buku teori dan praktis penelusuran Informasi bahwa kebutuhan setiap individunya pun bervariasi sehingga menyebabkan kebutuhan antara
oarang satu dengan oarang lainnya berbeda-beda juga.
5
Pakar lainnya menjelaskan kebutuhan informasi sebagai suatu keadaan yang terjadi
dalam struktur kognisi seseorang yang dirasakan ada kekosongan informasi atau pengetahuan sebagai akibat tugas atau sekedar ingin
tahu.
6
Sehingga berdasarkan beberapa teori di atas penenliti menyimpulkan bahwa struktur kognisi yang kosong memunculkan perasaan akan
kebutuhan yang diinginkan dan diperlukan, sehingga mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu agar kekosongan yang diinginkan
dan diperlukan dapat terpenuhi dengan baik seperti dalam pekerjaan, pendidikan. Terjadinya kebutuhan informasi merupakan gabungan
karakteristik personal dengan psikologi yang tidak mudah untuk diungkapkan dan seringkali keberadaaanya samar-samar dan
tersebunyi di dalam alam bawah dasar kita.
a. Aspek dalam Kebutuhan Informasi
Untuk memenuhi kebutuhan informasi terdapat beberapa aspek
yang dapat kita jadikan untuk mengetahui kebutuhan informasi yang dibutuhkan sesorang. Kebutuhan informasi manusia terbagi
dalam tiga aspek, yaitu kebutuhan terkait dengan lingkunganya seseorang
person’s environment, peran sosial yang disandang
5
Pawit M Yusuf, Pendoman Praktis Mencari Informasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995, h. 3.
6
Pawit M Yusuf dan Priyo Subekti, Teori dan Praktik Penelusuran Informasi: Informasi Retrival
. Jakarta: Kecana, 2010, h. 68.
social roles, dan personal.
7
Selain tiga aspek tersebut, ada juga pengguna terhadap informasi, menurut Guha dalam artikel
hubungan antara program musik breakout di NET TV dengan pemenuhan kebutuhan informasi:
1 Pendekatan Kebutuhan Informasi Muktakhir Current Need
Approach , yaitu pendekatan kepada kebutuhan pengguna
informasi yang sifatnya mutakhir. Pengguna berinteraksi dengan sistem informasi dengan cara yang sangat umum
untuk meningkatkan pengetahuannya. Jenis pendekatan ini perlu ada interaksi yang sifatnya konstan anatar pengguna
dan sistem informasi. 2
Pendekatan Kebutuhan Informasi Rutin Eveyday Need Appoach, yaitu pendekatan terhadap kebutuhan pengguna
yang sifatnya spesifik dan cepat. Dimana pendekatan kebutuhan ini menuntut adanya jawaban yang tepat dari
pengolah informasi dalam memenuhi kebutuhan pengguna informasi.
3 Pendekatan Kebutuhan Informasi Mendalam Exhaust Need
Approach, yaitu
kebutuhan informasi
mendalam mengisyaratkan adanya suatu ketergantungan yang sangat
tinggi dari pengguna terhadap informasi yang dibutuhkan. Kebutuhan ini membuat pengguna membutuhkan informasi
yang akurat spesifik dan lengkap.
7
Retty Diana Lestari, “Kebutuhan Informasi Penyandang Cacat Tunanetra di SMPLB YPAB Surabaya,” Surabaya: Departemen Informasi dan Perpustakaan Universitas Airlangga,
2012, h. 6.
4 Pendekatan Kebutuhan Informasi Sekilas Catching-up Need
Approach, yaitu pendektan kebutuhan informasi yang bersifat sekilas tetapi memberikan gambaran lengkap tentang
suatu topik. Pendekatan kebutuhan ini membuat pengguna informasi juga membutuhkan informasi ringkas dan singkat
namun jelas informasinya dan sesuai dengan kebutuhan informasi yang dibutuhkan oleh pengguna.
8
Sedangkan menurut Sulistyo-Basuki dalam jurnal informasi dan kearsipan bahwa kebutuhan informasi dapat ditentukan oleh:
1 Kisaran informasi yang tersedia
2 Penggunaan informasi yang akan digunakan
3 Sistem sosial, ekonomi dan politik tempat pemakai berada dan
4 Konsekuensi penggunaan informasi.
9
8
Devi da n Nova Yuliati, “Hubungan antara Program Musik Breakout di NET TV dengan
Pemenuhan Kebutuhan Informasi Tentang Musik”, Bandung: Universitas Islam Bandung, 2015, h. 235.
9
Riyan Sanjaya dan Ardoni, “Perilaku Mahasiswa Jurusan.” h. 447.
