Kondisi ini terjadi di beberapa desa Kecamatan Pangkalan Kuras. Salah satu contoh adalah bantuan diesel bagi PPK di Desa Terantang Manuk. Kondisi diesel di Desa Terantang Manuk dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2 Kondisi Diesel Bantuan PPK di Desa Terantang Manuk

Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan Tahun 2005

No Lokasi

bantuan Kondisi Sistem perawatan Keterangan

1 RT. 1 Rusak Tidak diperbaiki Digunakan 2

tahun

2 RT. 2 Rusak Tidak diperbaiki Digunakan 1.5

tahun

3 RT. 3 Hilang - Tidak diketahui

4 RT. 4 Baik, dimanfaatkan Gotong royong pemakai -

5 RT. 5 Baik, tidak

dimanfaatkan

Disimpan di rumah Ketua

RT -

6 RT. 6 Rusak Tidak diperbaiki Di gunakan 2

tahun

7 RT. 7 Baik, dimanfaatkan Gotong Royong pemakai -

8 RT. 8 Hilang - Tidak diketahui

Sumber: Fasilitator Desa Terantang Manuk 2005

Diesel bantuan PPK telah dimanfaatkan warga di desa wilayah Kecamatan Pangkalan Kuras. Diesel yang masih dimanfaatkan dan dirawat oleh masyarakat


(36)

9 Desa Terantang Manuk sebanyak 2 (dua) unit atau hanya 25 % dari 8 (delapan) unit.

Data yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini, tentang proses dan hasil bantuan PPK, PPK belum berhasil meningkatkan kualitas hidup keluarga miskin. Keluarga miskin tetap dalam kondisi miskin. Seperti telah terungkap dari pernyataan keluarga miskin di atas.

Program pemberdayaan keluarga miskin yang efektif diperlukan analisis faktor penyebab kegagalan dan keberhasilannya. Penelitian ini dilaksanakan untuk memahami proses pemberdayaan keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras.

1.2.2. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah menganalisis program pemberdayaan keluarga miskin yang dilaksanakan oleh PPK di Kecamatan Pangkalan Kuras menurut perspektif pekerjaan sosial. Pokok penelitian tentang pemberdayaan keluarga miskin dalam PPK ditujukan pada proses pelibatan keluarga miskin dalam kegiatan PPK, transfer peluang dan kekuasaan, serta perbaikan kualitas hidup. Data yang diperoleh dari analisa program tersebut digunakan sebagai dasar penyusunan rancangan program pemberdayaan keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras.

1.2.3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut: (1) Bagaimana pola hubungan masyarakat mempengaruhi kehidupan keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras ?; (2) Bagaimana upaya pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan pemerintah dan masyarakat Kecamatan Pangkalan Kuras ?; (3) Bagaimana proses pemberdayaan dalam PPK menurut perspektif pekerjaan sosial? (4) Bagaimana keluarga miskin menyusun rancangan program pemberdayaan keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras?


(37)

10

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah:

1.3.1. Untuk memahami pola hubungan masyarakat mempengaruhi kehid upan keluarga miskin Kecamatan Pangkalan Kuras .

1.3.2. Untuk memahami upaya pemberdayaan masyarakat yang telah dilaksanakan di Kecamatan Pangakalan Kuras .

1.3.3. Untuk menganalis is PPK menurut perpektif pekerjaan sosial.

1.3.4. Untuk menyusun rancangan program pemberdayaan keluarga miskin di Kecamatan Pangkalan Kuras.

1.4.Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah:

1.4.1. Memberikan masukan strategis yang lebih efektif dan efisien kepada pemegang kebijakan program pemberdayaan keluarga miskin yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dalam perencanaan kegiatan pada program secara mandiri.

1.4.2. Memberikan evaluasi Program Pengembangan Kecamatan yang telah dilaksanakan dalam perspektif pekerjaan sosial yang ditujukan kepada pelaku PPK, pemerintah baik lokal maupun kabupaten, keluarga miskin serta pekerja sosial.

1.4.3. Memberikan sumbangan hasil diskusi bersama komunitas keluarga miskin kepada aparat kecamatan dan komponen masyarakat tentang program yang diperlukan masyarakat.


(38)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1.Kemiskinan

Kemiskinan merupakan suatu fenomena sosial yang ditandai dengan ketidakmampuan seseorang atau kelompok atau masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar. Konsep kemiskinan sangat fenomenologis, karena merujuk pada bagaimana konsep itu didefinisikan. Pada kajian ini kemiskinan difahami sebagai kondisi yang dibuat oleh manusia, yakni terabaikannya upaya-upaya yang serius untuk menanggulangi kesenjangan karena terlalu mementingkan pertumbuhan ekonomi (Baswir, 2003).

Sayogyo (2002) membuat penggolongan atas tingkat pen ghasilan miskin dan cukup/mampu. Setelah itu, membandingkan tingkat pangan antara yang keluarga miskin dan keluarga yang mampu. Untuk masyarakat pedesaan garis kemiskinan ditetapkan pada penghasilan senilai 240 kg ekuivalen beras per orang setahun dan untuk rumah tangga kota senilai 360 kg/orang-tahun (50 % lebih tinggi). Di balik rata-rata 1.718 kalori pada rumah tangga desa di Jawa ditemukan perbedaan besar antara tingkat pangan dua golongan penghasilan itu: golongan cukup/mampu rata-rata mendapat 2.172 kalori dan 53,6 gram protein, sedangkan golongan miskin hanya 1.283 kalori dan 26,9 gram protein sehari-hari, atau: kontras cukup pangan, ukuran kalori maupun protein dan: kurang kalori dan protein.

Kemiskinan dapat dibedakan menurut kondisi keluarga miskin dalam kehidupannya sehari-hari yaitu: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan kultural, dan kemiskinan struktural. Lebih jelas Suharto (1997: 74-75) mengelompokan jenis-jenis kemiskinan terdiri dari kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural.

Kemiskinan absolut adalah keadaan miskin yang diakibatkan oleh ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuan pokoknya, seperti untuk makan, pakaian, pendidikan, kes ehatan, dan transportasi. Indikator diukur oleh batas kemiskinan atau garis kemiskinan (poverty line) baik yang berupa indikator


(39)

12 tunggal maupun komposit, seperti nutrisi, kalori, beras, pendapatan, pengeluaran, kebutuhan dasar atau kombinasi beberapa indik ator. Untuk mempermudah pengukuran, indikator tersebut umumnya dikonversikan dalam bentuk uan g (pendapatan atau pengeluaran).

