3. Pemeriksaan dan Pengucapan Putusan Kepailitan Terbuka untuk Umum
Undang-Undang Kepailtan secara jelas dan tegas telah menjamin Transparansi Publik yaitu dengan menyatakan bahwa pemeriksaan dan pengucapan
putusan pengadilan terbuka untuk umum. Berdasarkan Pasal 8 ayat 7 UUK dan PKPU menyatakan secara jelas bahwa,
Putusan atas permohonan pernyataan pailit sebagaimana dimaksud pada ayat 6 UUK dan PKPU yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang
mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat dilaksanakan terlebih dahulu, meskipun terhadap putusan tersebut
diajukan upaya hukum.
Terhadap asas keterbukaan atau transparansi tersebut, sebenarnya untuk beracara di pengadilan memang memakai asas keterbukaan atau transparansi kecuali
ditentukan lain dengan undang-undang dan hukum acara perdata yang berlaku yaitu Herzeine Inlandsch Reglement
selanjutnya disebut HIR yang juga diterapkan terhadap Pengadilan Niaga, maka ketentuan HIR tersebut yang menentukan bahwa
pemeriksaan dan pengucapan putusan pengadilan adalah terbuka untuk umum.
180
Berdasarkan Pasal 8 ayat 7 UUK dan PKPU tersebut bahwa, “ putusan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum”, maka dapat dikatakan bahwa hal
tersebut bersifat transparansi dalam Kepailitan, di mana dalam sidang tersebut diharapkan semua pihak yang terlibat dalam Kepailitan atau masyarakat luas
diperbolehkan mengetahuinya atau diperbolehkan untuk mengikuti jalannya persidangan. Jadi jika Prinsip Transparansi dalam Pasal 8 ayat 7 UUK dan PKPU
180
Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit, hal. 188.
Sarifani Simanjuntak : Prinsip Transparansi Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit Oleh Balai Harta Peninggalan Di Kota Medan, 2009
tersebut tidak dijalankan, maka Putusan Kepailitan tersebut dapat dinyatakan Batal Demi Hukum.
B. Prinsip Transparansi Dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit
Ada beberapa hal yang bersifat transparan dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, antara lain :
1. Melanjutkan Usaha Debitor
Melanjutkan usaha going concern debitor jika dipandang perlu oleh Kurator dapat dilakukan. Hal tersebut juga merupakan wewenang dari Kurator, baik atas
persetujuan panitia kreditor sementara atau bila tidak ada panitia kreditor sementara dan izin dari Hakim Pengawas walaupun ada kasasi atau peninjauan kembali. Dalam
melanjutkan usaha debitor tersebut dapat dilakukan, jika dipandang akan menguntungkan pada harta pailit.
181
Langkah tersebut merupakan langkah yang sangat strategis, khususnya jika debitor pailit adalah sebuah perseroan terbatas.
Namun demikian, hal yang tidak boleh diabaikan adalah harus bersifat transparansi atau harus diberitahukan kepada umum atau khususnya para kreditor pailit dan
bersifat good corporate governance atau pengelolaan perusahaan yang baik, sehingga jika terjadi hal yang buruk seperti, usaha yang dilanjutkan tersebut merugi, maka
181
Pasal 104 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
.
Sarifani Simanjuntak : Prinsip Transparansi Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit Oleh Balai Harta Peninggalan Di Kota Medan, 2009
pihak Kurator tidak dipersalahkan sepenuhnya oleh pihak kreditor, karena memang sebelumnya sudah diketahui oleh pihak kreditor sendiri.
182
2. Mengadakan Perdamaian Kepailitan