Kerangka Teori Efek Lama Pemanasan terhadap Perubahan Bilangan Peroksida Minyak Goreng yang Berpotensi Karsinogenik pada Pedagang Gorengan di Kelurahan Pasar Minggu Tahun 2015

54 c. Oksidasi asam-asam lemak berantai panjang d. Degradasi ester oleh panas e. Oksidasi asam lemak yang terikat pada posisi α dalam trigliserida f. Autooksidasi keton dan aldehida menjadi asam karboksilat Ketaren, 2012.

O. Kerangka Teori

Kerangka teori pada penelitian ini berdasarkan pada Lamboni dkk 1999, Oktaviani 2009, Aminah 2010, Mulasari dan Utami 2012, Ketaren 2012, dan Ayu dan Hamzah 2010. Pada beberapa jurnal yang telah ditelaah, ke enam variabel di bawah yaitu oksigen, cahaya, suhu tinggi, frekuensi penggunaan, lama penggunaan, dan lama pemanasan minyak goreng dapat mengoksidasi minyak goreng sehingga ada peningkatan bilangan peroksida pada minyak goreng. Pada umumnya senyawa peroksida mengalami dekomposisi oleh panas, sehingga minyak yang telah dipanaskan hanya mengandung sejumlah kecil peroksida. Variabel oksigen dan cahaya jika dikombinasikan keduanya maka akan mempercepat terjadinya proses oksidasi karena cahaya sebagai akselerator pada oksidasi Ketaren, 2012. Menurut Ketaren 2012, suhu tinggi merupakan salah satu faktor yang dapat mempercepat oksidasi. Kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan expose di udara akan bertambah dengan kenaikan suhu dan akan berkurang dengan penurunan suhu. Kecepatan akumulasi peroksida selama proses aerasi minyak pada suhu 100-115°C adalah dua kali lebih besar dibandingkan pada suhu 10°C. Begitu juga dengan pengaruh cahaya terhadap oksidasi, dimana cahaya merupakan akselerator terhadap timbulnya ketengikan. Kombinasi dari oksigen 55 dan cahaya dapat mempercepat proses oksidasi. Sebagai contoh, lemak yang disimpan tanpa udara O 2 , tetapi dikenai cahaya sebagai menjadi tengik. Hal ini karena dekomposisi peroksida yang secara alamiah telah terdapat dalam lemak. Cahaya berpengaruh sebagai akselerator pada oksidasi konsituen tidak jenuh dalam lemak. Penelitian C. Lamboni, A. Kétévi, K. Awaga, dan A. Doh 1999 terkait adanya peningkatan bilangan peroksida akibat pemanasan dengan suhu yang ditingkatkan pada setiap frekuensi menggoreng yang menunjukkan bahwa adanya peningkatan bilangan peroksida pada kedua jenis minyak goreng yaitu minyak sayur dan minyak kacang tanah. Selain itu, uji eksperimen yang dilakukan oleh Nita Dwi Oktaviani 2009 menyatakan bahwa adanya hubungan antara tingkat lamanya pemanasan dengan peningkatan bilangan peroksida ditinjau dari pemanasan dengan lama waktu 15 menit sampai 45 menit. Berdasarkan penelitian Siti Aminah 2010 mengenai sifat organoleptik tempe pada pengulangan penggorengan menggunakan minyak curah, menunjukkan adanya peningkatan bilangan peroksida mulai dari pengulangan penggorengan pertama sampai penggorengan kedua puluh. Semakin banyak pengulangan penggorengan maka bilangan peroksida semakin meningkat. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Surahma Asti Mulasari dan Risa Rahmawati Utami 2012 terhadap jenis makanan gorengan tahu, tempe, telur, terong, ayam, dan ikan goreng di sepanjang Jl. Prof. Dr. Soepomo Umbulharjo menunjukkan data bahwa 14 dari 15 pedagang minyak goreng termasuk dalam kategori tidak baik dengan frekuensi penggorengan lebih dari empat kali dengan 56 bilangan peroksida paling tinggi yaitu 11,25 meqkg. Penelitian Dewi Fortuna Ayu dan Farida Hanum Hamzah 2010 yaitu pada minyak goreng bekas masih terlihat adanya peningkatan bilangan peroksida pada makanan jajanan nabati dan hewani. Sumber: modifikasi dari Lamboni dkk 1999, Oktaviani 2009, Aminah 2010, Mulasari dan Utami 2012, Ketaren 2012, dan Ayu dan Hamzah 2010. Gambar 2.5 Kerangka Teori Perubahan Bilangan Peroksida Minyak Goreng 57 BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep