Perlindungan Hukum Kreditur Pemegang Hak Tanggungan

Dengan hapusnya perikatan maka kreditur akan mengeluarkan surat roya dan dengan dasar surat roya inilah dan sertipikat hak tanggungan pembeli akan memohon pencabutan hak tanggungan di kantor pertanahan setempat.

F. Perlindungan Hukum Kreditur Pemegang Hak Tanggungan

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa dalam undang-undang Kepailitan dikenal adanya tiga golongan kreditur salah satunya adalah kreditur separatis yaitu kreditur pemegang hak jaminan seperti halnya pemegang hak tanggungan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah UUHT oleh karena itu putusan pernyataan pailit pada debitur tidak mempunyai pengaruh terhadap pemegang hak tanggungan atau kreditur pemegang hak tanggungan dianggap sebagai kreditur istimewa. Berdasarkan azas yang melekat pada hak tanggungan maka hak utama sebagai kreditur preferen memberikan kedudukan untuk didahulukan pelunasan utangnya dibandingkan dengan kreditur lain. Hak tanggungan juga memberikan hak separatis kepada pemegang hak tanggungan dalam arti kreditur dapat menjual sendiri dan mengambil sendiri hasil penjualan benda debitur. Dalam prinsip pari pasu prorate parte berarti bahwa harta kekayaan debitur pailit tersebut merupakan jaminan bersama untuk para kreditur dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional antara mereka, kecuali jika antara para krditur itu ada yang menurut undang-undang harus didahulukan dalam menerima pembayaran Universitas Sumatera Utara tagihannya. 111 Prinsip ini menekankan pada pembagian harta debitur untuk melunasi hutang-hutangnya terhadap kreditur secara lebih berkeadilan dengan cara sesuai dengan proporsinya pond-pond gewijs dan bukan secara sama rata. Jika dalam prinsip paritas creditorium bertujuan untuk memberikan keadilan kepada semua kreditur tanpa pembedaan kondisinya terhadap harta kekayaan debitur kendatipun harta kekayaan debitur tersebut tidak berkaitan langsung dengan transaksi yang dilakukan maka prinsip pari passsu prorate parte memberikan keadilan kepada kreditur dengan konsep keadilan proporsional dimana kreditur yang memiliki piutang yang lebih besar maka akan mendapat porsi pembayaran piutangnya dari debitur lebih besar dari kreditur yang memiliki piutang lebih kecil daripadanya. Seandainya kreditur disamaratakan kedudukannya tanpa melihat besar kecilnya piutang maka akan menimbulkan suatu ketidakadilan sendiri. Ketidakadilan pembagian secara paritas creditorium dalam kepailitan akan muncul ketika harta kekayaan debitur pailit lebih kecil dari jumlah utang-utang debitur. Seandainya harta kekayan debitur pailit lebih besar dari jumlah seluruh utang-utang debitur maka penerapan prinsip pari passu prorate parte menjadi kurang relevan. Demikian pula penggunaan lembaga hukum kepailitan terhadap debitur yang memiliki aset lebih besar dari jumlah seluruh utang-utangnya adalah tidak tepat dan kurang memiliki relevansinya. Selanjutnya kepailitan akan terjadi apabila aktiva lebih kecil dari pada passiva. Kepailitan adalah sarana untuk menghindari perebutan harta debitur seteleh debitur tidak lagi memiliki 111 Kartini Muljadi, Actio Paulina dan Pokok-pokok tentang pengadilan Niaga, Bandung: Alumni, 2001, hal. 300 Universitas Sumatera Utara kemampuan untuk membayar utang-utangnya. Sebaliknya pula kepailitan digunakan untuk melindungi kreditur yang lemah terhadap kreditur yang kuat dalam memperebutkan harta debitur. Sehingga pada hakikinya prinsip pari passu prorate parte adalah inheren dengan lembaga kepailitan itu sendiri. 112 Penggunan prinsip paritas creditorium yang dilengkapi dengan prinsip pari passu prorate parte dalam konteks kepailitan juga masih memiliki kelemahan jika antara kreditor tidak sama kedudukannya karena ada sebagian kreditur memegang hak jaminan kebendaan danatau kreditur yang memiliki hak preferensi yang telah diberikan oleh undang-undang. Apabila kreditur yang memegang jaminan kebendaan disamakan dengan kreditor yang tidak memegang jaminan kebendaan adalah bentuk sebuah ketidakadilan. Bukankah maksud adanya lembaga jaminan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang hak jaminan tersebut. Jika pada akhirnya disamakan kedudukan hukumnya antara kreditur pemegang hak tanggungan dengan kreditur yang tidak memiliki jaminan kebendaan maka adanya lembaga hukum jaminan tidak ada fungsinya sama sekali. Demikian pula dengan kreditur yang oleh undang-undang diberikan keistimewaan yang berupa hak preferensi dalam pelunasan piutangnya jika kedudukan disamakan dengan kreditur yang tidak diberikan preferensi oleh undang-undang, maka untuk apa undang-undang melakukan pengaturan terhadap kreditur-kreditur tertentu dapat memiliki kedudukan istimewa dan karenanya memiliki preferensi dalam pembayaran terhadap piutang-piutangnya. 