48 Proses oksidasi dipercepat oleh adanya kombinasi dari oksigen dan cahaya.
Misalnya pada lemak yang disimpan tanpa udara O
2
, tetapi dikenai cahaya sehingga menjadi tengik. Hal ini karena dekomposisi peroksida secara
alamiah telah terdapat dalam lemak atau minyak. Cahaya berpengaruh sebagai akselerator pada oksidasi konstituen tidak jenuh dalam lemak. Radiasi ionisasi
juga merupakan salah satu akselerator, sedangkan sinar ultra violet dan sinar- sinar gelombang pendek berfungsi sebagai fotolisis persenyawaan aldehida,
sehingga menghasilkan radikal bebas. Konstituen tidak jenuh dan jenuh serta molekul trigliserida yang terkena cahaya ultra violet dalam jangka waktu yang
lama, akan menghasilkan aldehida dalam jumlah yang kecil dan metil keton yang berbau tidak enak. Persenyawaan keton dengan asam-asam dengan berat
molekul rendah lebih cepat terbentuk dari senyawa tidak jenuh, terutama lemak yang mengandung ikatan tidak jenuh C
12
atau lebih rendah, misalnya asam palmitat. Gugus hidroksil bebas pada molekul mono dan digliserida
akan teroksidasi sehingga menghasilkan gugus aldehida jika gliserida tersebut terkena irradiasi sinar ultra violet yang disertai dengan oksigen
Ketaren, 2012.
3. Suhu Tinggi
Suhu merupakan suatu sifat yang sukar didefinisikan, meskipun secara naluri dapat dirasakan. Untuk mengatakan bahwa suhu adalah derajat “panas”
dari suatu benda tidaklah tepat. Bila terdapat dua benda yang memiliki suhu berbeda disinggungkan, makanya benda yang awalnya bersuhu tinggi akan
turun dan sebaliknya yang bersuhu rendah akan naik. Sehingga kedua benda
49 tersebut mempunya derajat “panas” yang sama dengan kata lain suhu yang
sama. Suhu dapat diukur karena dapat memberikan pengaruh pada sifat yang dapat diukur lainnya. Termometer adalah alat yang digunakan sebagai
mengukur suhu, yang didasarkan atas panjang kolom cairan dalam tabung kapiler tipis di dalam gelas kaca. Perubahan suhu membuat panjang kolom
cairan berubah. Kenaikan panjang kolom cairan mengikuti kenaikan suhu. Titik suhu tertentu dan derajat perubahan suhu dapat menentukan skala suhu.
Titik tetap yang umum dipakai adalah suhu dimana es meleleh titik es dan suhu dimana air mendidih titik uap, keduanya pada tekanan atmosfer normal
Petrucci, 1985.
Pada saat penggorengan makanan dapat terjadi perubahan-perubahan fisika-kimiawi pada makanan yang digoreng dan juga minyak gorengnya.
Apabila suhu penggorengannya lebih tinggi dari suhu normal 168-196°C
akan menyebabkan degradasi minyak goreng dengan cepat antara lain titik asap menurun. Titik asap adalah saat terbentuknya akrolein yang tidak
diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan Devi, 2010.
Pengaruh suhu terhadap kerusakan minyak telah diselediki dengan menggunakan contoh minyak jagung yang dipanaskan selama 24 jam pada
suhu 120°, 160°, dan 200°C. Minyak dialiri udara pada 150 mlmenitkilo. Minyak yang dipanaskan pada suhu 160° dan 200°C, menghasilkan bilangan
peroksida lebih rendah dibandingkan dengan pemanasan pada suhu 120°C. Hal ini merupakan suatu indikasi bahwa persenyawaan peroksida bersifat
tidak stabil terhadap panas. Bilangan iod berpengaruh kecil dalam contoh
50 yang dipanasi pada suhu 120°C. Penurunan bilangan iod dalam contoh
tersebut hampir sama dengan pemanasan pada suhu 160°-200°C. Kenaikan nilai indeks bias setara dengan pertambahan jumlah senyawa polimer yang
dihasilkan akibat pemanasan lemak atau oksidasi lemak. Kenaikan nilai kekentalan dan indeks bias paling besar pada suhu 200°C, karena pada suhu
tersebut jumlah senyawa polimer yang terbentuk relative cukup besar
Ketaren, 2012. 4.