Kemiskinan relatif adalah keadaan kemiskinan yang dialami individu dan kelompok dibandingkan dengan kondisi umum suatu masyarakat. Jika batas kemiskinan 30.000 per kapita per bulan, seseorang yang memiliki pendapatan 75.000 per kapita per bulan sec ara absolut tidak miskin, namun apabila pendapatan rata-rata masyarakat setempat 100.000 per kapita per bulan maka secara relatif ia dik ategorikan miskin.

Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang mengacu kepada sikap, gaya hidup, nilai orientasi sosial budaya seseorang atau masyarakat yang tidak sejalan dengan etos kemajuan (modernisasi). Sikap malas, tidak memiliki kebutuhan berprestasi (needs for achievement), fatalis, berorientasi ke masa lalu, tidak memiliki jiwa wirausaha.

Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh ketidakberesan atau ketidakadilan struktur, baik struktur politik, sosial, maupun ekonomi yang tidak memungkinkan terjangkau sumber-sumber penghidupan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Proses praktek monopoli, oligopoly dalam bidang ekonomi misalnya. Dicontohkan para petani tidak memiliki tanah sendiri atau hanya memiliki sedikit bidang tanah, para nelayan tidak mempunyai perahu.

Keluarga dikatakan miskin apabila sebuah keluarga memiliki ciri-ciri seperti rumah tidak layak huni, fisik anggota keluarga yang lemah, kerentanan, terisolasi dan tidak berdaya. Menurut Chambers (1983) ada lima ketidakberun tungan yang dimiliki oleh keluarga miskin, yaitu: rumah reot, fisik yang lemah (physical weakness), kerentanan (vulnerability), keterisolasian (isolation), dan ketidakberdayaan (powerlessness)

Kemiskinan ditandai dengan (pertama) rumah yang reot dan dibuat dari bahan bangunan yang bermutu rendah, perlengkapan yang sangat minim, tidak memiliki MCK sendiri, ekonomi keluarga ditandai dengan ekonomi gali lubang tutup lubang; (kedua) pendapatan mereka tidak menentu dan dalam jumlah yang


(40)

13 tidak memadai, sehingga keluarga miskin menghabiskan apa yang mereka peroleh pada hari itu juga.

Fisik yang lemah (physical weakness) disebabkan adanya rasio

ketergantungan yang tinggi antara anggota keluarga tersebut dengan anggota keluarga dewasa yang sehat dalam mencari nafkah. Ketergantungan anggota keluarga muda karena mereka belum dapat mencari nafkah dan anggota keluarga yang dewasa mempunyai kemampuan terbatas dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Selain itu, jumlah anggota keluarga yang ditanggung anggota keluarga dewasa tidak sebanding dengan jumlah anggota keluarga muda. Anggota keluarga dewasa sedikit dan anggota keluarga muda lebih banyak. Akibat dari ketergantungan ini menyebabkan anggota keluarga miskin tidak dapat memenuhi kebutuhan baik pangan, sandang, kesehatan maupun perumahan yang layak.

Kerentanan (vulnerability) keluarga miskin berupa tidak memiliki cadangan berupa uang atau makanan untuk menghadapi keadaan darurat, sehingga akan menjual barang apa saja yang mereka miliki, utang kepada tetangga atau rentenir.

Keterisolasian (isolation) keluarga miskin disebabkan secara geografis atau tidak memiliki akses terhadap sumber informasi, misalnya pada saat diadakan pertemuan hanya kelompok elit desa yang hadir.

Ketidakberdayaan (powerlessness) keluarga miskin yang disebabkan faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari rendahnya keterampilan, pendidikan dan kemauan untuk berubah. Faktor eksternal terdiri adanya tekanan-tekanan dari keluarga miskin, seperti: keluarga miskin tidak berdaya menghadapi rentenir atau orang-orang lain yang sering mengeksploitasi mereka dan aparat yang sering tidak ramah kepada mereka.

Suhendra (1995) menyatakan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan itu dapat disebabkan oleh hambatan -hambatan yang bersifat internal maupun eksternal. Sebagai contoh hambatan internal yaitu kemiskinan dapat menimpa orang cacat yang karena kecacatannya tidak mampu secara optimal menjalankan fungsi sosialnya di dalam masyarakat. Contoh hambatan ekternal: dalam dunia kerja yang kompetitif seringk ali kurang memberikan kesempatan dan


(41)

14 peluang baginya untuk memperoleh pekerjaan dan pendap atan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemiskinan dapat pula menimpa orang-orang yang secara sosial psikologis tidak mengalami hambatan pribadi. Perubahan sosial yang berlangsung di sekeliling kita dapat menimbulkan berbagai dampak yang tidak diharapkan baik yang langsung maupun tidak langsung menimbulkan berbagai permasalahan sosial.

Mata pencaharian kelompok miskin merupakan simpul dari jaringan ekonomi yang lebih luas, di luar batas-batas komunitas. Dari mulai kegiatan produksi, distribusi, dan pemasaran produk-produk manufaktur pertanian dan non pertanian. Kerentanan buruh dan petani kelapa sawit berawal dari posisinya di dalam jaringan -jaringan ini yaitu ketika uang tidak ada, tenaga kerja tidak ada, barang-barang lebih mahal, tempat beraktivitas tidak dikuasai, dan hubungan baik sangat terbatas.

2.1.1. Komunitas

Wilkinson (1970) memahami komunitas sebagai “kumpulan orang-orang yang hidup di suatu tempat (lokalitas), dimana mereka mampu membangun sebuah konfigurasi sosial – budaya dan secara bersama-sama menyusun aktivitas-aktivitas kolektif (collective action).” Warren dalam Fear & Schwarzweller (1985), secara sosiologis komunitas sebagai “kombinasi dari lokalitas (kawasan) dan unit-unit sosial (manusia dan kelembagaan sosial) yang membentuk keteraturan, dimana setiap unit sosial menjalankan fungsi-fungsi sosialnya secara konsisten sehingga tersusun sebuah tatanan sosial yang tertata secara tertib.”

Ciri-ciri suatu komunitas adalah mempunyai rasa solidaritas yang tinggi, dimana satu sama lain saling berinteraksi secara intensif dan mempunyai ikatan emosional yang kuat serta berada dalam wilayah teritorial yang jelas. Komunitas yang dimaksud adalah kumpulan indiv idu dan kelompok keluarga miskin yang tinggal dan berinteraksi sosial di Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan.


(42)

15

2.1.2.

Modal Sosial

Walaupun keluarga miskin kurang berdaya dalam pemenuhan kebutuhan hidup, tetapi keluarga miskin masih ada kekuatan yang dapat dikembangkan melalui berbagai cara. Adapun kekuatan itu adalah modal sosial. Grootaer dan Bastelaer (2002) mengemukakan bahwa:

Social capital is assuming an increasingly important in the Word Bank’s poverty reduction strategy. The World Development Report 2000/2001 identities three pillars to that strategy: promoting opportunity, facilitating, emporwerment, and enhanc ing security. Building social capital is at the core of the empowerment agenda, together with promoting pro -poor institutional reform and removing social barriers. However, social capital is also critical asset for creating opportunies that enhance well-being and for achieving greater security and reduced vulnerability (World Bank 2001).

Salah satu strategi untuk mengurangi jumlah kemiskinan dunia dengan menggunakan modal sosial yaitu: memberikan kesempatan kepada keluarga miskin, kegiatan fasilitasi, pemberdayaan, dan meningkatkan keamanan. Mengembangkan modal sosial adalah mengagendakan pemberian kekuasaan kepada keluarga miskin, bersama-sama membuat kelembagaan yang berpihak kepada keluarga miskin dan menyingkirkan hambatan sosial. Selain itu, modal sosial digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial mereka dan mencapai kesuksesan dalam jaring pengaman serta mengurangi kerentanan.

2.1.3. Evaluasi Program

Menurut Agusta (2001) Evaluas i PPK (Program Pengembangan Kecamatan) disini dilaksanakan terhadap wacana normatif yang tercantum dalam aturan main program (pedoman umum, petunjuk pelaksanaan, manual teknis/petunjuk operasional), dan efektivitas dalam mencapai hasil (outcome) proyek/kegiatan. Dengan pandangan sistemis tersebut, evaluasi menghasilkan rekomendasi bagi perencanaan dan pelaksanaan program PPK. Menurut Owen (1999) mengevaluasi dampak sebuah program perlu meliputi:

(1) The range and extent of outcomes of program; (2) whether the program has been implemented as planned and how implementation has affected outcomes ; (3) evidence to funder, senior managers and politicians about the extent to which resources allocated to a program


(43)

16 have been spent wisely; (3) informing decisions about replication or extension of the program.

Menurut Agusta (2004) studi atas impak memberikan informasi tentang efek program terhadap kesejahteraan pemanfaat secara umum. Suharto (2005) menyatakan bahwa evaluasi dapat ditujukan untuk mengidentifikasi tingkat pencapaian tujuan, mengukur dampak yang terjadi pada kelompok sasaran, mengetahui dan menganalisis konsekuensi-konsekuensi lain yang mungkin terjadi diluar rencana. Menurut Bramley (1996) untuk mengevaluasi efektivitas program dilihat efektivitas perubahan individu, efektivitas perubahan tim, dan efektivitas perubahan organisasi.

Menurut Chambers (2000) mengukur efektivitas program dilakukan dengan mengukur tujuan kegiatan dengan kriteria ekonomi yang baku yaitu:

Adequacy, Equity, and Efficiency. The center efficiency question is always whether there is a better (least costly, more cost effective) means to achieve a given outcome. Dalam evaluasi program perspektif pekerjaan sosial akan dilihat eligibilitas program telah memadai sehingga dapat menjamin keberlanjutan program. Dalam efektifitas dapat dilihat bagaimana distribusi bantuan telah adil. Dan bagaimana tujuan akan dapat dicapai secara efisien (hemat biaya) dan efektifitas (ketepatan biaya) program b isa memuaskan semua pihak.

2.2.Pekerjaan Sosial

Menurut Suharto (2005) Pekerjaan sosial adalah sebuah profesi kemanusiaan yang berkiprah dalam arena atau bidang kesejahteraan sosial, termasuk pemberdayaan masyarakat. Pekerjaan sosial adalah aktivitas kemanusiaan yang sejak kelahirannya sekian abad yang lalu telah memiliki perhatian yang mendalam pada pemberdayaan masyarakat, khususnya masyarakat yang lemah dan kurang beruntung (disadvantaged groups), seperti orang miskin, orang dengan kecacatan (ODK), komunitas adat terpencil (KAT).

Prinsip-prinsip pekerjaan sosial, seperti menolong orang agar mampu menolong dirinya sendiri (to help people to the help themselves), penentuan nasib sendiri (self determination), bekerja dengan masyarakat (working with people) dan


(44)

17 bukan bekerja untuk masyarakat (working for people), menunjukkan betapa pekerjaan sosial memiliki komitmen yang kuat terhadap pemberdayaan masyarakat.

Menurut Zastrow dalam Suharto (2005), pemberdayaan didefinisikan sebagai proses membantu individu, kelompok, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan personal, interpersonal, sosio ekonomi, dan politik, serta mengembangkan pengaruh terhadap perbaikan lingkungan mereka. Kegiatan tersebut berguna untuk meningkatkan kekuatan pada diri keluarga miskin (klien). Oleh karena itu, model berbasis pada kekuatan klien menekankan pada kemampuan, nilainilai, perhatian, keyakinan, sumbersumber, pencapaian -pencapaian, dan aspirasi-aspirasi orang yang menjadi klien pekerja sosial.

Proses pemberdayaan ini dapat ditransfer melalui peluang dan kekuasaan yang diperoleh dari struktur sosial di mana klien berada. Menurut Suharto (2005) kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan tergantung pada dua hal: (1) bahwa kekuasaan dapat berubah, jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun; (2) bahwa kekuasaan dapat diperluas konsep ini menekankan pada pengertian tidak statis, melainkan dinamis. Sehingga pola hubungan antara kekuasaan dan struktur sosial dapat mempengaruhi keberhasilan proses pemberdayaan.

