1
BAB I PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Permasalahan dalam birokrasi pemerintahan pada saat ini antara lain bahwa: birokrasi pemerintah belum efisien, kebijakan belum stabil, dan masih
ada praktek penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang. Bidang peraturan perundang-undangan di bidang aparatur negara masih tumpang tindih,
inkonsisten, tidak jelas, multi tafsir, pertentangan antara peraturan perundang- undangan yang satu dengan yang lain dan pelayanan publik belum dapat
mengakomodasi kepentingan seluruh lapisan masyarakat.
Dalam Grand Design dan Road Map Reformasi Birokrasi Birokrasi tahun 2010-2025, salah satu program yang menjadi prioritas nasional adalah program
Reformasi Birokrasi. Banyak tantangan yang harus dihadapi dan dicari solusinya. Tantangan dimaksud yaitu bahwa: Reformasi Birokrasi belum mencapai sasaran
pembenahan kelembagaan, tatalaksana, manajemen SDM aparatur, akuntabilitas, pengawasan, pelayanan publik, reward and punishment, dan perubahan mind-set
dan culture set; belum dikembangkannya sistem monitoring dan evaluasi pelaksanaan Reformasi Birokrasi secara nasional; Reformasi Birokrasi juga belum
memiliki grand design dan road map serta dikeluarkannya arahan Presiden dan Wakil Presiden untuk melaksanakan Reformasi Birokrasi yang menyeluruh,
mendalam, nyata serta menyentuh sendi kehidupan masyarakat http:perencanaan.ipdn.ac.idreformasi-birokrasi-ipdnkonsolidasi-pelaksanaan-
kegiatan-reformasi-birokrasi-kementerian-dalam-negeri: Diakses, 13 September 2012: pukul 13.00.
2
Tujuan Reformasi Birokrasi adalah membentuk birokrasi profesional, dengan karakteristik: adaptif, berintegritas, berkinerja tinggi, bebas dan bersih
KKN, mampu melayani publik, netral, berdedikasi, dan memegang teguh nilai- nilai dasar dan kode etik aparatur negara dan sasaran Reformasi Birokrasi yaitu
membangun birokrasi yang berorientasi pada hasil outcomes melalui perubahan secara terencana, bertahap, dan terintegrasi dari berbagai aspek strategis birokrasi.
Otonomi daerah adalah perwujudan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dan mempunyai hubungan yang erat dengan desentralisasi.
Mahfud M. D 2004 dalam Tangkilisan 2005:1 menyatakan desentralisasi merupakan penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah untuk mengatur dan mengurus daerah, mulai dari kebijakan, perencanaan, sampai pada implementasi dan pembiayaan dalam rangka desentralisasi.
Konsep desentralisasi dan otonomi daerah dilihat dari perspektif organisasi dan manajemen yang lebih menekankan pada aspek efisiensi dan efektivitas
pelaksanaan tugas. Osborne dan Gaebler 1995 dalam Tangkilisan 2005:1 mengemukakan empat keunggulan desentralisasi, yakni: lembaga yang
terdesentralisasi jauh lebih fleksibel daripada yang tersentralisasi, karena lembaga tersebut dapat memberikan respon yang dengan cepat terhadap lingkungan dan
kebutuhan pelanggan yang berubah; lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih efektif dari yang tersentralisasi; lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih inovatif
daripada lembaga yang tersentralisasi; lembaga yang terdesentralisasi
3
menghasilkan semangat kerja yang lebih tinggi, lebih banyak komitmen dan lebih banyak pula produktifitasnya.
Berdasarkan ulasan di atas, dapat dikatakan bahwa tujuan dan sasaran dari kebijakan otonomi daerah adalah sebagai berikut: efisiensi dan efektivitas
pemberian pelayanan kepada masyarakat; peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah; peningkatan partisipasi masyarakat dalam kehidupan
politik dan pelaksanaan pembangunan; peningkatan efektivitas pelaksanaan koordinasi serta pengawasan pembangunan.
