Pengertian Pailit EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN OLEH BANK SEBAGAI KREDITOR

4. Kegiatan pemberian kredit merupakan porsi terbesar dari kegiatan bank sedang pemberian kredit itu sendiri sangat beresiko. Untuk lebih memastikan pelaksanaan prinsip kehati-hatian dibidang perkreditan, bank diwajibkan untuk memiliki dan menerapkan suatu pedoman perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip perbankansyariah, sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, ketentuan ini diatur dalan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27162KEPDIR tanggal 31 Maret 1995 dan Surat Edaran Nomor 277UPPB tanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan Dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank Bagi Bank Umum. Kebijaksanaan perkreditan bank antara lain meliputi: 1. Analisa yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha debitor. 2. Tidak adanya conflict of interest antara bank dan debitor, terutama debitor pihak yang terkait dengan bank dan debitor besar lainnya. 3. Proses analisa kredit bertumpu pada profesionalisme serta integritas pejabat perkreditan. 4. Penerapan pengendalian intern perkreditan.

C. Pengertian Pailit

Menurut M. Hadi Shubhan: Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitur tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan financial distress dan usaha debitor yang telah mengalami kemunduran. Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitur pailit, baik yang telah ada maupun yang Universitas Sumatera Utara akan ada dikemudian hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh hutang debitor pailit tersebut secara proporsional prorate parte dan sesuai dengan struktur kredit. 78 Menurut Kartono: Kepailitan memang tidak merendahkan martabatnya sebagai manusia, tetapi apabila ia berusaha untuk memperoleh kredit, disanalah baru terasa baginya apa artinya sudah pernah dinyatakan pailit. Dengan perkataan lain kepailitan mempengaruhi credietwaardigheid nya dalam arti yang merugikannya, ia tidak akan mudah mendapatkan kredit. 79 Menurut Retnowulan Susanto: Kepailitan itu sebagai suatu prosedur pembayaran hutang dalam rangka merealisasikan ketentuan pasal 1131 dan 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur tentang tanggung jawab debitur terhadap perikatan – perikatan yang dilakukan krediturnya. 80 Pada saat ketentuan peraturan Kepailitan Faillissement Verordening Stb 1905-217 jo 1906-348 diberlakukan, dalam prakteknya masih sangat sedikit para pihak yang ada pada saat itu mempergunakan lembaga dan peraturan kepailitan untuk menyelesaikan persoalan utang piutangnya 81 karena Indonesia tidak memiliki perangkat hukum yang sanggup mengakomodir kebutuhan yang menyangkut kepailitan kemudian keluarlah Undang-undang kepailitan yang merupakan pengganti dari peraturan Kepailitan faillissement verordening stb 1905-217 jo 1906-348 yang telah diubah dengan peraturan pemerintah pengganti undang-undang perpu Nomor 1 tahun 1998 yang selanjutnya diundangkan menjadi undang undang Nomor 4 tahun 78 M. Hadi Subhan, Op.cit., hal. 1 79 Kartono, Kepailitan dan Pengunduran Pembayaran, Jakarta, Pradnya Paramita, 1999, hal. 42 80 Bernadette Waluyo, Kepailitan Dan PKPU, Bandung: Mandar Maju, 1990, hal. 1 81 Munir Fuady, Hukum Pailit 1998, Dalam Teori Dan Praktek, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002, hal. 1 selanjutnya disebut Munir Fuady 2. Universitas Sumatera Utara 1998. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang nomor 4 tahun 1998 yang selanjutnya pada tanggal 18 Oktober 2004 disempurnakan lagi menjadi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, para pihak seperti bersemangat untuk mencoba penyelesaian utang piutang dengan menggunakan lembaga kepailitan, dengan pengertian bahwa lembaga kepailitan ini akan dapat menyelesaikan permasalahan utang piutang mereka dengan prosedur yang serba cepat. 82 Perubahan kemudian dilakukan atas ketentuan pranata hukum yang digunakan dalam penyelesaian utang piutang dengan lembaga kepailitan ini. Hal ini disebabkan karena peraturan kepailitan sebagai produk hukum nasional warisan zaman penjajahan Belanda dirasakan sudah tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan para pihak akan mekanisme penyelesaian utang piutang. Untuk memenuhi kebutuhan para pihak akan lembaga peradilan yang dapat menampung upaya penyelesaian utang piutang melalui lembaga kepailitan maka pada tahun 1998 dibentuk pengadilan Niaga Jakarta Pusat dan kemudian menyusul Pengadilan Niaga Medan, Semarang, Surabaya dan Makassar pada tahun 1999. Kepailitan mempunyai tujuan: 83 a. Untuk menjamin pembagian yang sama terhadap harta kekayaan debitur di antara para krediturnya. Tujuan dari kepailitan ini merupakan perwujudan dari jaminan sebagaimana ditentukan dalam ketentuan pasal 1131 dan 1132 KUH perdata. 