Frekuensi Penggunaan Minyak Goreng
Ulangan penggorengan setiap periode bervariasi tergantung pada jumlah bahan makanan yang digoreng. Pengulangan penggorengan pada pedagang
dapat mencapai 10-20 kali dalam satu periode penggorengan. Minyak goreng yang masih tersisa, digunakan kembali pada hari berikutnya yang
ditambahkan dengan minyak segar Aminah, 2010.
Adanya pengaruh frekuensi menggoreng makanan dengan minyak goreng kedelai terhadap kenaikan angka peroksida dan angka asam lemak
bebas. Perlakuan frekuensi menggoreng mulai dari frekuensi pertama hingga ke sepuluh semakin meningkat angka peroksidanya dan melewati batas
maksimum angka peroksida Gunawan, 2003. Pada sebuah penelitian bilangan peroksida terhadap pengulangan
penggorengan menggunakan minyak goreng bekas makanan jajanan hewani dan nabati, didapatkan hasil positif peningkatan bilangan peroksida untuk
minyak goreng bekas makanan jajanan hewani dengan rata-rata nilai dari
51 empat sampel yaitu 140,62 mek O2kg pada satu kali penggunaan dan
141,626 mek O2kg pada dua kali penggunaan. Sedangkan pada minyak goreng bekas makanan jajanan nabati didapatkan pula peningkatan bilangan
peroksida dari delapan pedagang dengan rata-rata nilai 46,352 mek O2kg pada lima kali penggunaan dan 53,908 mek O2kg pada sepuluh kali
penggunaan Ayu dan Hamzah, 2010. 5.
Lama Pemanasan Minyak Goreng
Kadar bilangan peroksida awal kontrol masih rendah karena proses oksidasi terhadap lemak terutama lemak tak jenuh masih minimal hanya
dipengaruhi oleh udara dan cahaya matahari. Pemanasan pada menit ketujuh dengan suhu 140 °C. Setelah pemanasan menit ke-15 reaksi oksidasi mulai
berlangsung atau dapat dikatakan merupakan proses permulaan reaksi atau inisiasi yaitu pembentukan radikal bebas. Setelah pemanasan menit-menit
selanjutnya hasil penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan rerata bilangan peroksida. Di sini asam lemak tak jenuh pada minyak goreng yang
mempunyai hidrogen yang labil pada atom karbon berdekatan dengan ikatan rangkap sehingga terbentuk radikal bebas yang terpisah dari hydrogen yang
labil. Dengan adanya radikal bebas tersebut maka proses oksidasi akan semakin peka untuk membentuk peroksida radikal bebas yang tak stabil
Oktaviani, 2009. Radikal bebas sendiri berperan sebagai inisiator dan promotor
katalisator yang kuat pada reaksi oksidasi lebih lanjut sehingga pemecahan
52 oksidatif lemak minyak goreng menjadi terus menerus berlangsung.
Akibatnya akan terjadi kerusakan yang semakin parah pada minyak tersebut, terbentuk
polimer-polimer benda-benda
keton dan
aldehid dan
mengakibatkan bau tengik. Jadi, bila minyak goreng dilakukan pemanasan yang lebih lama maka akan dapat mengakibatkan peningkatan kadar bilangan
peroksida semakin meningkat walaupun dalam minyak goreng terdapat antioksidan tokoferol ternyata belum mampu mencegah secara total
terjadinya proses oksidasi. Saat pemanasan menit ke-40 dan ke-45, hasil penelitian
menunjukkan bahwa
minyak goreng
mulai mengalami
dekomposisi, menghasilkan asap yang berbau karateristik menusuk pada suhu
minyak goreng yang mencapai 200°C Oktaviani, 2009.
Terbentuknya peroksida pada minyak goreng apabila digunakan lebih dari empat kali pemanasan yang mengalami oksidasi reaksi dengan udara.
Pemanasan minyak terputus dipanaskan-didinginkan-dipanaskan selama beberapa hari yang menyebabkan destruksi makin cepat dan mengalami
dekomposisi, bila kemudian didinginkan pada malam hari akan menyebabkan dekomposisi pada saat minyak dipanaskan kembali Sartika, 2009.
N. Oksidasi