a. Bagaimanakah kewenangan kreditor pemegang hak tanggungan pada proses
penyelesaian utang piutang terhadap harta kepailitan dalam praktek di Pengadilan?.
b. Bagaimana pengaturan masalah penangguhan eksekusi kreditor pemegang hak
tanggungan dan pelaksanaan eksekusi oleh kreditur pemegang hak tanggungan menurut Undang-undang Kepailitan?
c. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditor separatis selama masa
penangguhan eksekusi jaminan hutang? Jika dihadapkan pada masalah yang diteliti sebelumnya sebagaimana
disebutkan diatas dengan penelitian yang dilakukan ini adalah berbeda. Oleh karena itu, tulisan ini merupakan sebuah karya asli dan sesuai dengan azas-azas keilmuan
yang jujur, rasional, objektif dan terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses
menemukan kebenaran
ilmiah. Sehingga
tulisan ini
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori merupakan keseluruhan pernyataan yang saling berhubungan yang dikemukakan untuk menjelaskan tentang adanya sesuatu.
33
Fungsi teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.
34
33
J. J. H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, dialihbahasakan oleh Arief Sidharta, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999, hal. 2
34
J.J.M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Azas-Azas, editor M.Hisyam, Jakarta: FE UI, 1996, hal. 203
Universitas Sumatera Utara
Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak-benaran.
Menurut Bintaro Tjokromidjojo dan Mustafa Adidjoyo “teori diartikan sebagai ungkapan mengenai hubungan kausal yang logis diantara perubahan
variable dalam bidang tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai kerangka pikir frame of thinking dalam memahami serta menangani permasalahan yang timbul di
dalam bidang tersebut.
35
Sehingga kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori atau tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan
yang menjadi bahan perbandingan pegangan teoritis.
36
Dalam kepailitan seluruh harta benda debitor diperuntukkan melunasi utangnya kepada kreditor, maka harta kekayaan debitor, baik yang bergerak maupun
tidak bergerak, baik yang telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari, menjadi agunan utangnya yang dapat dijual untuk sumber pelunasan utang itu.
37
Dalam hal debitur wanprestasi atau gagal memenuhi kewajibannya, maka akan diadakan
eksekusi terhadap asset-asset debitur yang dijadikan sebagai jaminan atau agunan.
38
Dan harta benda itu harus dibagi diantara para kreditor menurut perbandingan tagihan mereka masing-masing.
39
Pembagian harta kekayaan pailit itu dimaksudkan untuk
35
Bintaro Tjokromidjojo dan Mustafa Adidjoyo, Teori Dan Strategi Pembangunan Nasional, Jakarta: CV.Haji Masagung, 1998, hal. 13
36
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994, hal. 80
37
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Faillissements Verordening juncto Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998
, Jakarta: Grafiti, 2002, hal. 59 selanjutnya disebut Sutan Remy Sjahdeini 2
38
Zainal Asikin, Hukum Kepailitan Dan Penundaan Pembayaran Di Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002, hal. 26
39
Martiman Prodjomidjojo, Proses Kepailitan, Bandung: Mandar Maju, 1992, hal. 2
Universitas Sumatera Utara
menjamin kepentingan para kreditor juga mengatur mengenai cara menentukan eksistensi suatu utang debitor kepada kreditor, berapa jumlahnya yang pasti termasuk
mengupayakan perdamaian yang dapat ditempuh oleh debitor kepada para kreditornya.
40
Selain itu Undang-Undang Kepailitan lahir :
41
1. Untuk menghindari perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang sama ada
beberapa kreditor yang menagih piutangnya dari debitor; 2.
Untuk menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitor tanpa memperhatikan
kepentingan debitor atau para kreditor lainnya; 3.
Untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang kreditor dan debitor sendiri.
Dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah a creditor’s bargain yang dikemukakan oleh Thomas H. Jakson. Tehnik dasar Thomas H. Jakson adalah
menyaring hukum kepailitan melalui model a creditor’s bargain. Dalam model ini seseorang yang kehilangan kepemilikannya dalam kepailitan ditunjukkan untuk
menyetujui lebih dulu adanya kerugian.
42
Penangguhan eksekusi tidak merupakan pelanggaran terhadap Teori a creditor’s bargain tetapi penangguhan eksekusi
merupakan tindak lanjut atas teori a creditor’s bargain yaitu antara kreditor separatis dan debitor sama-sama saling diuntungkan atas tindakan penangguhan eksekusi
tersebut.
43
40
Ibid
41
Penjelasan Undang Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. UU Nomor 37 Tahun 2004, LN Tahun 2004 Nomor 131 TLN Republik Indonesia Nomor 4443
42
Sunarmi, Tinjauan Kritis Terhadap Undang-Undang Kepailitan: Menuju Hukum Kepailitan Yang Melindungi Kepentingan Kreditor dan Debitor
, Disertasi, Medan: SPS USU, 2005, hal. 340
43
Ibid, hal. 35
Universitas Sumatera Utara
Walaupun pembebasan debitur dapat menjadi penyebab motivasi dari sebagian besar kasus-kasus kepailitan, kebanyakan dari proses kepailitan faktanya
terkait pada berapa besar pembagian piutang kepada kreditur yaitu antara lain:
44
1. Asset disusun sedemikian rupa sehingga mereka dapat dialokasikan diantara
pemegang klaim melawan debitur atau kekayaan debitor. 2.