84 82 Ibid 83 Ibid 84 Pasal 1131 KUH Perdata berbunyi: Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan dan pasal 1132 KUH Perdata berbunyi: Barang- barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya hasil penjualan barang-barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali bila di antara para kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukuan. Universitas Sumatera Utara Menjamin agar pembagian harta debitur kepada para krediturnya sesuai dengan azas pari passu dibagi secara proporsional. Dengan demikian kepailitan dengan tegas memberikan perlindungan kepada kreditur konkuren. b. Mencegah agar debitur tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditur. Dengan dinyatakan pailit, debitur tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengurus, memindahtangankan harta kekayaannya yang berubah status hukumnya menjadi harta pailit. Dalam hal mengajukan permohonan kepailitan terhadap debitur maka kreditur harus memenuhi pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan yang menyatakan bahwa : a. Debitur harus mempunyai 2 dua kreditor atau lebih b. Dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Utang yang dimaksud disini adalah utang pokok dan bunganya sehingga yang dimaksud dengan utang disini adalah dalam kaitannya dengan hubungan hukum pinjam-meminjam uang atau kewajiban untuk membayar sejumlah uang sebagai salah satu bentuk khusus dan berbagai bentuk perikatan pada umumnya. 85 Utang yang timbul dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang. Perikatan yang lahir dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang bisa berupa perbuatan yang sesuai dengan undang-undang bisa pula perbuatan yang melanggar hukum. 86 Suatu utang dikatakan telah jatuh tempo ketika waktu tersebut telah sesuai dengan jangka waktu yang sudah diperjanjikan atau terdapat hal-hal lain dimana utang tersebut dapat ditagih sekalipun belum jatuh tempo. 85 M. Hadi Subhan, Op.cit., hal. 88-89 86 Ibid, hal. 89-90 Universitas Sumatera Utara Utang yang belum jatuh tempo dapat ditagih dengan menggunakan acceleration clause atau acceleration provision atau percepatan jatuh tempo dan default clause . 87 Setiawan membedakan acceleration clause dengan default clause, acceleration clause memberikan hak kepada kreditur untuk mempercepat jangka waktu jatuh tempo dari utang, jika kreditur merasa dirinya tidak aman deems itself insecure oleh karena itu acceleration clause lebih luas daripada default clause yang digunakan apabila kreditur memandang bahwa hal tersebut perlu dilakukan meskipun utang belum jatuh tempo. 88 Kreditur dapat mempercepat jatuh tempo utang debitor dalam hal terjadi event oh default artinya telah terjadi sesuatu atau tidak dipenuhinya sesuatu yang diperjanjikan oleh debitur dalam perjanjian kredit sehingga menyebabkan kreditur mempercepat jatuh tempo. Selanjutnya Setiawan mengatakan bahwa untuk menggunakan acceleration clause harus disertai adanya good faith. Adapun yang dimaksud dengan good faith adalah adanya reasonable evidence dan bukti tersebut tidak harus berupa putusan pengadilan. 89 TahapanProses kepailitan sering dipahami secara tidak tepat oleh kalangan umum. Sebagian dari mereka menganggap kepailitan sebagai vonis yang berbau tindakan kriminal serta merupakan suatu cacat hukum atas subjek hukum, karena itu kepailitan harus dijauhkan serta dihindari sebisa mungkin. Kepailitan secara apriori 87 Ibid, hal. 91 88 Setiawan, “Konsep-konsep Dasar serta Pengertian Kepailitan”, Varia Peradilan Nomor 156, 1998, hal. 91 89 M. Hadi Subhan, Op.cit , hal. 91 Universitas Sumatera Utara dianggap sebagai kegagalan yang disebabkan karena kesalahan dari debitur dalam menjalankan usahanya sehingga menyebabkan utang tidak mampu dibayar. Oleh karena itu kepailitan sering diindentikkan sebagai penggelapan terhadap hak-hak yang seharusnya dibayarkan kepada kreditur. 90 Kepailitan merupakan suatu jalan keluar yang bersifat komersial untuk keluar dari persoalan utang piutang yang menghimpit seorang debitur, dimana debitor tersebut sudah tidak mempunyai kemampuan lagi untuk membayar utang-utangnya tersebut kepada para krediturnya. Sehingga bila keadaan ketidakmampuan untuk membayar kewajiban yang telah jatuh tempo tersebut disadari oleh debitor, maka langkah untuk mengajukan permohonan penetapan status pailit oleh pengadilan terhadap debitur tersebut bila kemudian ditemukan bukti bahwa debitur tersebut memang telah tidak mampu lagi membayar utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih involuntary petition for bankruptcy. 