B. Tunanetra
1. Pengertian
Pengertian tunanetra dilihat dari segi etimologi bahasa: “tuna” = “rugi”, “netra” = “mata” atau cacat mata.
10
Menurut WHOThe World Health Organization
dalam Encyclopedia of Global Health Blindness menguraikan “The World Health Organization WHO defines
blindness as the inability to read the largest letter on a vision chart at a distance of 10 feet”. Artinya WHO mendefinisi kebutaan sebagai
ketidakmampuan untuk membaca surat dalam grafik penglihatan pada jarak sepuluh kaki.
11
Dari penjelasan pertama membicarakan tunanetra secara umum, sedangkan menurut WHO menjelaskan bahwa definisi
tunanetra adalah seseorang yang tidak mampu membaca dengan jarak yang telah disepakati bersama. Pakar lainnya menjelaskan pengertian
tunanetra tidak saja mereka yang tidak bisamelihat, tetapi mencakup juga mereka yang mampu melihat tetapi terbatas sekali dan kurang
dapat dimanfaatakan untuk kepentingan hidup sehari-hari terutama dalam belajar. Jadi, anak-anak dengan kondisi penglihatan yang
termasuk “setengah melihat”, “low vision”, atau rabun adalah bagaian dari kelompok anak tunanetra. Tunanetra adalah seseorang yang
memiliki hambatan dalam penglihatan dapat dikalsifikasikan ke dalam dua golongan, yaitu: buta total blind dan low vision.
12
10
Soekini Pradopo, dkk, Pendidikan Anak-Anak Tunanetra, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977, h. 12.
11
Yawei Zhang, Encyclopedia of Global Health Blindness, Thousand Oaks, Sage Publications, 2008, h.3.
12
Dewi Pandji, Sudahkah Kita Ramah: Anak Special Needs, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2013, h. 4.
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan pengertian tunanetra yaitu masyarakat yang terdiri dari anak-anak atau
bahkan orang dewasa yang tidak dapat melihat, atau mengalami hambatan dalam penglihatananya setengah melihat termaksud
kedalamtunanetra. Kedua pengertian diatas juga sejalan dalam menentukan karakteristik tunanetra, penjelasan itu di sampaikan dalam
pengertian tunanetra, dimana tunanetra terdapat dua golongan yang dimaksud dengan tunanetra, yakni buta total blind dan setengah
melihat low vision.
2. Klasifikasi Tunanetra
Menurut aspek pendidikan tunanetra diklasifikasikan kedalam tiga katagori, yaitu:
a. Blind buta: seseorang yang belajar menggunakan materi perabaan
dan pendengaran. b.
Low vision kurang lihat: seseorang yang dalam belajarnya masih dapat menggunakan penglihatanya dengan adaptasi tertentu.
c. Limited vision: seseorang yang mengalami gangguan penglihatan
dalam belajar pada situasi yang normal.
13
Menurut WHO karateristik seseorang dikatakan buta jika ketajaman penglihatanya 360, sedan
gkang jika 618 sampai ≥360, pandang 20º.
14
Sedangkan menurut Somantri dalam jurnal resiliensi remaja
13
Herlina, dkk, “Profil Kebutuhan Psikologi Mahasiswa Tunanetra Di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia
,” Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2008, h. 16.
14
Herlina, dkk, “Profil Kebutuhan Psikologi,” h. 16-17.
penyadang tunanetra menjelaskan bahwa tunanetra dikelompokan menjadi dua macam yaitu:
a. Buta, jika sama sekali tidak mampu menerima rangsang cahaya
dari luar visusnya nol b.
Low Vision, masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi ketajamanya lebih dari 620, atau hanya mampu membaca
headline pada surat kabar.
15
Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa untuk dapat dikalsifikasikan
tunanetra seseorang
harus mengukur
kemampuanmelihatnya dengan peraturan yang sudah berlaku, seperti yang WHO dan Somantri jelaskan. Pada umunya hasil pengukuran
tersebut menghasilkan dua katagori, yakni blind dan low vision. Kedua katagori tunanetra memiliki tanda-tanda tertentu yang dapat
dipahami, berikut merupakan penjelasan mengenai kedua golongan tersebut. Adapun ciri-ciri atau tanda-tanda tunanetra low vision,
diantaranya: a.
Mata tampak merah. b.
Bola mata tampak keruh putih-putih ditengah, dan kadang-kadang seperti mata kucing bersinar.
c. Bola mata bergerak sangat cepat.
a. Penglihatan hanya mampu merespon terhadap cahaya, benda
ukuran besar dengan warna mencolok. b.
Memicingkan mata pada saat terkena sinar matahari.
15
Mansa ,“Resiliensi Remaja Penyandang Tunanetra Pada SLB A Ruhui Rahayu