Pembangunan Kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan
dan dengan perilaku hidup sehat secara adil dan merata diseluruh wilayah Republik Indonesia. Sejalan dengan tujuan pembangunan yang berwawasan
kesehatan dan kesejahteraan maka pemerintah telah menetapakan pola dasar pembangunan yaitu pembangunan mutu sumber daya manusia di berbagai sektor
sehingga dapat mewujudkan masyarakat yang berperilaku hidup sehat, lingkungan sehat dan memiliki kemampuan untuk menolong dirinya sendiri serta dapat
menjangkau pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Pembangunan kesehatan ke depan diarahkan pada peningkatan upaya promotif dan preventif, di samping peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi
4
masyarakat, utamanya penduduk rentan, antara lain: ibu, bayi, anak, lanjut usia dan keluarga miskin. Peningkatan kesehatan masyarakat, meliputi upaya
pencegahan penyakit menular ataupun tidak menular, dengan cara memperbaiki kesehatan lingkungan, gizi, perilaku dan kewaspadaan dini. Pembangunan
kesehatan dilaksanakan dengan peningkatan upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sediaan farmasi,alat kesehatan dan
makanan, manajemen dan informasi kesehatan serta pemberdayaan masyarakat. Upaya tersebut dilakukan dengan memperhatikan dinamika kependudukan,
epidemiologi penyakit, perubahan ekologi dan lingkungan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi IPTEK serta globalisasi dan demokratisasi dengan
semangat kemitraan dan kerjasama lintas sektoral.
Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan RPJPK 2005–2025 dalam tahapan ke-2 2010-2014, kondisi
pembangunan kesehatan diharapkan telah mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan dengan membaiknya berbagai indikator
pembangunan sumber daya manusia, seperti meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat, meningkatnya kesetaraan gender, meningkatnya tumbuh
kembang optimal, kesejahteraan dan perlindungan anak, terkendalinya jumlah dan laju pertumbuhan penduduk, serta menurunnya kesenjangan antar individu, antar
kelompok masyarakat dan antar daerah.
Dalam rangka implementasi pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008, tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi
5
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, Satuan Kerja dan Perangkat Derah SKPD diwajibkan menyusun Rencana Strategis SKPD yang memuat visi, misi,
tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, program dan kegiatan serta penganggaran pembangunan yang bersifat indikatif sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
SKPD. Renstra Dinas Kesehatan Kota Medan merupakan dokumen perencanaan yang bersifat indikatif yang memuat program-program pembangunan kesehatan
yang akan dilaksanakan langsung oleh Dinas Kesehatan Kota Medan maupun dengan mendorong peran aktif masyarakat untuk kurun waktu tahun 2011-2015,
didasarkan pada perubahan struktur organisasi Dinas Kesehatan Kota Medan yang memberikan penekanan pada pencapaian Standar Pelayanan Minimal SPM
Bidang Kesehatan Kota Medan dan Millenium Development Goals MDG’s.
Rencana Strategis Dinas Kesehatan Kota Medan disusun berawal dari suatu pemikiran Strategis tentang nilai-nilai luhur yang dianut dimiliki oleh
seluruh pimpinan dan staf Dinas Kesehatan Kota Medan yang merupakan karakteristik inti dari tugas pokok yang diemban oleh Dinas Kesehatan Kota
Medan.
Berdasarkan hal tersebut maka nilai-nilai luhur yang dianut adalah: Berpihak Pada Rakyat, mengandung arti bahwa dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan, Dinas Kesehatan akan selalu berpihak pada rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah
salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial Ekonomi. UUD 1945 juga menetapkan bahwa setiap orang berhak
6
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan;
Bertindak Cepat dan Tepat, mengandung arti bahwa masalah kesehatan yang dihadapi makin bertambah kompleks dan berubah dengan cepat, bahkan kadang-
kadang tidak terduga, yang dapat menimbulkan masalah darurat kesehatan. Dalam mengatasi masalah kesehatan, apalagi yang bersifat darurat, harus dilakukan
tindakan secara cepat. Tindakan yang cepat juga harus diikuti dengan pertimbangan yang cermat, sehingga intervensi yang tepat dapat mengenai
sasaran; Kerjasama Tim, mengandung arti bahwa Dinas Kesehatan sebagai organisasi pemerintah memiliki sumberdaya manusia yang banyak. Sumberdaya
manusia ini merupakan potensi bagi terbentuknya suatu tim besar. Oleh karena itu, dalam mengemban tugas-tugas pembangunan kesehatan, harus dibina kerja
tim yang utuh dan kompak, dengan menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergisme; Integritas yang Tinggi, mengandung arti bahwa
dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, setiap anggota staf dan pimpinan Dinas Kesehatan harus memiliki komitmen yang tinggi dalam upaya
mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan. Selain itu, dalam melaksanakan tugas, semua anggota Dinas Kesehatan harus memiliki ketulusan hati, kejujuran,
kepribadian yang teguh, dan bermoral tinggi; Transparan dan Akuntabel, mengandung arti bahwa dalam era demokrasi dan perkembangan masyarakat yang
lebih cerdas dan tanggap, tuntutan atas pelaksanaan tugas yang transparan dan dapat dipertanggung-gugatkan akuntabel terus meningkat. Oleh karenanya
semua kegiatan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Dinas
7
Kesehatan, harus dilaksanaka secara transparan, dapat dipertanggung-jawabkan dipertanggung-gugatkan kepada publik.