91 Kepailitan adalah merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari prinsip paritas creditorium dan prinsip pari passu prorate parte dalam rezim hukum harta kekayaan vermogensrechts. Prinsip paritas creditorium berarti bahwa semua kekayaan debitur baik yang berupa barang bergerak ataupun barang tidak bergerak maupun harta yang sekarang telah dipunyai debitur dan barang-barang di kemudian hari akan dimiliki 90 Ibid, hal. 2 91 Ricardo Simanjuntak, Esensi Pembuktian Sederhana, Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2005, hal. 55-56 Universitas Sumatera Utara debitur terikat kepada penyelesaian kewajiban debitur. 92 Sedangkan prinsip pari passu prorate parte berarti bahwa harta kekayaan tersebut merupakan jaminan bersama untuk para kreditur dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional antara mereka, kecuali apabila antara para kreditur itu ada yang menurut undang-undang harus didahulukan dalam menerima pembayaran tagihannya. 93 Lembaga kepailitan ini diharapkan berfungsi sebagai lembaga alternatif untuk penyelesaian kewajiban-kewajiban debitur terhadap kreditur secara lebih efektif, efisien dan proporsional. Jadi pailit merupakan suatu keadaan dimana seorang debitur tidak mempunyai kemampuan lagi untuk melakukan pembayaran atas utang-utangnya kepada kreditor dan pernyataan pailit atas debitur tersebut harus dimintakan pada pengadilan. Pengertian kepailitan yang diberikan oleh undang-undang, tercantum dalam ketentuan pasal 1 Undang-Undang Kepailitan yaitu kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Dalam Undang-Undang kepailitan dijelaskan yang dimaksud dengan kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. 94 92 Kartini Mulyadi, dalam Rudy A. Lontoh, Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang , Bandung: Alumni, 2001, hal. 168 93 Ibid 94 Undang Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. UU Nomor 37 Tahun 2004, LN Tahun 2004 Nomor 131 TLN Republik Indonesia Nomor 4443, pasal 1 angka 2 Universitas Sumatera Utara Menurut Mariam Darus Badrulzaman: Kreditur adalah pihak yang aktif sedangkan yang berpiutang atau debitur adalah pihak pasif. Seorang debitur harus selamanya diketahui oleh karena seorang tertentu tidak dapat menagih dari sesorang yang tidak dikenal. Lain halnya dengan kreditur boleh merupakan sesorang yang tidak diketahui. 95 Namun dalam kepailitan, keberadaan atau eksistensi dari kreditur adalah syarat mutlak dengan alasan sebagai berikut: a. Karena pasal 2 ayat 1 mensyaratkan adanya concersus creditorium yaitu debitur setidaknya memiliki lebih dari dua kreditur, dalam hal ini pemohon pailit harus dapat membuktikan bahwa debitur juga memiliki kreditur lain dengan jumlah minimal 2 orang. b. Kehadiran kreditur atau wakilnya yang sah sangat penting untuk menentukan diterima tidaknya rencana perdamaian yang diajukan debitur dalam rapat kreditur. 96 Jika jumlah kreditur yang hadir tidak mememuhi ketentuan maka quorum suara tidak terpenuhi. Keberadaan kreditur konkuren dan separatis sangat mutlak terutama dalam prosedur penundaan kewajiban pembayaran utang untuk menghindari timbulnya kreditur fiktif dalam menentukan diterima tidaknya perdamaian yang diajukan debitur. 97 Pasal 1132 KUH Perdata telah mengisyaratkan bahwa setiap kreditur memiliki kedudukan yang sama terhadap kreditur lainnya, kecuali jika ditentukan lain oleh undang-undang karena memiliki alasan-alasan yang sah untuk didahulukan dari para kreditor-kreditor lainnya. Dengan adanya kalimat dalam pasal 1132 KUH 95 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Bandung: PT. Citra Adityabakti, 1991, hal. 3 selanjutnya disebut Mariam Darus Badrulzaman 3 96 Undang Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. UU Nomor 37 Tahun 2004, LN Tahun 2004 Nomor 131 TLN Republik Indonesia Nomor 4443, Pasal 152 dan 228 97 Undang Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. UU Nomor 37 Tahun 2004, LN Tahun 2004 Nomor 131 TLN Republik Indonesia Nomor 4443, Pasal 281 huruf a dan b Universitas Sumatera Utara Perdata yang bunyinya kecuali apabila diantara para kreditur lainnya maka terdapat kreditur-kreditur tertentu yang oleh undang-undang diberikan kedudukan yang lebih tinggi daripada kreditor lainnya. Dari uraian diatas dapat kita ketahui bahwa terdapat beberapa jenis kreditur yaitu: 1. Kreditur Konkuren Dalam lingkup kepailitan yang dapat digolongkan sebagai kreditur konkuren unsecured creditor adalah kreditur yang piutangnya tidak dijamin dengan hak kebendaan security right in rem dan sifat piutangnya tidak dijamin sebagai piutang yang diistimewakan oleh Undang-Undang. 