Tagihan ditentukan sedemikian sehingga peserta-peserta di dalam proses pembagian mungkin dipertemukan.
3. Peraturan menentukan siapa yang diprioritaskan, diantara penagih-penagih akan
mendapatkan apa dan dalam kedudukan sebagai apa. Ketiga pertimbangan yang telah diuraikan diatas memungkinkan bahwa
kreditur tak terjamin pada umumnya akan setuju kepada sistem kolektif sebagai pengganti rencana pemulihan utang individu karena tidak ada kreditur tunggal.
45
Teori a creditor’s bargain kemudian dikembangkan kembali oleh Thomas H. Jakson dan Robert E. Scott menjadi Teori Creditors Wealth Maximization yang menyatakan
bahwa tujuan utama dari kepailitan adalah untuk memaksimalkan kesejahteraan kelompok secara bersama-sama. Keadaan Pailit adalah suatu cara melaksanakan
suatu putusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap harta debitor. Menurut Thomas H. Jakson semua kreditor akan setuju untuk mendapatkan
prioritas yang setara dalam kepailitan. Inilah yang disebut dengan tawar menawar kreditor. Masalah kepailitan selalu dihubungkan dengan kepentingan para kreditor,
khususnya tentang tata cara dan hak kreditor untuk memperoleh kembali pembayaran piutangnya dari seorang debitor yang dinyatakan pailit. Hukum Kepailitan
44
Ibid, hal. 36
45
Ibid
Universitas Sumatera Utara
mengandung 2 dua unsur yaitu keadilan dan perlindungan yang seimbang antara debitor dan kreditor.
Dalam Hukum Kepailitan baik yang terdapat dalam peraturan perundang- undangan maupun dalam literatur-literatur yang ada diperlukan pendekatan sistem,
suatu sistem adalah kumpulan azas-azas yang terpadu yang merupakan landasan tertib hukum.
46
Beberapa azas dalam hukum kepailitan yang penting dalam penulisan tesis ini antara lain:
47
a. Azas Keseimbangan
Undang-Undang Kepailitan memberikan perlindungan yang seimbang bagi kreditor dan debitor. Di satu pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah
terjadinya penyalahgunaan
pranata dan
dapat mencegah
terjadinya penyalahgunaan tersebut oleh kreditor yang beritikad tidak baik.
b. Azas Kelangsungan Usaha
Dalam Undang-Undang Kepailitan terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitur yang prospektif tetap dilangsungkan. Undang-Undang
Kepailitan tidak semata-mata bermuara pada kepailitan dan tindakan eksekusi atas harta kekayaan debitur, terdapat alternatif lain yaitu berupa pemberian
kesempatan kepada perusahaan-perusahaan yang tidak membayar utangnya namun masih memiliki prospek usaha yang baik dan pengurusnya beritikad baik
serta kooperatif untuk melunasi hutang-hutangnya, maka dapat diupayakan restrukturisasi atas utang-utangnya dan penyehatan kembali perusahaannya,
sehingga kepailitan merupakan ultimum remidium.
48
c. Azas Keadilan
Azas ini mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak kreditor yang mengusahakan pembayaran atas tagihannya tanpa memperhatikan kepentingan
kreditor lainnya dan kepentingan debitor, misalnya dengan penagihan yang sewenang-wenang, bagaimana kelangsungan usaha debitor dan bagaimana
pelunasan terhadap kreditor lain.
d. Azas putusan yang didasarkan pada persetujuan kreditor mayoritas.
49
46
Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Bandung:, Alumni, 1983, hal. 150 selanjutnya disebut Mariam Darus Badrulzaman 2
47
Sentosa Sembiring, Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-Undangan Yang Terkait Dengan Kepailitan
, Bandung: Nuansa Aulia, 2006, hal 22-23
48
Sutan Remy Sjahdeini 2, Op.cit., hal 58-59
49
Ibid, hal, 48
Universitas Sumatera Utara
Permohonan pernyataan pailit yang hanya diajukan oleh kreditor minoritas dan tidak disetujui oleh kreditor mayoritas, tidak akan dikabulkan oleh majelis hakim
sebab pangabulannya akan membawa kerugian-kerugian bagi kreditor mayoritas. Demikian pula rencana perdamaian dalam penundaan kewajiban pembayaran
utang hanya akan dikabulkan apabila disetujui oleh lebih dari ½ jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui yang hadir pada rapat kreditur yang jumlah
tagihannya mewakili paling sedikit 23 dari seluruh jumlah tagihan dari kreditur yang hadir pada rapat.
Prinsip-prinsip dalam Hukum Kepailitan yaitu: 1.
Prinsip Paritas creditorium Prinsip paritas creditorium menentukan bahwa para kreditor mempunyai hak
yang sama terhadap semua harta benda debitor. Apabila debitor tidak dapat membayar utangnya maka harta kekayaan debitor menjadi sasaran kreditur.
50
2. Prinsip pari passu prorate parte
Harta kekayaan tersebut merupakan jaminan bersama untuk para kreditor dan hasilnya harus dibagi secara proporsional diantara para kreditor.
51
2. Konsepsional