Di kota Medan Angka Kematian Ibu AKI sudah mengalami penurunan namun angka tersebut masih jauh dari target MDG’s tahun 2015 102100.000
KH, diperlukan upaya yang luar biasa untuk pencapaian target. Demikian halnya dengan Angka Kematian Bayi AKB, masih jauh dari target MDG’s 231.000
KH kalau dilihat dari potensi untuk menurunkan AKB maka masih on track walaupun diperlukan sumber daya manusia yang kompeten Renstra Dinas
Kesehatan Kota Medan 2010-2014.
Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar sudah meningkat yang ditandai dengan meningkatnya pelayanan di Puskesmas dan Puskesmas yang
memberikan pelayanan rawat inap, dan dijaminnya pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat miskin di Puskesmas dan rumah sakit oleh Pemerintah Kota
Medan dengan diberikannya Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin JPK-MS. Namun belum seluruh warga Kota Medan mendapatkan JPK-
MS. Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan rujukan di rumah sakit meningkat, salah satu faktor pendorongnya adalah adanya jaminan pembiayaan
kesehatan di rumah sakit bagi masyarakat miskin. Untuk meningkatkan akses tersebut, pemerintah memiliki keterbatasan pada jumlah Bed Occupation Rate
BOR kelas III yang dikhususkan bagi masyarakat tak mampu. Selain itu sistem rujukan belum berjalan dengan baik sehingga pelayanan kesehatan tidak efisien.
Kebijakan serta pembinaan dan pengawasan belum mencakup klinik dan rumah
8
sakit swasta, serta dirasakan belum terkoordinasinya pelayanan kesehatan secara kewilayahan.
Secara umum terjadi penurunan angka kesakitan, namun penularan infeksi penyakit menular utamanya AIDSHIV dan TBC, masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang menonjol dan perlu upaya keras untuk dapat mencapai target MDG’s. Disamping itu, terjadi peningkatan penyakit tidak menular yang
berkontribusi besar terhadap kesakitan dan kematian.
Target cakupan imunisasi belum tercapai, perlu peningkatan upaya preventif dan promotif seiring dengan upaya kuratif dan rehabilitatif. Akibat dari
cakupan Universal Child Imunization UCI yang belum tercapai akan berpotensi timbulnya kasus-kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi PD3I di
beberapa daerah risiko tinggi yang selanjutnya dapat mengakibatkan munculnya wabah. Untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat PD3I perlu upaya
imunisasi dengan cakupan yang tinggi dan merata.
Untuk anggaran pembiayaan kesehatan, permasalahannya lebih pada alokasi yang cenderung pada upaya kuratif dan masih kurangnya anggaran untuk
biaya operasional dan kegiatan langsung untuk Puskesmas. Terhambatnya realisasi anggaran juga terjadi karena proses anggaran yang terlambat. Akibat dari
pembiayaan kesehatan yang masih cenderung kuratif dibandingkan pada promotif dan preventif mengakibatkan pengeluaran pembiayaan yang tidak efektif dan
efisien, sehingga berpotensi menimbulkan permasalahan pada kecukupan dan
9
optimalisasi pemanfaatan pembiayaan kesehatan. Tingginya presentase masyarakat yang belum terlindungi oleh jaminan kesehatan mengakibatkan
rendahnya akses masyarakat dan risiko pembiayaan kesehatan yang berakibat pada timbulnya kemiskinan.
Sistem informasi kesehatan belum tersedia dengan baik, keterbatasan data menjadi kendala dalam pemetaan masalah dan penyusunan kebijakan.
Pemanfaatan data belum optimal dan surveilans belum dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Masyarakat masih ditempatkan sebagai
obyek dalam pembangunan kesehatan, promosi kesehatan belum banyak merubah perilaku masyarakat menjadi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PHBS.