Menurut Suharto (2005) pekerjaan sosial adalah profesi kemanusiaan yang telah lahir cukup lama. Sejak kelahirannya sekitar 1800an (Zastrow, 1999; Zastrow, 2000; Shulman, 2000), pekerjaan sosial terus berkembang mengalami perkembangan sejalan dengan tuntutan perubahan dan aspirasi masyarakat. Namun demikian seperti halnya profesi lain (misalnya kedokteran, keguruan), fondasi dan prinsip dasar pekerjaan sosial tidak mengalami perubahan. Tan dan Envall (2000) menyatakan bahwa while social work explores changes and adapts to various demands … the basic integredients of social work must remain in the changing tide.Selanjutnya Tan dan Envall mendefinisikan pekerjaan sosial sebagai berikut:

The social work proefession promotes problem solving in human relationships, social work change, empowerment and liberation of people, and the enhancement of society. Utilition theories of human


(45)

18 behavior and social systems, social work intervences at the points where people interact with environtments . Principles of human rights and social justice are fundamental to social work.

Profesi pekerjaan sosial mendorong pemecahan masalah dalam kaitannya dengan relasi kemanusiaan, perubahan sosial, pemberdayaan dan pembebasan manusia, serta perbaikan masyarak at. Menggunakan teoriteori perilaku manusia dan sistem -sistem sosial, pekerjaan sosial melakukan intervensi pada titik (atau situasi) dimana orang berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip -prinsip hak azasi manusia dan keadilan sosial sangat penting bagi pekerjaan sosial (Suharto, 2005).

Prinsip pekerjaan sosial dan asumsi pemberdayaan dalam pekerjaan sosial digunakan mengukur proses keterlibatan keluarga miskin dalam pemberdayaan. Menurut beberapa penulis, seperti Solomon, Rappaport, Pinderhughes , Swift, Swift & Levin, Weick, Rapp, Sulivan dan Kisthardt, terdapat beberapa prinsip dan asumsi pemberdayaan menurut perspektif pekerjaan sosial (Suharto,1997) yaitu: pemberdayaan adalah proses kolaboratif dengan mana masyarakat miskin dan pekerja sosial bekerjasama sebagai partner, proses pemberdayaan menempatkan masyarakat miskin sebagai kompeten dan mampu menjangkau sumber -sumber dan kesempatan -kesempatan, masyarakat miskin melihat diri mereka sendiri sebagai agen penting yan g dapat mempengaruhi perubahan, kompetensi diperoleh atau dipertajam melalui pengalaman hidup, khususnya pengalaman yang memberikan perasaan mampu pada masyarakat miskin, solusi-solusi, yang berasal dari situasi khusus, beragam dan menghargai keberagaman yang berasal dari faktor-faktor yan g berada pada situasi masalah tersebut, jaringan-jaringan sosial informal merupakan sumber dukungan yang penting bagi penurunan ketegangan dan meningkatkan kompetensi serta kemampuan pengendalian seseorang, masyarakat miskin berpartisipasi dalam pemberdayaan mereka sendiri: tujuan, cara dan hasil harus dirumuskan oleh mereka sendiri, tingkat kesadaran merupakan kunci dalam pemberdayaan, karena pengetahuan dapat memobilisasi tindakan bagi perubah an, pemberdayaan melibatkan akses terhadap sumber-sumber dan kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber -sumber-sumber tersebut secara efektif, proses pemberdayaan bersifat dinamis, sinergis, berubah terus, evolutif; permasalahan selalu memiliki beragam solusi, pemberdayaan dicapai melalui struktur-struktur personal dan pembangunan ekonomi secara paralel.


(46)

19 Pemberdayaan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan dalam pekerjaan sosial meliputi: pelaku yang terlibat dalam bekerjasama dan proses (partisipasi), sumber-sumber sebagai potensi yang mendukung (transfer kekuasaan kepada orang yang akan diberdayakan), dan efektivitas program pemberdayaan dalam meningkatkan kesejahteraan sosial (perbaikan kualitas hidup).

Dubois dan Miley (1992) dalam bukunya Social Work: An Empowering Profession memberi beberapa cara atau teknik khusus yang dapat dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat dengan: membangun relasi, komunikasi dan keterlibatan klien dalam pemecahan masalah.

Pemberdayaan masyarakat dengan membangun relasi pertolongan terdiri dari: merefleksikan respon empati; menghargai pilihan dan hak klien menentukan nasibnya sendiri (self-determination); menghargai keberbedaan dan keunikan individu; menekankan kerjasama klien (client partnerships).

Pemberdayaan masyarakat dengan membangun komunikasi dengan cara: menghormati martabat dan harga diri klien; mempertimbangkan keragaman individu; berfokus pada klien; menjaga kerahasiaan klien.

Pemberdayaan masyarakat dengan meningkatkan keterlibatan klien (keluarga miskin) dalam pemecahan masalah dengan cara: memperkuat partisipasi klien dalam semua aspek proses pemecahan masalah; menghargai hak-hak klien; merangkai tantangan -tantangan sebagai kesempatan belajar; melibatkan klien dalam pembuatan keputusan dan evaluasi.

Para pekerja sosial melaksanakan teknik di atas untuk memberikan kekayaan dalam mendampingi keluarga miskin untuk berperan dalam setiap kegiatan program yang telah dipilih. Program yang dipilih didasarkan hasil relasi, komunikasi dan keterlibatan keluarga miskin serta konsistensi dalam pelaksanaan kegiatan program.

Suharto (2005) men gatakan bahwa keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan politis. Aspek kemampuan ekonomi terdiri dari: kemampuan dalam


(47)

20 pemenuhan kebutuhan dan kemampuan untuk memperoleh penghasilan. Aspek kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan terdiri dari: kemampuan menjangkau sumber-sumber kesejahteraan sosial yang ada di sekitarnya. Aspek kemampuan kultural dan politik terdiri dari kemampuan dalam memahami proses kebudayaan yang berlangsung di sekitarnya. Sedangkan kemampuan politik adalah kemampuan untuk terlibat dalam proses pembelajaran politik di pedesaan.

2.3.

Pemberdayaan

Menurut Rappapot dalam Dubois dan Miley (1992) pemberdayaan adalah

“a way that people, organizations, and communities gain mastery over their lives”. Pemberdayaan adalah suatu cara dengan rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (berkuasa atas) kehidupannya. Dengan demikian rakyat didorong untuk mengelola kehidupannya dengan cara mereka sendiri. Sehingga rakyat sebagai bagian yang lebih luas dari komunitas secara terorganisasi dapat membantu komunitas yang bermasalah dapat diberdayakan. Pengaruh yang datang dari luar komunitas sebagai bagian yang dipertimbangkan untuk memenuhi kebutuhan yang tidak didapatkan dari dalam diri masyarakat tersebut.