98 Kreditor ini harus berbagi dengan para kreditor lainnya secara proporsional atau disebut juga pari passu, yaitu menurut perbandingan besarnya tagihan masing-masing dari hasil penjualan harta kekayaan debitor yang tidak dibebani dengan hak jaminan. Pembayaran terhadap kreditur konkuren adalah ditentukan oleh kurator. 99 2. Kreditur Preferen Kreditur preferen termasuk dalam golongan secured creditors karena semata- mata sifat piutangnya oleh undang-undang diistimewakan untuk didahulukan pembayarannya. Dengan kedudukan istimewa ini, kreditur preferen berada diurutan atas sebelum kreditur konkuren atau unsecured creditors lainnya. Utang 98 Undang Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. UU Nomor 37 Tahun 2004, LN Tahun 2004 Nomor 131 TLN Republik Indonesia Nomor 4443, Pasal 189 ayat 3. 99 Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005, hal. 103 selanjutnya disebut Munir Fuady 3 Universitas Sumatera Utara debitur pada kreditur preferen memang tidak diikat dengan jaminan kebendaaan tapi undang-undang mendahulukan mereka dalam hal pembayaran. 100 3. Kreditur Separatis Menurut Munir Fuady: Dikatakan separatis yang berkonotasi pemisahan karena kedudukan kreditur tersebut memang dipisahkan dari kreditur lainnya, dalam arti ia dapat menjual sendiri dan mengambil sendiri dari hasil penjualan yang terpisah dengan harta pailit yang umumnya. 101 Menurut Mariam Darus Badrulzaman menyebutkan bahwa sebagai kreditur pemegang hak jaminan yang memiliki hak preferen dan kedudukannya sebagai kreditur separatis. 102 Kreditor separatis dapat menjual dan mengambil sendiri hasil dari penjualan objek jaminan. Bahkan jika diperkirakan hasil penjualan atas jaminan utang itu tidak menutupi seluruh utangnya maka kreditor separatis dapat memintakan agar terhadap kekurangan tersebut dia diperhitungkan sebagai kreditor konkuren. Sebaliknya apabila hasil dari penjualan jaminan utang melebihi utang-utangnya maka kelebihan itu harus dikembalikan kepada debitor. Ketiga kreditur ini tidak kehilangan kewenangannya untuk mengajukan permohonan kepailitan atas debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar. 103 Ketiga kreditur tersebut diakui eksistensinya. Dalam Undang-undang kepailitan Belanda tidak terdapat keraguan terhadap hak kreditur separatis dan preferen untuk mengajukan kepailitan, hal ini juga dikemukakan oleh Abdul Hakim 100 Dalam kepailitan, ongkos kepailitan dan upah kurator dimasukkan sebagai tagihan preferen yang didahulukan pembayarannya atas tagihan kreditur konkuren. Lihat Pasal 18 ayat 5 Undang Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. UU Nomor 37 Tahun 2004, LN Tahun 2004 Nomor 131 TLN Republik Indonesia Nomor 4443. 101 Munir Fuady 1,Op.cit., hal. 105 102 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Credietverband, Gadai dan Fiducia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991, hal. 17 selanjutnya disebut Mariam Darus Badrulzaman 4 103 J. Djohansjah dalam Emmy Yuhassarie ed, Undang-Undang Kepailitan Dan Perkembangannya , Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2004, hal. 138 Universitas Sumatera Utara Garuda Nusantara yang menyambung pendapat dari Polak bahwa kreditur-kreditur tersebut tidak kehilangan kewenangannya untuk mengajukan permohonan kepailitan atas debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar. 104 4. Kreditur pemegang hak istimewa Kreditur pemegang hak istimewa privilege yang oleh undang-undang diberi kedudukan didahulukan semata-mata karena sifat piutangnya, baik dari kreditur konkuren, kreditur separatis maupun kreditur preferen. Lebih lanjut pasal 1134 ayat 2 KUH Perdata menyatakan bahwa hak agunan kebendaan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi terhadap hak istimewa privilege kecuali tidak dengan tegas ditentukan lain oleh undang-undang 105 artinya dalam mengambil pelunasan dari hasil penjualan benda-benda milik debitor yang diletakkan hak jaminan, dan ada kreditor pemegang hak istimewa dan sisanya diambil oleh kreditor konkuren. Kedudukan para kreditur separatis dengan jelas diatur dalam pasal 55 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yaitu kreditur separatis dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Ketentuan dalam pasal 55 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini konsisten dengan ketentuan perundangan lain yang mengatur 104 Ibid 105 Undang-Undang membedakan 2 kelompok hak istimewa yaitu piutang yang diistimewakan atas benda-benda tertentu benda yang ditentukan secara khusus seperti biaya perkara, upah tukang, biaya menyelamatkan barang-barang dan lain-lain, dan piutang yang diistimewakan atas semua benda milik debitur benda debitur pada umumnya seperti biaya penguburan, biaya pengobatan, tagihan sekolah, dan lain-lain sehingga 2 kelompok itu disebut juga dengan istilah privilege khusus dan privilege umum Universitas Sumatera Utara tentang parate executie dari pemegang hak jaminan atas kebendaan seperti hak tanggungan, hipotik, gadai, fidusia. 