112 M Hadi Subhan, Op. cit., hal. 30-31 Universitas Sumatera Utara Ketidakadilan seperti ini diberikan jalan keluar dengan adanya prinsip structured prorate. 113 Kreditur yang berkepentingan terhadap debitur tidak hanya kreditur konkuren saja melainkan juga kreditur pemegang hak jaminan kebendaan seperti hak tanggungan atau yang sering disebut kreditur separatis dan kreditur yang menurut ketentuan hukum harus didahulukan atau yang dalam hukum kepailitan tersebut kreditur preferen. Memang kreditur separatis sudah memegang jaminan hak tanggungan dan dapat mengeksekusi jaminan hak tanggungan yang dipegangnya seolah –olah tidak terjadi kepailitan, akan tetapi kreditur pemegang hak tanggungan separatis tersebut masih memiliki kepentingan yang berupa sisa tagihan yang tidak cukup ditutup dengan eksekusi jaminan serta kepentingan mengenai keberlangsungan usaha debitur. 114 Dengan demikian perlindungan kreditur pemegang hak tanggungan dalam hukum kepailitan adalah sebagai kreditur separatis yang didalam ketentuan pasal 55 undang-Undang Kepailitan mempunyai hak jaminan atas hak tanggungan itu seolah- olah terjadi kepailitan pada debitur. Selain itu juga sebelum terjadinya kepailitan maka kreditur pemegang hak tanggungan ini juga berkesempatan untuk melakukan pailit terhadap debitur pemberi hak tanggungan tersebut. 113 Ibid, hal. 31 114 Ibid, hal. 34 Universitas Sumatera Utara Selanjutnya terhadap debitor pailit juga bisa dikenakan ketentuan pidana Ketentuan pidana mengacu pada KUHP yang tersebar dalam beberapa ketentuan yang berkaitan dengan kepailitan atas perbuatan-perbuatan sebagai berikut: 115 1. Tidak mau hadir atau memberikantidak memberikan keterangan yang menyesatkan dalam proses pemberesan pailit Pasal 226 KUHP. 2. Perbuatan debitor pailit yang merugikan kreditor Pasal 396 KUHP. 3. Perbuatan debitor memindahtangankan harta sehingga merugikan para kreditor dan menyebabkan pailit pasal 397 KUHP. 4. Perbuatan direksi atau komisaris perseroan yang menyebabkan kerugian perseroan baik sebelum atau setelah pailit. Pasal 398 dan 399 KUHP. 5. Perbuatan menipu oleh debitor pailit kepada para kreditor Pasal 400 KUHP. 6. Kesepakatan curang antara debitor pailit dengan kreditor dalam rangka penawaran perdamaian kepailitan Pasal 401 KUHP. 7. Tindakan debitor pailit yang mengurangi hak-hak kreditor Pasal 402 KUHP. 8. Perbuatan direksi perseroan terbatas yang bertentang dengan anggaran dasar Pasal 403 KUHP. Kriteria pidana yang harus dipenuhi yakni dalam pasal 396 KUHP bangkrut sederhana 1. Pengeluaran-pengeluarannya yang melewati batas kehidupan sehari-hari terlalu boros atau 2. Meminjam uangmodal dengan bunga yang tinggi padahal diketahui bahwa hal itu tidak menolong kepailitannya. 3. Tidak dapat memperlihatkan secara utuh tanpa perubahan-perubahan coretan- coretan atau tulisan-tulisan sebagaimana ditentukan dalam pasal 6 KUHD. Sedangkan dalam kepailitan terjadi karena kecurangan dalam pasal 397 KUHP yakni: 116 1. Ada tiga macam perbuatan: a. Mengarang perbuatan yang tidak pernah ada b. Tidak membukukan suatu pendapat c. Menyisihkan atau menarik suatu barang dan budel 115 Ibid, hal 183-184 116 Ibid, hal. 185 Universitas Sumatera Utara 2. Tindakan melepas suatu barang dari budel secara cuma-cuma atau dengan terang- terangan dibawah harga. 3. Tindakan berupa apa saja, menguntungkan salah seorang kreditor. 4. Tindakan berupa penyimpangan dari ketentuan pasal 6 KUHD. Kepailitan bukanlah suatu kriminalitas, meskipun nantinya dalam proses kepailitan akan dimungkinkan adanya kejahatan kepailitan subjek hukum yang dinyatakan pailit tidak mutatis mutandis memenuhi unsur tindakan pidana, Misalnya suatu perseroan terbatas yang dinyatakan pailit tidak mutatis mutandis organ-organ perseroan terbatas tersebut dapat dipidana atas pailitnya perseroan tersebut. Kepailitan adalah berkaitan dengan proses pemberesan harta kekayaan debitor untuk membayar utang-utangnya. Dengan demikian subjek hukum yang telah dinyatakan pailit tidak sama dengan bahwa ia telah melakukan sebuah tindakan criminal . Untuk dapat dinyatakan telah melakukan tindak pidana harus memenuhi unsur-unsur dan kriteria sebagaimana yang diatur dalam KUHP tersebut diatas. 117 117 Ibid, hal. 185 Universitas Sumatera Utara