Ife (1995) menyatakan bahwa increasing the power of the disadvantaged, it is necessary to look not only at what constitute power, but also at the nature of disadvantage. Pemberdayaan dilakukan untuk memberikan kekuasaan kepada yang tidak beruntung agar mereka menjadi berdaya. Menurut Swift dan Levin dalam Suharto (2005) pemberdayaan menunjuk pada usaha realocation of power

melalui pengubahan struktur sosial. Proses pemberdayaan mengutamakan adanya penempatan kekuasaan kepada keluarga miskin yang selama ini tidak mendapatkan kekuasaan dalam upaya pengembangan masyarakat.

Orang-orang yang tidak beruntung mendapatkan kekuasaan untuk melakukan pengambilan keputusan, membuat perencanaan dalam memenuhi kebutuhan dan memecahkan permasalahannya sendiri. Kesempatan yang diperoleh dalam struktur sosial akan dapat mengembangkan akses dan partisipasi orang-orang tidak beruntung dalam setiap program yang dibuat sebagai hasil


(48)

21 kolaborasi dengan institusi dalam struktur sosial untuk mengatasi berbagai persoalan mereka.

Menurut Dubois dan Miley (1992) proses memberdayakan dan tujuan pemberdayaan menjadi orientasi professional pekerjaan sosial.:

The empowering process and the empowerment goal undergird social work’s professional orientation. The process and goal are reflected in the dual focus of the purpose of social work: to enable the system’s competence for mutually adaptive transactions with the environt and to enhance the humane responsiveness of social institutions and the availability of opportunies and resources. Social worker practice form an empowerment orientation to achieve empowered social system trough empowering social structure.

Tujuan dan proses merupakan refleksi tujuan pekerjaan sosial: menghubungkan sistem sosial untuk transaksi yang menguntungkan dalam penyesuaian dan meningkatkan respons manusia terhadap institusi sosial dan mendapatkan kesempatan serta sumberdaya. Hal ini dapat diperoleh melalui pemberdayaan yang diberikan struktur sosial dalam masyarakat. Struktur sosial dan politik memberikan keleluasaan kepada masyarakat untuk memberikan partisipasi dan terlibat dalam setiap program.

Payne (1997) mengemukakan bahwa suatu proses pemberdayaan (empowerment) pada intinya ditujukan:

“To help clients gain power of decision and action over their own lives by reducing the effect of social or personal blocks to exercising existing power, by increasing capacity and self confidence to use power and by transferring power from the environment to clients ”.

Bahwa proses pemberdayaan dilakukan dengan membantu orang yang tidak berdaya untuk memperoleh kekuasaan dalam keikutsertaannya pengambilan keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan.

Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungan. Pemberdayaan merupakan upaya untuk membantu orang perorangan atau kelompok untuk memperoleh sumber-sumber dan meningkatkan potensi


(49)

22 yang dimilikinya agar dapat meningkatkan kehidupannya seperti meningkat pendapatan, membiayai anak-anak sekolah minimal wajib belajar sembilan tahun, memberi makan keluarga, membeli pakaian, memperbaiki rumah dan sebagainya.

Proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kek uasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi (Okley dan Marsden, 1984). Kegiatan itu seperti perbaikan jalan, pembuatan sumur (pengadaan air bersih) pada musim kemarau dan sebagainya. Proses ini disebut kecenderungan primer.

Kedua yang disebut kecenderungan sekunder menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Antar kedua proses saling terkait. (Pranarka dan Vidyanandika, 1996). Libussi dan Maluccio (1986) menerjamahkan hal ini ke dalam praktek pekerjaan sosial dengan memandang kelayan sebagai mitra kolaboratif sebagai orang yang memiliki asset dan protensinya yang dianggap lebih sebagai sumber patologi.

Menurut Parsons, et. al (1994: 106), pemberdayaan sed ikitnya mencakup tiga dimensi yaitu: (1) Seb uah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan sosial yang lebih besar; (2) Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya-diri, berguna dan mampu mengendalikan diri dan orang lain (3) Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan sosial, yang dimulai dari pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian melibatkan upaya-upaya kolektif dari orang -orang lemah tersebut untuk memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang masih menekan (Suharto, 1997).

Menurut Ife untuk mengembangkan model pemberdayaan dalam masyarakat, ada tujuh kekuasaan yang perlu dipertimbangkan sebagai dasar strategi pemberdayaan masyarakat. Tujuh tipe kekuasaan itu adalah: (1) Pilihan


(50)

-23 pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup: kemampuan dalam membuat keputusan-keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal, pekerjaan; (2) Pendefinisian kebutuhan: kemampuan menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi dan keinginannya (3) Ide atau gagasan: kemampuan mengekspresikan dan menyumbangkan gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas dan tanpa tekanan; (4) Lembaga-lembaga: kemampuan menjangkau, menggunakan dan mempengaruhi pranata -pranata masyarakat, seperti lembaga kesejahteraan sosial, pendidikan, kesehatan; (5) Sumber -sumber: kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal, informal dan kemasyarakatan; (6) Aktivitas ekonomi: kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi, distribusi, dan pertukaran barang serta jasa; (7) Reproduksi: kemampuan dalam kaitannya dengan proses kelahiran, perawatan anak, pendidikan dan sosialisasi (Suharto, 2005).

2.4.

Partisipasi

Menurut Mubyarto (1985), partisipasi sebagai kesadaran untuk membangun berhasilnya setiap program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri. Menurut Slamet (1992) dalam Sumardjo dan Saharudin (2003), untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan ada tiga syarat utama yang harus dipenuhi yaitu : (1) adanya kemampuan yaitu kemampuan individu atau kelompok untuk berbuat dalam sebuah kegiatan; (2) adanya kesempatan yaitu ruang yang diberikan kepada invidu atau kelompok untuk terlibat dalam kegiatan; (3) adanya kemauan untuk berpartisipasi.

Selanjutnya Sahidu (1998) menjelaskan bahwa faktor-fak tor yang mempengaruhi tingkat kemauan masyarakat untuk berpartisipasi adalah motif, harapan, kebutuhan, penghargaan, dan penguasaan informasi. Faktor yang memberikan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi adalah pengaturan dan pelayanan, kelembagaan, struktur dan stratifikasi sosial, budaya lokal, kepemimpinan, sarana dan prasarana. Sedangkan faktor yang mendorong adalah modal dan pengalaman yang dimiliki.