106 Berdasarkan hukum kepailitan kreditur yang dapat digolongkan sebagai kreditor separatis yang piutangnya dijamin dengan security right in rem adalah kreditur pemegang hak yang terdiri dari: a. Hak Tanggungan, pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. b. Gadai, pasal 1150 KUH Perdata. c. Fidusia, Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia d. Kreditur yang memiliki hak retensi atas suatu barang dalam pasal 56 Undang- Undang Nomor 37 tahun 2004. Pemilik keempat hak ini dilindungi secara super preferen dan dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. 107 Pemegang keempat hak ini dianggap berdiri sendiri separatis. 108 Kedudukan kreditur separatis sangat tinggi, lebih tinggi dari kreditur yang diistemewakan lainnya. 109 Kedudukan kreditur separatis diatur dalam 2 dua tahap yaitu Kedudukan Kreditur Separatis Pada Periode Pra Pailit dengan jelas diatur dalam pasal 55 106 Pasal 244 ayat 1 dan 246 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaaa Kewajiban Pembayaran Utang semenatara tidak berlaku bagai kreditur separatis dan pasal 55, 57 dan 58 berlaku mutatis mutandis dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 107 Sudargo Gautama, Komentar Atas Peraturan Baru Untuk Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1998, hal. 78 108 Ibid 109 Munir Fuady 1, Op.cit., hal. 105 Universitas Sumatera Utara Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yaitu kreditur separatis dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Ketentuan dalam pasal 55 ini konsisten dengan ketentuan perundangan lainnya yang mengatur tentang parate executie dari pemegang hak jaminan atas kebendaan seperti hak tanggungan, hipotik, gadai, fidusia. 110 dan Kedudukan Kreditur Separatis Periode Pasca Pernyataan Pailit mengacu pada pasal 55 dan 244 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yaitu kreditur berada diluar dari kepailitan debiturnya karena sifat jaminan piutang yang dimilikinya memberi hak untuk mengeksekusi sendiri barang jaminan guna pelunasan piutangnya. Selama penangguhan berlangsung segala tuntutan hukum untuk memperoleh pelunasan atas suatu piutang tidak dapat diajukan dalam sidang badan peradilan dan baik kreditur maupun pihak ketiga dimaksud dilarang mengeksekusi atau memohon sita atas benda yang menjadi agunan. Bandingkan dengan utang piutang yang tidak dijamin dengan hak tanggungan, jika debitor cidera janji eksekusi dilakukan melalui gugatan perdata menurut hukum acara perdata yang berlaku. Penyelesaian utang piutang yang bersangkutan melalui acara ini memerlukan waktu, karena pihak yang dikalahkan di tingkat pengadilan negeri bisa mengajukan banding, kasasi, bahkan masih terbuka kesempatan untuk minta peninjauan kembali. Menurut Boedi Harsono, ciri khas dari hak tanggungan sebagai hak jaminan atas tanah adalah bahwa hak tanggungan mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. 110 Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, LN Nomor 131 tahun 2004, TLN Nomor 4443, Pasal 244 ayat 1 dan 246 Universitas Sumatera Utara Pasal 20 ayat 1 memberi kemudahan hukum pada kreditor pemegang hak tanggungan dalam hal debitor cidera janji yaitu 1. Hak untuk atas kekuasaan sendiri menjual objek hak tanggungan yang disebut dalam pasal 6. Hal ini dapat dilaksanakan jika didukung oleh janji yang disebut dalam pasal 11 ayat 2 huruf e, yang dalam bahasa belanda dikenal sebagai beding van eigenmachtige verkoop, Jika debitor cidera janji pemegang hak tanggungan dapat langsung minta pada kantor lelang negara untuk menjual dalam pelelangan umum objek hak tanggungan yang bersangkutan, dan mengambil dari hasilnya sebagian atau seluruhnya untuk pelunasan piutangnya dengan hak mendahulu dari pada kreditor kreditor lain, ini tata cara yang paling singkat dan paling mudah. 2. Kreditor tidak perlu mengajukan permohonan eksekusi kepada pengadilan. Peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus eksekusi hak tanggungan belum ada, yang ada sekarang adalah peraturan eksekusi hipotik. Ketentuan khusus mengenai eksekusi hipotik diatur dalam pasal 224 Het Herziene Indonesisch Reglement dan Pasal 258 Rechtsreglement Buitengewesten. Selama peraturan khusus tersebut mengenai eksekusi hak tanggungan yang dimaksud belum ada untuk sementara dipergunakan ketentuan eksekusi hipotik yang dikenal dengan istilah “parate executie”

