Dampak Bilangan Peroksida yang Tinggi terhadap Kesehatan Oksidasi

45 Secara umum, reaksi pembentukan peroksida dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.4 Reaksi Pembentukan Peroksida

L. Dampak Bilangan Peroksida yang Tinggi terhadap Kesehatan

Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat meningkatkan oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida terbentuk akibat pemanasan yang mengakibatkan kerusakan pada minyak atau lemak. Pada minyak goreng, angka peroksida menunjukkan kete ngikan minyak goreng akibat proses oksidasi serta hidrolisis. erusakan lemak atau minyak akibat pemanasan pada suhu tinggi 200-2 0 ฀ C akan mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam penyakit misalnya diare, pengendapan lemak dalam pembuluh darah artero sclerosis, kanker, dan menurunkan nilai cerna lemak Ketaren, 2012. Bergabungnya peroksida dalam sistem peredaran darah, mengakibatkan kebutuhan vitamin E yang lebih besar. Berdasarkan percobaan terhadap ayam, kekurangan vitamin E dalam lemak mengakibatkan timbulnya gejala 46 encephalomalacia dan jika hidroperoksida diinjeksikan ke dalam aliran darah menimbulkan gejala celebellar. Peroksida akan membentuk persenyawaan lipoperoksida secara nonenzimatis dalam otot usus dan mitochondria, lipoperoksida dalam aliran darah mengakibatkan denaturasi lipoprotein yang mempunyai kerapatan rendah. Lipoprotein dalam keadaan normal mempunyai fungsi aktif sebagai alat transportasi trigeliserida; dan jika lipoprotein mengalami denaturasi, akan mengakibatkan deposisi lemak dalam pembuluh darah aorta sehingga menimbulkan gejala atherosclerosis Ketaren, 2012.

M. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Bilangan Peroksida Minyak Goreng

1. Oksigen

Oksigen atau zat asam adalah suatu gas yang sangat penting dalam kehidupan kita, terutama bagi pernapasan. Pernapasan atau respirasi berarti mengambil atau menghirup oksigen dan membuang sisa pembakaran, yakni karbon dioksida dan air. Oksigen disebut juga zat pembakar karena oksigen berguna dalam pembakaran bahan makanan dan menghasilkan panas kalori. Sebagian panas kalori berguna untuk memelihara suhu tubuh dan sebagian lagi diubah menjadi tenaga untuk bekerja. Sebagian besar mikroorganisme atau jasad renik memerlukan oksigen untuk proses penguraian bahan makanan. Oksigen merupakan zat yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, dan bersifat netral. Oksigen tidak dapat terbakar, tetapi memungkinkan mempunyai daya gabung besar terhadap hampir semua unsur lain. Zat ini tidak beracun, tetapi dapat mendatangkan maut jika dihirup banyak-banyak dalam keadaan tidak diencerkan Sumardjo, 2008. 47 Oksigen adalah suatu diradikal yang stabil dan karena itu merupakan pereaksi agent radikal bebas yang selektif. Senyawa yang mengandung ikatan rangkap, hydrogen alilik, benzilik atau tersier, rentan susceptible terhadap oksidasi oleh udara juga disebut autoksidasi. Senyawa dengan hanya hidrogen primer atau sekunder tidak serentan itu. Lemak dan minyak nabati seringkali mengandung ikatan rangkap. Autoksidasi suatu lemak menghasilkan campuran produk yang mencakup asam karboksilat berbobot molekul rendah dan berbau. Misalnya, mentega tengik mengandung asam butanoat yang berbau tengik itu Fessenden dan Fessenden, 1986. 2. Cahaya Secara garis besar sumber cahaya dapat dibagi menjadi dua macam yaitu: a. Cahaya alam Natural lighting Cahaya alam merupakan cahaya matahari yang merupakan sumber cahaya utama dan dominan. Cahaya matahari meliputi waktu di siang hari, musim, cuaca berawan atau tidak b. Cahaya artifisial cahaya buatan Cahaya buatan meliputi cahaya listrik cahaya fluoresen, cahaya gas, lampu, minyak, dan lilin. Cahaya buatan ini sebagai sarana pelengkap untuk penerangan ruangan dan sebagaian Gabriel, 1996. Cahaya alam diatas seperti cahaya matahari juga dapat mempengaruhi senyawa pada minyak goreng yang digunakan untuk memasak. Ketengikan pada minyak goreng ditimbulkan oleh cahaya yang merupakan oksidator. 48 Proses oksidasi dipercepat oleh adanya kombinasi dari oksigen dan cahaya. Misalnya pada lemak yang disimpan tanpa udara O 2 , tetapi dikenai cahaya sehingga menjadi tengik. Hal ini karena dekomposisi peroksida secara alamiah telah terdapat dalam lemak atau minyak. Cahaya berpengaruh sebagai akselerator pada oksidasi konstituen tidak jenuh dalam lemak. Radiasi ionisasi juga merupakan salah satu akselerator, sedangkan sinar ultra violet dan sinar- sinar gelombang pendek berfungsi sebagai fotolisis persenyawaan aldehida, sehingga menghasilkan radikal bebas. Konstituen tidak jenuh dan jenuh serta molekul trigliserida yang terkena cahaya ultra violet dalam jangka waktu yang lama, akan menghasilkan aldehida dalam jumlah yang kecil dan metil keton yang berbau tidak enak. Persenyawaan keton dengan asam-asam dengan berat molekul rendah lebih cepat terbentuk dari senyawa tidak jenuh, terutama lemak yang mengandung ikatan tidak jenuh C 12 atau lebih rendah, misalnya asam palmitat. Gugus hidroksil bebas pada molekul mono dan digliserida akan teroksidasi sehingga menghasilkan gugus aldehida jika gliserida tersebut terkena irradiasi sinar ultra violet yang disertai dengan oksigen Ketaren, 2012.