(51)

24 Partisipasi didasarkan adanya kemampuan dan peluang yang diciptakan dalam berbagai kesempatan yan g diberikan kepada masyarakat. Kemampuan seseorang digunakan untuk berpartisipasi pada setiap kegiatan. Namun demikian, kemampuan seseorang tidak bermanfaat, jika tidak ada peluang yang memberikan peran kepada seseorang untuk menjalankan peran pada setiap kegiatan. Indikator keberhasilan partisipasi didasarkan pada kemampuan masyarakat dalam meraih peluang dan menggunakan kesempatan untuk terlibat dalam kegiatan.

Ndraha (1990) membagi partisipasi sebagai berikut: (1) partisipasi dalam/melalui kontak dengan pihak lain sebagai awal perubahan sosial. (2) dalam memperhatikan/menyerap dan memberi tanggapan terhadap informasi, baik dalam arti menerima, menerima dengan syarat, maupun dalam arti menolaknya, (3) partisipasi dalam perencanaan termasuk pengambilan keputusan, (4) partisipasi dalam pelaksanaan operasional; (5) partisipasi dalam menerima, memelihara, dan mengembangkan hasil pembangunan yaitu keterlibatan masyarakat dalam menilai tingkat pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana dan tingkatan hasilnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan, tidak lepas dari hubungan dengan pihak lain. Adanya hubungan dengan pihak luar masyarakat lokal dalam pembangunan, tidak terlepas dari pertukaran sosial yang diberikan antara pihak luar (institusi pemerintah pembawa program) dan masyarakat (sebagai agency yang akan merubah dirinya sendiri). Menurut Mustafa (2003) bahwa hubungan pertukaran dengan orang lain karena dari padanya akan memperoleh imbalan. Dalam hubungan tersebut terdapat unsur imbalan (reward), pengorbanan (cost) dan keuntungan (profit), sehingga perilaku seseorang dimunculkan karena berdasarkan perhitungannya akan menguntungkan.

Partisipasi masyarakat menjadi elemen penting dalam pemberdyaan masyarakat desa. Berbagai upaya dilakukan untuk mendukung adanya partisipasi dari masyarakat. Cendikia (2002) mengemukakan bahwa terdapat 3 metoda dasar dalam teknologi partisipasi, yaitu: metoda diskusi, metoda workshop dan metoda perencanaan tindakan (action plan). Pusic dalam Suharto (1997) menambahkan bahwa perencanaan tanpa memperhitungkan partisipasi masyarakat akan


(52)

25 merupakan perencanaan diatas kertas. Berdasarkan pandangannya, partisipasi atau keterlibatan warga masyarakat dalam pembangunan desa dapat dilihat dari dua hal, yaitu: partisipasi dalam perencanaan dan partisipasi dalam pelaksanaan.

Partisipasi dalam perencanaan. Segi positif dari partisipasi dalam perencanaan adalah dapat mendorong munculnya keterlibatan secara emosio nal terhadap program -program pembangunan desa yang telah direncanakan bersama. Sisi negatif perencanaan adalah adanya kemungkinan tidak dapat dihindarinya pertentangan antar kelompok dalam masyarakat yang dapat menunda atau bahkan menghambat tercapainya su atu keputusan bersama.

Partisipasi dalam pelaksanaan adalah partisipasi individu atau kelompok (keluarga miskin) dalam melaksanakan kegiatan yang telah ditentukan bersama. Tetapi segi negatifnya adalah kecenderungan menjadikan warga masyarakat sebagai objek pembangunan, di mana warga hanya dijadikan pelaksana pembangunan tanpa didorong untuk mengerti dan menyadari permasalahan yang mereka hadapi, dan tanpa keinginan untuk mengatasi masalahnya. Sehingga warga masyarakat tidak secara emosional terlibat dalam program, yang berakibat kegagalan seringkali tidak dapat dihindari. Salah satu akar masalah dalam pembangunan dewasa ini adalah berkembangnya mentalitas yang materialistik dan mentalitas ingin serba cepat (instant). Masalah lain adalah lemahnya sumberday a manusia dan etos kerja kelompok masyarakat tertentu (Adi, 2003).

2.5.Kerangka Pemikiran

Untuk mengurangi angka kemiskinan di pedesaan dapat dicapai melalui proses pemberdayaan masyarakat. Proses pemberdayaan keluarga miskin dalam perspektif pekerjaan sosia l dilihat dari (1) partisipasi keluarga miskin dalam kegiatan program pemberdayaan; (2) adanya transfer kekuasaan dalam struktur sosial lokal dari kelompok atas kepada kelompok bawah (keluarga miskin); (3) adaya perbaikan kualitas hidup keluarga miskin yaitu dari kondisi miskin menjadi tidak miskin baik secara ekonomi (meningkat pendapatannya sehingga dapat memenuhi kebutuhan keluarga) secara sosial (dapat berperan dalam kehidupan


(53)

26 masyarakat di sekitarnya dan dapat memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi dalam keluarga).

Keluarga miskin dalam berpartisipasi memerlukan beberapa hal yaitu: (1) kemampuan seperti keterampilan dan pendidikan untuk mendukung keluarga miskin dalam berpartipasi pada proses pemberdayaan masyarakat; (2) kesempatan dalam mempero leh kekuasaan untuk berperan dalam kegiatan seperti pemberian waktu dan peran dalam proses pelaksanaan sebuah program pemberdayaan; (3) kemauan untuk berubah seperti mempunyai semangat yang tinggi dan tidak malas yang dapat mendorong untuk berpartisipasi dalam proses pemberdayaan.

Hal-hal yang diperlukan keluarga miskin dalam proses transfer kekuasaan adalah (1) menentukan pilihan kebutuhan dan memperoleh kesempatan; (2) mendefinisikan kebutuhan; (3) menyampaikan ide; (4) mengakses lembaga-lembaga dan sumber-sumber; (5) melakukan aktivitas ekonomi. Untuk memperoleh kekuasaan, keluarga miskin sebagai agen perubahan memerlukan hal-hal seperti: (1) mengetahui kebutuhannya sendiri (pangan , sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan dan lain-lain); (2) kemauan (motivasi); kemampuan (keterampilan -keterampilan yang dimiliki dalam berperan); (3) memiliki kedisiplinan dalam setiap kegiatan; (4) rasa percaya diri (keyakinan bahwa apa yang dilakukan akan berhasil jika dilaksanakan dengan sungguh-sungguh); dan (5) gaya hidup. Gaya hidup mempunyai pengaruh pada sikap dan performa keluarga miskin dalam menjadi perubah dirinya sendiri.

