12 radiasi nuklir, racun pada tembakau. Selain itu pula zat karsinogenik bisa
ditemukan pada makanan yang mengalami pengolahan kurang tepat misalnya: pemanasan dengan suhu terlampau tinggi dan lama menimbulkan zat trans-fatty
acid, cara penggorengan yang berlebihan, serta penggunaan minyak goreng berulangkali menimbulkan radikal bebas seperti: peroksida, epioksida, dan
sebagainya. Makanan yang disebutkan terakhir umumnya bisa diperoleh pada jenis goreng-gorengan Tapan, 2005.
B. Minyak Goreng
Minyak adalah zat cair atau yang mudah dicairkan pada pemanasan, larut dalam eter, tetapi tidak larut dalam air, biasanya dapat dibakar; zat demikian,
bergantung pada asalnya, dikelompokkan sebagai minyak nabati, minyak hewani, atau mineral, dan bergantung pada sifatnya ketika pemanasan dapat
dikelompokkan sebagai asiri atau tetap Pudjaatmaka, 2002. Minyak goreng adalah bahan pangan dengan komposisi utamanya trigliserida yang berasal dari
bahan nabati kecuali kelapa sawit, dengan atau tanpa perubahan kimiawi, termasuk hidrogenasi, pendinginan, dan telah melalui proses rafinasi atau
pemurnian yang digunakan untuk menggoreng Badan Standardisasi Nasional, 2013.
Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas, serta penambah rasa gurih dan penambah nilai kalori pada bahan pangan yang digoreng. Minyak
goreng dapat diproduksi dari berbagai macam bahan mentah, seperti kelapa, kopra, kelapa sawit, kacang kedelai, biji jagung, biji bunga matahari, biji zaitun,
dan lain-lain. Minyak goreng yang mengandung asam lemak esensial atau asam
13 lemak tak jenuh jamak, bila digunakan untuk menggoreng dengan suhu 150-
180°C, maka asam lemak esensial atau asam lemak tidak jenuh akan mengalami kerusakan teroksidasi oleh udara dan suhu tinggi. Demikian pula beta karoten
pro-vitamin A yang terkandung dalam minyak goreng tersebut akan mengalami kerusakan Muchtadi, 2009.
Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng ditentukan oleh
titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Hidrasi gliserol
akan membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolein tersebut. Makin tinggi titik asap, makin baik mutu minyak goreng itu. Titik asap suatu minyak goreng
tergantung dari kadar gliserol bebas. Lemak yang telah digunakan untuk meggoreng titik asapnya akan turun, karena telah terjadi hidrolisis molekul lemak.
Karena itu untuk menekan terjadinya hidrolisis, pemanasan minyak sebaiknya dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi dari seharusnya. Pada umumnya
suhu penggorengan adalah 177-221°C Winarno, 2004. Minyak goreng nabati yaitu minyak goreng yang berasal dari tumbuhan
yang biasanya dibuat dari minyak kelapa sawit, bunga matahari, kedelai ataupun jagung, tidak mengandung kolesterol, karena secara alam tanam-tanaman tidak
memproduksi kolesterol. Sedangkan minyak goreng yang berasal dari hewan, seperti lemak kambing atau lemak sapi yang dikenal dengan sebutan minyak
samin mengandung kolesterol. Dilihat dari segi gizinya, kandungan minyak
goreng memang mengandung vitamin A, D, dan E, selain itu juga zat yang
14 dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan sel-sel serta pertahanan tubuh,
sehingga minyak goreng itu disebut sehat. Proses penggunaan minyak goreng
dalam memasak dapat membuat ikatan kimia yang ada pada minyak berubah. Penggunaan minyak goreng sebagai bahan penghantar panas untuk membantu
memasak makanan mengubah kandungan dalam minyak goreng. Pemanasan minyak goreng dengan suhu yang sangat tinggi akan merusak ataupun
menghilangkan kandungan vitamin-vitamin yang ada pada minyak tersebut dan terbentuknya asam lemak yang justru tidak menyehatkan Graha, 2010.
C. Sumber Minyak