BAB III KEDUDUKAN KREDITOR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DENGAN

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hak Kreditor Dengan Jaminan Fidusia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

0 10 149

TINJAUAN YURIDIS TENTANG HAK KREDITOR DALAM MELAKSANAKAN EKSEKUSI SELAKU PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DIKAITKAN Tinjauan Yuridis Tentang Hak Kreditor Dalam Melaksanakan Eksekusi Selaku Pemegang Hak Tanggungan Dikaitkan Dengan Undang – Undang Nomor 4 Tahun 19

0 0 13

PENDAHULUAN Tinjauan Yuridis Tentang Hak Kreditor Dalam Melaksanakan Eksekusi Selaku Pemegang Hak Tanggungan Dikaitkan Dengan Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Dan Undang – Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penunda

0 2 14

TINJAUAN YURIDIS TENTANG HAK KREDITOR DALAM MELAKSANAKAN EKSEKUSI SELAKU PEMEGANG JAMINAN DENGAN HAK TANGGUNGAN Tinjauan Yuridis Tentang Hak Kreditor Dalam Melaksanakan Eksekusi Selaku Pemegang Hak Tanggungan Dikaitkan Dengan Undang – Undang Nomor 4 Tah

0 0 22

PELAKSANAAN EKSEKUSI BARANG JAMINAN PADA MASA PENANGGUHAN (STAY) YANG DILAKUKAN OLEH KREDITOR SEPARATIS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN P.

0 0 2

HAK KREDITOR DALAM MELAKSANAKAN EKSEKUSI SEBAGAI PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DAN UNDANG-UNDAN.

0 0 1

KEDUDUKAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM KREDITOR SEPARATIS SEHUBUNGAN DENGAN PENOLAKAN PERMOHONAN KEPAILITAN OLEH HAKIM PENGADILAN NIAGA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILIT.

1 2 1

IMPLIKASI PEMBATALAN KEPAILITAN TERHADAP KEDUDUKAN BANK SEBAGAI KREDITOR SEPARATIS YANG MEMEGANG HAK TANGGUNGAN DITINJAU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN K.

0 0 1

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITOR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 4 TAHUN 1996 DALAM HAL PENANGGUHAN EKSEKUSI JAMINAN UTANG DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 37 TAHUN 2004 TE.

0 1 1

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITOR BERKAITAN DENGAN KEPASTIAN PEMBAYARAN OLEH DEBITOR SEJAK DITETAPKANNYA MASA INSOLVENSI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUN.

0 0 1