Bagaimana pemerintah lokal menjaga prinsip -prinsip PPK seperti keberpihakan terhadap keluarga miskin (program yang diperuntukan keluarga miskin); partisipasi (keterlibatan keluarga miskin dalam setiap kegiatan); transparansi, desentralisasi (disusun oleh masyarakat desa yang akan dibantu oleh PPK); kompetisi sehat (persaingan sehat); dan keterbukaan benar-benar memberikan kekuasaan kepada keluarga miskin untuk berpartisipasi aktif dalam proses pemberdayaan PPK.

Bagaimana proses transfer kekuasaan dari PPK kepada keluarga miskin, sehingga keluarga miskin dapat mengembangkan partisipasi, dan meningkatkan


(54)

27 kualitas hidup. Indikator keberhasilan ev aluasi ini adalah keluarga miskin mampu berp artisipasi, terjadinya proses transfer peluang dan kekuasaan, dan meningkatnya kualitas hidup.

Pemberdayaan keluarga miskin diharapkan meningkatkan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan (ekonomi, pendidikan dan kes ehatan); meningkatkan kemampuan keluarga miskin untuk berperan dalam program pengembangan masyarakat (sosial); meningkatkan kemampuan keluarga miskin untuk keluar dari tekanan struktur sosial (tekanan kultural dan politik). Pemberdayaan keluarga miskin menurut perspektif pekerjaan sosial secara jelas dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka pemikiran pemberd ayaan keluarga m iskin menurut perspektif pekerjaan sosial

Keluarga Miskin (agency): - Kebutuhan

- Kemauan

- Kemampuan

- Kedisiplinan - Rasa percaya diri - Gaya hidup Institusi Pemerintah:

Program anti kemiskinan

Mampu memenuhi kebutuhan Mampu berperan sosial Mampu keluar dari tekanan Pemberdayaan perspektif pekerjaan sosial:

-

Partisipasi

-

Transfer kekuasaan

-

Perbaikan kualitas hidup


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminto. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

__________________. 2002. Pemikiran-Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Lembaga Penerbit FE. UI.

Adimihardja, Kusnaka. Harry Hikmat. 2004. Participatory Research Appraisal dalam Pelaksanaan Pengabdian kepada Masyarakat. Bandung: Humaniora.

Agusta, Ivanovich. 2004. Jejak-Jejak Kesejahteraan: Evaluasi Manfaat Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal. PT. Blantickindo Aneka.

_______________. 2001. Evaluasi Pembangunan Desa Melalui Jaringan dalam Kecamatan. Mimbar Sosek: Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor

______________. 2000. Asumsi-Asumsi Program Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan Indonesia. Mimbar Sosek: Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

______________. 1998. Cara Mudah Menggunakan Metode Kualitatif pada Sosiologi Pedeaan. Bogor: Laboratorium Sosiologi, Antropologi, dan Kependudukan Fakultas Pertanian IPB.

Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Provinsi Riau. 2004.

Baharsyah, Justika. 1999. Menuju Masyarakat yang Berketahanan Sosial Pelajaran dari Krisis. Departemen Sosial RI. Jakarta.

Barker Robert L. 1987. The Social Work Dictionary. Silver Spring Maryland: NASW.

Baswir, Revrisond dkk., 2003, Pembangunan Tanpa Perasaan; Evaluasi Pemenuhan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Elsam, Jakarta. Cendikia, Ilham. 2002. Metode Fasilitasi Pembuatan Keputusan Partisipasi.

Jakarta: Pattiro.

Centre for Human Rights. 1994. Human Rights and Social Work. New York and Geneva: United Nation.


(2)

Chambers, Robert. 1987. Pembangunan Masyarakat Desa. Penerjemah: Pepe Sudrajat. Jakarta: LP3ES.

Chambers, Robert. 1983. Rural Development Putting the Last First. Published by Longman Inc.

Chandra, Eka. Dkk. 2003. Membangun Forum Warga: Implementasi Partisipasi dan Penguatan Masyarakat Sipil. Bandung: Yayasan AKATIGA.

Coleman, James. 1988. Social Capital in the Creation of human Capital. American journal of Sosiology 94 (supplement)

Dasgupta, Partha. Ismail Serageldin. 2000. Social Capital. A Multifaceted Perspectiive. Washington, D.C.: The World Bank.

Departemen Dalam Negeri RI. 2005. Petunjuk Teknis Operasional PPK. Jakarta: Tim Koordinasi Program PPK.

__________________________. 2002a. Forum-forum Musyawarah PPK. Jakarta: Tim Koordinasi Program PPK.

__________________________. 2002b. Jenis dan Proses Pelaksanaan Kegiatan-Kegiatan PPK. Jakarta: Tim Koordinasi Program PPK. __________________________. 2002c. Tugas dan Tanggung Jawab Pelaku

PPK. Jakarta: Tim Koordinasi Program PPK.

__________________________. 2002d. UPK, Penyaluran Dana dan Administrasi Kegiatan PPK. Jakarta: Tim Koordinasi Program PPK. Dharmawan, A.H. 2000. Poverty, Powerlessness and Poor People

Empowerment: A Conceptual Analysis with Special Reference to the Case of Indonesia. Paper presented in the workshop on Rural Institutional Empower ment held in the Indonesian Consulate General of Republic of Indonesia in Frankfurt am Main Germany. August 26t h 2000.

Djohani, Rianingsih. 1996. Buku Acuan Penerapan PRA: Berbuat Bersama Berperan Setara. Bandung: Studio Driya Media.

DuBois, Brenda dan Karla Krogsrud Miley (1992), Social Work: An Empowering Profession, Boston: Allyn and Bacon

Fakih, Mansour. 2002. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta: Insist Press bekerja sama dengan Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI)


(3)

Fear, F.A and Schwarzweller, H.K. 1985. Introduction: Rural Sociology, Community and Community Development. In Fear, F.A. and Schwarzweller, H.K (eds). 1985. Research in Rural Sociology and Development, Focus on Community. Greenwich and London: JAI. Gabriel, T. 1991. The Human Factor in Rural Development. London. And

New York. Belhaven Press.

Hardiman, Margaret and James Midgley. 1992. The Social Dimensions of development Jhon Willey dan Sons Ltd, New York.

