Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Minyak Goreng Ketengikan pada Minyak Goreng

36 cara penyaringan. Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis atau keras, tergantung pada derajat kejenuhannya. Reaksi pada proses hidrogenasi terjadi pada permukaan katalis yang mengakibatkan reaksi antara molekul-molekul minyak dengan gas hidrogen. Hidrogen akan diikat oleh asam lemak yang tidak jenuh, yaitu pada ikatan rangkap, membentuk radikal kompleks antara hidrogen, nikel, dan asam lemak tak jenuh, setelah terjadi penguraian nikel dan radikal asam lemak, akan dihasilkan suatu tingkat kejenuhan yang lebih tinggi. Radikal asam lemak dapat terus bereaksi dengan hydrogen, membentuk asam lemak yang jenuh. d. Esterifikasi Proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester, reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi kimia yang disebut interesterifikasi atau pertukaran ester yang didasarkan atas prinsip transesterifikasi friedel-craft. Dengan menggunakan prinsip reaksi ini, hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak seperti asam butirat dan asam kaproat yang menyebabkan bau tidak enak dapat ditukar dengan rantai panjang yang bersifat tidak menguap Ketaren, 2012.

G. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Minyak Goreng

Parameter uji kualitas minyak goreng dapat dilihat dari perubahan sudut polarisasi cahaya. Semakin sering memanaskan minyak goreng maka semakin besar sudut polarisasinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa minyak goreng yang mempunyai kualitas yang paling baik adalah minyak goreng dengan sudut 37 polarisasi yang paling kecil. Ini berlaku sama antara minyak goreng dari kelapa maupun minyak goreng kelapa sawit Nuraniza, 2013. Dengan suhu 180°C, makanan yang digoreng akan berwarna cokelat merata, kurang dari itu, minyak akan diserap banyak oleh makanan sehingga rasa dan penampilannya menjadi berubah. Ketika minyak digunakan kembali untuk menggoreng, minyak mulai terdegradasi dengan cara memecahkan ikatan trigliserida. Dari pepecahan itu terbentuk gliserol dan asam lemak bebas yang menyebabkan minyak berbau tengik dan warnanya berubah menjadi kecokelatan hingga hitam Ide, 2007.

H. Ketengikan pada Minyak Goreng

Ada tida penyebab ketengikan pada minyak yaitu ketengikan oleh oksidasi oxidative rancidity, ketengikan oleh enzim enzymatic rancidity, dan ketengikan oleh proses hidrolisa hidrolitic rancidity. Berbagai jenis minyak akan mengalami perubahan flavor dan bau sebelum terjadi proses ketengikan. Hal ini dikenal sebagai reversion. Beberapa penyelidik berpendapat bahwa hal ini khas pada minyak atau lemak. Reversion terutama dijumpai dalam lemak di pasar dan pada pemanggangan atau penggorengan dengan menggunakan temperatur yang terlalu tinggi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan dari reversion ini adalah suhu, cahaya atau penyinaran, tersedianya oksigen, dan adanya logam-logam yang bersifat sebagai katalisator pada proses oksidasi. Jika suhu penyimpanan minyak dinaikkan, maka waktu untuk menghasilkan flavor reversion akan lebih singkat. Ketengikan berbeda dengan reversion; beberapa minyak mudah terpengaruh untuk menjadi tengik tapi akan mempunyai daya 38 tahan terhadap peristiwa reversion, misalnya pada minyak jagung. Perubahan flavor yang terjadi selama reversion, berbeda untuk setiap jenis minyak, sedangkan minyak yang telah menjadi tengik, akan menghaislkan flavor yang sama untuk semua jenis minyak. Bilangan peroksida yang sangat tinggi dapat menjadi indikasi ketengikan minyak, tetapi bilangan peroksida ini tidak mempunyai hubungan dengan peristiwa reversion Ketraren, 2012. Bila minyak bersentuhan dengan udara untuk jangka waktu lama akan terjadi perubahan yang dinamakan proses ketengikan rancidity. Oksigen akan terikat pada ikatan rangkap dan membentuk peroksida aktif. Senyawa ini sangat reaktif dan membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek berupa asam-asam lemak, aldehida-aldehida, dan keton yang bersifat volatilemudah menguap, menimbulkan bau tengik pada minyak dan potensial bersifat toksik. Reaksi ini bisa terjadi perlahan pada suhu menggoreng normal dan dipercepat oleh adanya sedikit besi dan tembaga yang biasa ada di dalam makanan. Minyak yang digunakan untuk menggoreng pada suhu tinggi atau dipakai berulang kali akan menjadi hitam dan produk oksidasi akan menumpuk. Asam lemak akan pecah dan terbentuk akrolein dari gliserol. Akrolein mengeluarkan asap tajam yang merangsang tenggorokan. Hidrogenasi minyak menurunkan kecenderungannya untuk teroksidasi, dengan demikian meningkatkan stabilitasnya Almatsier, 2001. Kerusakan pada minyak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam 39 lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co, dan Mn, logam porfirin seperti hematin, hemoglobin, myoglobin, klorofil, dan enzim-enzim lipoksidase. Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida. Sebuah atom hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang letaknya di sebelah atom karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu kuantum energi sehingga membentuk radikal bebas. Kemudian radikal ini dengan O 2 membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa- senyawa dengan rantai C lebih pendek ini adalah asam-asam lemak, aldehida- aldehida, dan keton yang bersifat volatile dan menimbulkan bau tengik pada minyak Winarno, 2004.

I. Minyak Jelantah

Minyak jelantah adalah minyak yang dihasilkan dari sisa penggorengan, baik dari minyak kelapa maupun minyak sawit. Minyak jelantah dapat menyebabkan minyak berasap atau berbusa pada saat penggorengan, meninggalkan warna cokelat, serta flavor yang tidak disukai dari makanan yang digoreng Hambali dkk, 2007. Tidak jarang pedagang kaki lima menggunakan kembali minyak 40 jelantah untuk menggoreng. Ketika minyak jelantah kembali dipakai untuk menggoreng, minyak jelantah akan diserap secara berlebihan dapat mencapai 50 dari berat makanan ke dalam makanan yang digoreng. Selain berminyak, pada makanan juga terdapat kerak-kerak hitam yang menempel di permukaannya. Di situlah terdapat radikal bebas yang paling banyak Ide, 2007. Kandungan minyak jelantah menurun dari minyak goreng baru. Minyak jelantah mengeluarkan kandungan polimer yang dapat terserap dalam makanan berupa asam lemak trans. Dalam minyak jelantah juga terdapat zat radikal bebas, seperti peroksida dan epioksida yang mutagen dan karsinogen berpotensi menyebabkan kanker sehingga berisiko terhadap kesehatan manusia. Misalnya, gangguan peroksida pada minyak jelantah mengakibatkan pemanasan suhu tinggi hingga mengganggu kesehatan, terutama yang berhubungan dengan metabolisme kolesterol Mianoki dkk, 2014.

J. Syarat Mutu Minyak Goreng