3. Suhu Tinggi

Suhu merupakan suatu sifat yang sukar didefinisikan, meskipun secara naluri dapat dirasakan. Untuk mengatakan bahwa suhu adalah derajat “panas” dari suatu benda tidaklah tepat. Bila terdapat dua benda yang memiliki suhu berbeda disinggungkan, makanya benda yang awalnya bersuhu tinggi akan turun dan sebaliknya yang bersuhu rendah akan naik. Sehingga kedua benda 49 tersebut mempunya derajat “panas” yang sama dengan kata lain suhu yang sama. Suhu dapat diukur karena dapat memberikan pengaruh pada sifat yang dapat diukur lainnya. Termometer adalah alat yang digunakan sebagai mengukur suhu, yang didasarkan atas panjang kolom cairan dalam tabung kapiler tipis di dalam gelas kaca. Perubahan suhu membuat panjang kolom cairan berubah. Kenaikan panjang kolom cairan mengikuti kenaikan suhu. Titik suhu tertentu dan derajat perubahan suhu dapat menentukan skala suhu. Titik tetap yang umum dipakai adalah suhu dimana es meleleh titik es dan suhu dimana air mendidih titik uap, keduanya pada tekanan atmosfer normal Petrucci, 1985. Pada saat penggorengan makanan dapat terjadi perubahan-perubahan fisika-kimiawi pada makanan yang digoreng dan juga minyak gorengnya. Apabila suhu penggorengannya lebih tinggi dari suhu normal 168-196°C akan menyebabkan degradasi minyak goreng dengan cepat antara lain titik asap menurun. Titik asap adalah saat terbentuknya akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan Devi, 2010. Pengaruh suhu terhadap kerusakan minyak telah diselediki dengan menggunakan contoh minyak jagung yang dipanaskan selama 24 jam pada suhu 120°, 160°, dan 200°C. Minyak dialiri udara pada 150 mlmenitkilo. Minyak yang dipanaskan pada suhu 160° dan 200°C, menghasilkan bilangan peroksida lebih rendah dibandingkan dengan pemanasan pada suhu 120°C. Hal ini merupakan suatu indikasi bahwa persenyawaan peroksida bersifat tidak stabil terhadap panas. Bilangan iod berpengaruh kecil dalam contoh 50 yang dipanasi pada suhu 120°C. Penurunan bilangan iod dalam contoh tersebut hampir sama dengan pemanasan pada suhu 160°-200°C. Kenaikan nilai indeks bias setara dengan pertambahan jumlah senyawa polimer yang dihasilkan akibat pemanasan lemak atau oksidasi lemak. Kenaikan nilai kekentalan dan indeks bias paling besar pada suhu 200°C, karena pada suhu tersebut jumlah senyawa polimer yang terbentuk relative cukup besar Ketaren, 2012. 4. Frekuensi Penggunaan Minyak Goreng Ulangan penggorengan setiap periode bervariasi tergantung pada jumlah bahan makanan yang digoreng. Pengulangan penggorengan pada pedagang dapat mencapai 10-20 kali dalam satu periode penggorengan. Minyak goreng yang masih tersisa, digunakan kembali pada hari berikutnya yang ditambahkan dengan minyak segar Aminah, 2010. Adanya pengaruh frekuensi menggoreng makanan dengan minyak goreng kedelai terhadap kenaikan angka peroksida dan angka asam lemak bebas. Perlakuan frekuensi menggoreng mulai dari frekuensi pertama hingga ke sepuluh semakin meningkat angka peroksidanya dan melewati batas maksimum angka peroksida Gunawan, 2003. Pada sebuah penelitian bilangan peroksida terhadap pengulangan penggorengan menggunakan minyak goreng bekas makanan jajanan hewani dan nabati, didapatkan hasil positif peningkatan bilangan peroksida untuk minyak goreng bekas makanan jajanan hewani dengan rata-rata nilai dari 51 empat sampel yaitu 140,62 mek O2kg pada satu kali penggunaan dan 141,626 mek O2kg pada dua kali penggunaan. Sedangkan pada minyak goreng bekas makanan jajanan nabati didapatkan pula peningkatan bilangan peroksida dari delapan pedagang dengan rata-rata nilai 46,352 mek O2kg pada lima kali penggunaan dan 53,908 mek O2kg pada sepuluh kali penggunaan Ayu dan Hamzah, 2010. 5. Lama Pemanasan Minyak Goreng Kadar bilangan peroksida awal kontrol masih rendah karena proses oksidasi terhadap lemak terutama lemak tak jenuh masih minimal hanya dipengaruhi oleh udara dan cahaya matahari. Pemanasan pada menit ketujuh dengan suhu 140 °C. Setelah pemanasan menit ke-15 reaksi oksidasi mulai berlangsung atau dapat dikatakan merupakan proses permulaan reaksi atau inisiasi yaitu pembentukan radikal bebas. Setelah pemanasan menit-menit selanjutnya hasil penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan rerata bilangan peroksida. Di sini asam lemak tak jenuh pada minyak goreng yang mempunyai hidrogen yang labil pada atom karbon berdekatan dengan ikatan rangkap sehingga terbentuk radikal bebas yang terpisah dari hydrogen yang labil. Dengan adanya radikal bebas tersebut maka proses oksidasi akan semakin peka untuk membentuk peroksida radikal bebas yang tak stabil Oktaviani, 2009. Radikal bebas sendiri berperan sebagai inisiator dan promotor katalisator yang kuat pada reaksi oksidasi lebih lanjut sehingga pemecahan 52 oksidatif lemak minyak goreng menjadi terus menerus berlangsung. Akibatnya akan terjadi kerusakan yang semakin parah pada minyak tersebut, terbentuk polimer-polimer benda-benda keton dan aldehid dan mengakibatkan bau tengik. Jadi, bila minyak goreng dilakukan pemanasan yang lebih lama maka akan dapat mengakibatkan peningkatan kadar bilangan peroksida semakin meningkat walaupun dalam minyak goreng terdapat antioksidan tokoferol ternyata belum mampu mencegah secara total terjadinya proses oksidasi. Saat pemanasan menit ke-40 dan ke-45, hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak goreng mulai mengalami dekomposisi, menghasilkan asap yang berbau karateristik menusuk pada suhu minyak goreng yang mencapai 200°C Oktaviani, 2009. Terbentuknya peroksida pada minyak goreng apabila digunakan lebih dari empat kali pemanasan yang mengalami oksidasi reaksi dengan udara. Pemanasan minyak terputus dipanaskan-didinginkan-dipanaskan selama beberapa hari yang menyebabkan destruksi makin cepat dan mengalami dekomposisi, bila kemudian didinginkan pada malam hari akan menyebabkan dekomposisi pada saat minyak dipanaskan kembali Sartika, 2009.