Ife, Jim. 1995. Community Development: Creating Community Alternatives Vision, Analysis And Practis. Melbourne: Longman.

Iskandar, Jusman. 1993. Strategi Dasar Membangun Kekuatan Masyarat. Seri Praktek Pekerjaan Sosial Dalam Pembangunan Masyarakat. Bandung: Penerbit Kopma STKS Bandung.

Koentjaraningrat. 1997. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kuncoro, Mudrajad. 1997. Ekonomi Pembangunan Teori, Masalah, dan Kebijakan. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Laporan Bulanan Desember. 2001, Program Pengembangan Kecamatan Fase I Tahun Ke II, Tahun Anggaran 1999/2000 Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau, Konsultan Manajemen, PT. Bina Karya

Laporan Bulanan Ke II. Mei 2000, Program Pengembangan Kecamatan Fase I Tahun Ke II. Tahun Anggaran 1999/2000 Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau, Konsultan Manajemen, PT. Bina Karya

Levy Charles S. 1992. Social Work Ethics on The Line. New York: The Haworth Press, Inc.

Mikkelsen, Britha. 2003. Metode Penelitian Dan Upaya-Upaya Pemberdayaan: Sebuah Buku Pegangan Bagi Para Praktisi Lapangan. Penerjemah: Nalle. Ed. 3. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Moellono, Ilya. 1996. Kebijakan Dan Strategi Menerapkan Metode PRA Dalam Pengembangan Program. Bandung: Studio Driya Media. Mubyarto. 1999. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat: Laporan Kaji Tindak

Program IDT. Yogyakarta: Aditya Media.

Mubyarto. 1985. Peluang Kerja dan Berusaha di Pedesaan. Yogyakarta: BPEE.


(4)

Muhidin, Syarif. 1992. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung: KOPMA STKS Bandung.

Mulyana, Deddy. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mustafa, Hasan. 2003. Perspektif dalam Psikologi Sosial. Bahan Mata Kuliah Psikologi Sosial pada Program Studi Administrasi Negara Fisip Unpar. Universitas Parahiyangan. Bandung.

Narayan, Deepa. Lant Pritchet. 2000. Social Capital: Evidence and Implications. World Bank.

Ndraha, Tahziduhu. 1990. Pembangunan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta. Owen, John M. 1999. Program Evaluation: Forms and Approaches 2nd

edition. Australia: Allen & Unwin.

Pambudy, Rachmat. Adhi, Andriyono Kilat. 2002. Pemberdayaan Sumberdaya Manusia Menuju Terwujudnya Masyarakat Madani. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda Bogor.

Parsons, Ruth J., James D. Jorgensen, Santos H. Hernandez. 1994. The Integration of Social Wo rk Practice. Wadsworth, Inc., California. Payne, Malcolm. 1997. Modern Social Work Theory, Second Edition.

Macmillan Press Ltd. London.

Pillari, Vimala. 1998. Human Behavior In The Social Environment. The Developing Person In Holistic Context. Kansas Newman College. Brooks/Cole Publishing Company A Division Of International Thomson Publisihing Company.

Poedjawiyatna. 1990. Etika, Filsafat Tingkah Laku. Jakarta: Rineka Cipta. Rozaki, Abdur dkk. 2004. Memperkuat Kapasitas Desa dalam Membangun

Ekonomi. Yogyakarta: IRE Press Yogyakarta.

Rusli, Said. 1996. Pengantar Ilmu Kependudukan. LP3ES. Jakarta.

Sahidu, Arifudin. 1998. Partisipasi Masyarakat Tani Pengguna Lahan Sawah dalam Pembangunan Pertanian di Daerah Lombok, Nusa Tenggara Barat. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Saragi, Tumpal P. 2004. Mewujudkan Masyarakat Desa: Alternatif


(5)

Sarah Banks. 1995. Ethics and Values in Social Work. England: Macmilland. Sayogyo, Pudjiwati Sayogyo. 2002. Jilid 2. Sosiologi Pedesaan : Kumpulan

Bacaan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

_______________________. 2001. Jilid 1. Sosiologi Pedesaan : Kumpulan Bacaan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Siporin Max. 1975. Introduction to Social Work Practice. New York: Macmillan Publishing Co., Inc.

Soelaiman, Holil. 2005. Filsafat dan Etika Pekerjaan Sosial dan Hak Asasi Manusia (Bahan Perkuliahan Pascasarjana STKS). Bandung.

Soetarso. 1993. Praktek Pekerjaan Sosial. Bandung: KOPMA STKS Bandung.

Stephen K. Sanderson. 2000. Makro Sosiologi: Sebuah Pendekatan terhadap Realitas Sosial. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Sukoco, Dwi Heru. 1993. Profesi Pekerjaan Sosial dan Proses Pertolongannya. Bandung: KOPMA STKS

Suharto, Edi. 2005a. Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial. Bandung: Penerbit C.V. Alfabeta Bandung

___________. 2005b. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Pendekatan Holistik dalam Pekerjaan Sosial. STKS Press. Bandung ___________. 2004. Isu-isu Tematik Pembangunan Sosial. Jakarta:

BALATBANGSOS DEPSOS RI.

___________. 1997. Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Spektrum Pemikiran. LSP STKS Bandung. Penerbit: Mitra Anda. Bandung

Suhendra, K. 1995. Kebijakan dan Program Pelayanan Sosial di Indonesia. Bandung: STKS Bandung

Sutomo, Sumengen. Harry Hikmat. Tumpal Saragi. 2003. Modul Pelatihan dan Pedoman Praktis: Perencanaan Partisipatif

Tim Penyusun. 2001. Pedoman Penulisan dan Penyajian: Karya Ilmiah. Seri Pustaka IPB P ress.

Usman, Sunyoto. 2004. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(6)

Verhagen. 1997. Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat. Bina Rena Pariwara. Jakarta.

Wilkinson, KP. 1970. The Community as a Social Field. Social Force, Vol 48/3. Pp. 311-322.

Worldbank. 2001. What is Social Capital dalam http://www. Worldbank.org/poverty/scapital/whatsc.htm tanggal 5/22/01.

Yin, Robert K. 2003. Studi Kasus: Desain dan Metode. Penerjemah: M. Djauzi Mudzakir. Ed. Revisi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persaja. Yustika, Ahmad Erani. 2000. Industrialisasi Pinggiran. Yogyakarta: Pustaka