Pemanfaatan dan kualitas Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat UKBM, seperti Posyandu dan Poskesdes masih rendah. Upaya kesehatan juga
belum sepenuhnya mendorong peningkatan atau perubahan pada perilaku hidup bersih dan sehat, yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan yang diderita
oleh masyarakat.
Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh hasil kerja keras sektor kesehatan, tetapi sangat dipengaruhi pula oleh hasil kerja
serta kontribusi positif berbagai sektor pembangunan lainnya. Untuk optimalisasi hasil kerja serta kontribusi positif tersebut, “wawasan kesehatan” perlu dijadikan
sebagai asas pokok program pembangunan kesehatan, dalam pelaksanaannya seluruh unsur berperan sebagai penggerak utama pembangunan berwawasan
10
kesehatan yang diejawantahkan dalam bentuk program-program dalam RPJMD dan Renstra Dinas Kesehatan Kota Medan
Terwujudnya keadaan sehat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang tidak hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan, melainkan juga tanggung jawab
dari berbagai sektor terkait lainnya; disamping tanggung jawab individu dan keluarga. Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan dapat bersinergi
dengan sistem lainnya antara lain: Sistem Pendidikan, Sistem Perekonomian, Sistem Ketahanan Pangan, Sistem Pertahanan dan Keamanan , Sistem Ketenaga-
kerjaan dan Transmigrasi, serta sistem-sistem lainnya.
Untuk mengurangi kesenjangan yang terjadi dalam pembangunan kesehatan, diperlukan pemikiran tidak konvensional mengenai kebijakan program
kesehatan masyarakat dan sektor kesehatan pada umumnya untuk mencakup determinan kesehatan lainnya, terutama yang berada diluar domain sektor
kesehatan. Reformasi kesehatan masyarakat yang meliputi reformasi kebijakan SDM kesehatan, reformasi kebijakan pembiayaan kesehatan, reformasi kebijakan
pelayanan kesehatan, dan reformasi untuk kebijakan yang terkait dengan terselenggaranya Good Governance sudah harus dilakukan. Dibutuhkan pula
perhatian pada akar masalah yang ada, diantaranya faktor sosial ekonomi yang menentukan situasi dimana masyarakat tumbuh, belajar, hidup, bekerja dan
terpapar, serta rentan terhadap penyakit dan komplikasinya dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan mencapai target Pemerintah Kota
Medan dan target global MDG’s 2015.
11
Hubungan antara status sosial ekonomi dan kesehatan berlaku secara universal. Tingkat kematian dan tingkat kesakitan secara konsisten didapatkan
lebih tinggi pada kelompok dengan sosial ekonomi rendah. Perlu upaya sungguh- sungguh dalam rangka mengurangi disparitas masyarakat terhadap akses
pendidikan, pekerjaan, partisipasi sosial, dan pelayanan publik.
Pemberdayaan masyarakat diarahkan agar masyarakat berdaya untuk ikut aktif memelihara kesehatannya sendiri, melakukan upaya pro-aktif tidak
menunggu sampai jatuh sakit, karena ketika sakit sebenarnya telah kehilangan nilai produktif. Upaya promotif dan preventif perlu ditingkatkan untuk
mengendalikan angka kesakitan yang muncul dan mencegah hilangnya produktivitas serta menjadikan sehat sebagai fungsi produksi yang dapat memberi
nilai tambah.
Dalam rencana strategis renstra Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan, adapun yang menjadi isu pokok pembangunan kesehatan, meliputi:
terbatasnya aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, terutama pada kelompok rentan seperti: penduduk miskin, remaja, perempuan dan
kelompok minoritas lainnya; pelayanan kesehatan ibu dan anak yang sesuai standar masih terbatas; belum teratasinya permasalahan gizi secara menyeluruh;
masih tingginya kesakitan dan kematian akibat penyakit menular dan tidak menular; belum terlindunginya masyarakat secara maksimal terhadap beban
pembiayaan kesehatan; belum terpenuhinya jumlah, jenis, kualitas, serta penyebaran sumberdaya manusia kesehatan, dan belum optimalnya dukungan
12
kerangka regulasi ketenagaan kesehatan; belum optimalnya ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat esensial, penggunaan obat yang tidak
rasional, dan penyelenggaraan pelayanan kefarmasian yang berkualitas; masih terbatasnya kemampuan manajemen dan informasi kesehatan, meliputi
pengelolaan administrasi dan hukum kesehatan; permasalahan manajerial dalam sinkronisasi perencanaan kebijakan program, dan anggaran serta masih
terbatasnya koordinasi dan integrasi lintas sektor; pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan belum dilakukan secara optimal; belum tersedia
biaya operasional yang memadai di Puskesmas.
Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat di bidang kesehatan dibutuhkan sumber
daya manusia yang mampu bekerja secara efektif dan efisien dalam setiap aktivitastugas untuk mencapai sasaran yang dimaksud oleh karena itu sumber
daya manusia perlu dikelola dengan baik karena manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi. Manusia adalah perencana, pelaku
sekaligus penentu terwujudnya tujuan organisasi.
Kaitan antara kinerja organisasi dengan sumber daya manusia dalam proses penyelenggaran organisasi publik sesungguhnya bermuara pada
kemampuan daerah dalam mempersiapkan jajaran birokrasi yang ada bagi penyelenggaraan pelayanan publik secara optimal dan berdaya guna. Hal ini
merupakan konsekuensi logis dari pelaksanaan otonomi yang berbasis pada kemampuan daerah kabupaten atau kota dengan memberikan pelayanan secara
13
terpadu, mandiri dan efektif. Tanpa kesiapan sumber daya yang baik, maka pelayanan publik yang baik pula akan sulit dicapai Tangkilisan, 2005:10.
Jumlah dan jenis tenaga kesehatan terus meningkat namun kebutuhan dan pemerataan distribusinya belum terpenuhi. Kualitas tenaga kesehatan juga masih
rendah, pengembangan karier belum berjalan, sistem penghargaan, dan sanksi belum sebagaimana mestinya. Masalah kurangnya tenaga kesehatan, baik jumlah,
jenis dan distribusinya menimbulkan dampak terhadap rendahnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan berkualitas, di samping itu juga
menimbulkan permasalahan pada rujukan dan penanganan pasien untuk kasus tertentu Renstra Dinkes Pemko Medan tahun 2011-2015.
Keberadaan tenaga honorer di Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan sedikit banyak akan memberi warna bagi kualitas pelayanan. Namun setelah
keluarnya Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2005 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, Kementerian
Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengingatkan Pemerintah Daerah untuk tidak lagi merekrut tenaga honorer yang diatur pada
ketentuan pasal yang ke VIII delapan dengan alasan: adanya anggapan bahwa tenaga honorer akan diangkat menjadi CPNS pada suatu saat, sehingga mereka
enggan untuk mengikuti seleksi untuk menjadi CPNS melalui jalur umum. Hal ini dianggap berbahaya apabila suatu saat mereka akan menuntut diangkat menjadi
CPNS dengan kemampuan yang tidak terpantau. Lalu setelah dilakukan kajian dan penelusuran ke sejumlah instansi, ternyata banyak rekrutmen yang tidak
14
didasarkan kepada kebutuhan pegawai. Ada sejumlah temuan bahwa tenaga honorer merupakan titipan dari sanak saudara pejabat maka selain akan menuntut
diangkat, kerugian lain dari perekrutan tenaga honorer ini adalah membuat postur birokrasi membengkak sehingga membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja
DaerahNegara APBDAPBN. Dikutip berdasarkan pernyataan dalam tabloid mingguan : Loker Today Edisi 283 Tanggal 18-24 Juni 2012.
Walaupun Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menyatakan agar pemerintah daerah tidak lagi merekrut honorer dengan
alasan rekrutmen yang dilaksanakan cenderung bermasalah sesuai dengan uraian diatas, namun sepanjang masih dibutuhkan, rekrutmen honorer tentunya tidak
boleh dihentikan karena akan mengganggu pelayanan terhadap masyarakat. Maka untuk menjawab tuntutan terhadap persoalan dimaksud maka diperlukan adanya
suatu mekanisme rekrutmen yang benar-benar akuntabel.
Rekrutmen adalah suatu proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi dan induksi untuk mendapatkan karyawan atau anggota organisasi yang sesuai
dengan kebutuhan organisasi atau unit kerja. Hal ini dimaksutkan untuk menjaring orang-orang yang benar-benar kompeten agar bisa menunjang keberhasilan
kinerja dari suatu instansi. Namun kecenderungan yang saat ini banyak ditemukan di dalam perekrutan tenaga honorer adalah ketidak sesuaian rekrutmen dengan
kebutuhan dalam organisasi. Maka berdasarkan uraian diatas penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul, “Akuntabilitas Rekrutmen Pegawai Honorer Pada Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan”.
15
1. 2 Perumusan Masalah