N. Oksidasi

Oksidasi adalah kehilangan satu atau lebih elektron yang dialami oleh suatu atom, molekul atau ion. Tidak ada elektron bebas dalam sistem kimiawi yang biasa, dan kehilangan elektron yang dialami oleh suatu spesies kimiawi selalui disertai oleh perolehan elektron pada bagian yang lainnya Day dan Underwood, 1998. 53 Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya ialah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. Rancidity terbentuk oleh aldehida bukan oleh peroksida. Jadi kenaikan peroxide value PV hanya indikator dan peringatan bahwa minyak sebentar lagi akan berbau tengik. Oksidasi yang lebih lanjut dapat menghasilkan keton, karena reaksi ini disertai hidrolisa. Peristiwa ini dikenal sebagai ketonic rancidity Ketaren, 2012. Kerusakan minyak selama proses menggoreng akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerasi akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Kerusakan pada minyak karena pemanasan dengan suhu tinggi, disebabkan oleh proses oksidasi dan polimerasi. Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton, hidrokarbon, alkohol, lakton, serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir. Kerusakan minyak karena proses oksidasi terdiri dari enam tahap, yaitu: a. Pada permulaan terbentuk volatile decomposition product VDP yang dihasilkan dari pemecahan rantai karbon asam lemak b. Proses oksidasi disusul dengan proses hidrolisa trigleserida karena adanya air. Hal ini terbukti dari kenaikan jumlah asam lemak bebas dalam minyak 54 c. Oksidasi asam-asam lemak berantai panjang d. Degradasi ester oleh panas e. Oksidasi asam lemak yang terikat pada posisi α dalam trigliserida f. Autooksidasi keton dan aldehida menjadi asam karboksilat Ketaren, 2012.

O. Kerangka Teori