Bank sebagai Kreditur Separatis

b. Grosse akta hipotik c. Grosse akta verband Grosse akta tidak perlu dibuktikan keabsahannya sehingga harus dianggap benar apa yang tercantum didalamnya, kecuali ada bukti lawan. 77

B. Bank sebagai Kreditur Separatis

Semaraknya konflik hutang piutang tidak lepas dari krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 lalu yang mana krisis tersebut telah mengacaukan seluruh sendi-sendi perekonomian Indonesia dan akibatnya sampai sekarang ini masih terasa, dampak krisis tersebut sangat dirasakan oleh pelaku bisnis yang mana dengan lemahnya nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS mengakibatkan nilai bayar melambung tinggi, sehingga biaya produksi dan biaya operasional menjadi meningkat. Terlebih bagi pengusaha yang memiliki kewajiban untuk mengembalikan hutang-hutangnya dalam bentuk valuta asing, dengan meningkatnya nilai dollar tersebut secara otomatis hutang-hutang terhadap kreditur asing menjadi membengkak luar biasa sehingga debitur menjadi tidak mampu membayar hutang-hutangnya. Dengan berhentinya operasional perusahaan dampak lain adalah dunia perbankan, dengan lesunya usaha maka kredit terhadap lembaga perbankan sebagai pendukung dana ikut tersendat, bahkan banyak pula yang macet. Sebelum krisis moneter perbankan Indonesia memang juga telah menghadapi masalah kredit bermasalah atau non-performing loans yang memprihatinkan, yaitu sebagai akibat terpuruknya sektor riil karena krisis moneter tersebut. Lembaga keuangan yang dikenal dengan nama 77 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1986, hal. 89 Universitas Sumatera Utara bank sudah barang tentu bukan merupakan lembaga yang asing lagi bagi masyarakat di Indonesia sebab lembaga ini mempunyai spesifikasi tersendiri yaitu oleh undang- undang yang mengaturnya dan oleh Pemerintah diberi kewenangan untuk mengumpulkan dana masyarakat dengan jumlah nasabah mencapai ribuan orang, sehingga bank disebut pula sebagai lembaga perantara financial intermediary yang mengerahkan dana masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dalam masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit untuk dipergunakan sebagai modal di bidang produksi dan jasa, guna meningkatkan kegiatan perekonomian yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Atas dasar bidang usaha tersebut maka bank mempunyai peran yang strategis dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu wajar bila perbankan wajib melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit berdasarkan sekurang- kurangnya ada empat pertimbangan penting yaitu: 1. Usaha bank dilakukan dengan menggunakan modal yang berasal dari dana masyarakat yang dihimpunnya oleh karena itu kepentingan masyarakat atas keselamatan dananya perlu dijaga kelangsungannya. 2. Peran yang strategis dari perbankan dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi Indonesia yang menyangkut hajat hidup orang banyak. 3. Lembaga perbankan adalah lembaga kepercayaan, sekali kepercayaan hilang maka akan sulit untuk meperolehnya kembali. Universitas Sumatera Utara 4. Kegiatan pemberian kredit merupakan porsi terbesar dari kegiatan bank sedang pemberian kredit itu sendiri sangat beresiko. Untuk lebih memastikan pelaksanaan prinsip kehati-hatian dibidang perkreditan, bank diwajibkan untuk memiliki dan menerapkan suatu pedoman perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip perbankansyariah, sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, ketentuan ini diatur dalan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27162KEPDIR tanggal 31 Maret 1995 dan Surat Edaran Nomor 277UPPB tanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan Dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank Bagi Bank Umum. Kebijaksanaan perkreditan bank antara lain meliputi: 1. Analisa yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha debitor. 2. Tidak adanya conflict of interest antara bank dan debitor, terutama debitor pihak yang terkait dengan bank dan debitor besar lainnya. 3. Proses analisa kredit bertumpu pada profesionalisme serta integritas pejabat perkreditan. 4. Penerapan pengendalian intern perkreditan.

C. Pengertian Pailit

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hak Kreditor Dengan Jaminan Fidusia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

0 10 149

TINJAUAN YURIDIS TENTANG HAK KREDITOR DALAM MELAKSANAKAN EKSEKUSI SELAKU PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DIKAITKAN Tinjauan Yuridis Tentang Hak Kreditor Dalam Melaksanakan Eksekusi Selaku Pemegang Hak Tanggungan Dikaitkan Dengan Undang – Undang Nomor 4 Tahun 19

0 0 13

PENDAHULUAN Tinjauan Yuridis Tentang Hak Kreditor Dalam Melaksanakan Eksekusi Selaku Pemegang Hak Tanggungan Dikaitkan Dengan Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Dan Undang – Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penunda

0 2 14

TINJAUAN YURIDIS TENTANG HAK KREDITOR DALAM MELAKSANAKAN EKSEKUSI SELAKU PEMEGANG JAMINAN DENGAN HAK TANGGUNGAN Tinjauan Yuridis Tentang Hak Kreditor Dalam Melaksanakan Eksekusi Selaku Pemegang Hak Tanggungan Dikaitkan Dengan Undang – Undang Nomor 4 Tah

0 0 22

PELAKSANAAN EKSEKUSI BARANG JAMINAN PADA MASA PENANGGUHAN (STAY) YANG DILAKUKAN OLEH KREDITOR SEPARATIS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN P.

0 0 2

HAK KREDITOR DALAM MELAKSANAKAN EKSEKUSI SEBAGAI PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DAN UNDANG-UNDAN.

0 0 1

KEDUDUKAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM KREDITOR SEPARATIS SEHUBUNGAN DENGAN PENOLAKAN PERMOHONAN KEPAILITAN OLEH HAKIM PENGADILAN NIAGA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILIT.

1 2 1

IMPLIKASI PEMBATALAN KEPAILITAN TERHADAP KEDUDUKAN BANK SEBAGAI KREDITOR SEPARATIS YANG MEMEGANG HAK TANGGUNGAN DITINJAU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN K.

0 0 1

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITOR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 4 TAHUN 1996 DALAM HAL PENANGGUHAN EKSEKUSI JAMINAN UTANG DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 37 TAHUN 2004 TE.

0 1 1

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITOR BERKAITAN DENGAN KEPASTIAN PEMBAYARAN OLEH DEBITOR SEJAK DITETAPKANNYA MASA INSOLVENSI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUN.

0 0 1