D. Hak Kreditor Separatis Dalam Pelelangan Eksekusi Hak Tanggungan

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hak Kreditor Dengan Jaminan Fidusia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

0 10 149

TINJAUAN YURIDIS TENTANG HAK KREDITOR DALAM MELAKSANAKAN EKSEKUSI SELAKU PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DIKAITKAN Tinjauan Yuridis Tentang Hak Kreditor Dalam Melaksanakan Eksekusi Selaku Pemegang Hak Tanggungan Dikaitkan Dengan Undang – Undang Nomor 4 Tahun 19

0 0 13

PENDAHULUAN Tinjauan Yuridis Tentang Hak Kreditor Dalam Melaksanakan Eksekusi Selaku Pemegang Hak Tanggungan Dikaitkan Dengan Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Dan Undang – Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penunda

0 2 14

TINJAUAN YURIDIS TENTANG HAK KREDITOR DALAM MELAKSANAKAN EKSEKUSI SELAKU PEMEGANG JAMINAN DENGAN HAK TANGGUNGAN Tinjauan Yuridis Tentang Hak Kreditor Dalam Melaksanakan Eksekusi Selaku Pemegang Hak Tanggungan Dikaitkan Dengan Undang – Undang Nomor 4 Tah

0 0 22

PELAKSANAAN EKSEKUSI BARANG JAMINAN PADA MASA PENANGGUHAN (STAY) YANG DILAKUKAN OLEH KREDITOR SEPARATIS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN P.

0 0 2

HAK KREDITOR DALAM MELAKSANAKAN EKSEKUSI SEBAGAI PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DAN UNDANG-UNDAN.

0 0 1

KEDUDUKAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM KREDITOR SEPARATIS SEHUBUNGAN DENGAN PENOLAKAN PERMOHONAN KEPAILITAN OLEH HAKIM PENGADILAN NIAGA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILIT.

1 2 1

IMPLIKASI PEMBATALAN KEPAILITAN TERHADAP KEDUDUKAN BANK SEBAGAI KREDITOR SEPARATIS YANG MEMEGANG HAK TANGGUNGAN DITINJAU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN K.

0 0 1

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITOR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 4 TAHUN 1996 DALAM HAL PENANGGUHAN EKSEKUSI JAMINAN UTANG DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 37 TAHUN 2004 TE.

0 1 1

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITOR BERKAITAN DENGAN KEPASTIAN PEMBAYARAN OLEH DEBITOR SEJAK DITETAPKANNYA MASA INSOLVENSI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUN.

0 0 1