Asas-Asas Dan Prinsip-Prinsip Yang Terdapat Dalam Kepailitan

Kuratorlah yang melakukan segala tindakan hukum baik pengurusan dan pemberesan harta pailit di bawah pengawasan hakim pengawas. Kurator harus bertanggung jawab terhadap kesalahan dan kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.

3. Asas-Asas Dan Prinsip-Prinsip Yang Terdapat Dalam Kepailitan

Kepailitan adalah “suatu penyitaan umum atas seluruh harta kekayaan debitor untuk kepentingan kreditor secara bersama-sama. Pailit hanya mengenai kekayaan dan tidak mengenai pribadi dari orang yang dinyatakan pailit debitor. Faillisement adalah suatu usaha bersama untuk mendapatkan pembayaran bagi semua orang yang berpiutang secara adil”. 78 Sebagaimana yang telah diutarakan di atas, maka dapat dikatakan bahwa Kepailitan merupakan eksekusi massal yang ditetapkan dengan suatu Keputusan Hakim, yang berlaku serta merta, dengan melakukan penyitaan umum atas semua harta orang yang dinyatakan pailit, baik yang ada pada waktu pernyataan pailit, maupun yang diperoleh selama Kepailitan berlangsung, untuk kepentingan semua kreditor, yang dilakukan dengan pengawasan pihak yang berwenang, sehingga sesungguhnya Kepailitan bertujuan untuk : a. Mencegah penyitaan dan eksekusi yang dimintakan oleh kreditor secara perorangan. 78 Victor M. Situmorang dan Hendri Sukarso, Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia Jakarta : Rineka Cipta, 1994, hal. 11. Sarifani Simanjuntak : Prinsip Transparansi Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit Oleh Balai Harta Peninggalan Di Kota Medan, 2009 b. Ditujukan hanya mengenai harta benda Debitor, bukan pribadinya. Jadi Debitor, tetap cakap untuk melakukan perbuatan hukum di luar kekayaan. 79 Pasal 1 ayat 1 UUK dan PKPU yang menyatakan bahwa, “kepailitan adalah sita umum atas semua harta kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini”. Lembaga Kepailitan merupakan suatu sistem yang mengatur bagaimanakah hukum harus bertindak manakala seorang Debitor tidak dapat membayar utang- utangnya dan bagaimana pertanggung-jawaban Debitor tersebut dalam hubungannya dengan harta kekayaan yang masih ada atau akan dimilikinya. Dilakukannya penyitaan secara massal dimaksudkan untuk menghindari para kreditor bertindak sendiri-sendiri, agar semua kreditor memperoleh manfaat dari harta kekayaan debitor yang mengalami pailit, dengan cara dibagi menurut pertimbangan hak tagihan atau tuntutan mereka masing-masing. Menurut Sutan Remy Sjahdeini, tujuan kepailitan antara lain : a. Melindungi para Kreditor konkruen untuk memperoleh hak mereka sehubungan dengan berlakuknya asas hukum jaminan, bahwa “semua harta kekayaan Debitor baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baikyang telah ada maupun akan ada dikemudian hari, menjadi jaminan bagi perikatan Debitor”, yaitu dengan cara memberikan fasilitas dan prosedur untuk mereka dapat memenuhi tagihan- tagihannya terhadap debitor. Menurut Hukum Indonesia, asas jaminan tersebut dijamin oleh Pasal 1131 KUHPerdata. Hukum Kepailitan menghindarkan terjadinya saling rebut di antara para kreditor terhadap harta debitor berkenaan dengan asas jaminan tersebut. Tanpa adanya UUK dan PKPU, maka akan terjadi 79 Bernadette Waluyo, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Bandung : Mandar Maju, 1999, hal 1. Sarifani Simanjuntak : Prinsip Transparansi Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit Oleh Balai Harta Peninggalan Di Kota Medan, 2009 Kreditor yang lebih kuat akan mendapatkan bagian yang lebih banyak dari pada Kreditor yang lemah. b. Menjamin agar pembagian harta kekayaan debitor di antara para kreditor sesuai dengan asas pari-passu membagi secara proporsional harta kekayaan debitor kepada para kreditor konkruen atau unsecured creditors berdasarkan perimbangan besarnya tagihan masing-masing Kreditor tersebut. Di dalam Hukum Indonesia, asas pari-passu dijamin oleh Pasal 1132 KUHPerdata. c. Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditor. Dengan dinyatakan seorang debitor pailit, maka debitor tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengurus dan memindah tangankan harta kekayaannya yang dengan putusan pailit tersebut status hukum dari harta kekayaan debitor menjadi harta pailit. d. Pada Hukum Kepailitan Amerika Serikat, memberikan perlindungan hukum terhadap debitor yang beritikad baik dari para kreditornya dengan cara memperoleh pembebasan utang. Menurut hukum Kepailitan Amerika Serikat, seorang debitor perorangan individual debtor akan dibebaskan dari utang- utangnya setelah selesai tindakan pemberesan atau likuidasi terhadap harta kekayaannya. Sekalipun setelah dijual atau dilikuidasi oleh pihak likuiditor, nilai harta kekayaannya tidak mencukupi untuk melunasi seluruh utangnya kepada para kreditornya. Namun kepada debitor tetap diberikan kesempatan untuk memperoleh financial fresh start. debitor tersebut dapat memulai kembali melakukan bisnis tanpa dibebani dengan utang-utang yang menggantung dari masa lampau sebelum putusan pailit. Sementara untuk debitor yang berbadan hukum, financial fresh start tidak dapat diberikan dan jalan keluar yang diberikan untuk perusahaan yang pailit tersebut adalah setelah membubarkan perusahaan debitor yang pailit tersebut setelah likuidasi berakhir. Sedangkan menurut UUK dan PKPU financial fresh start baik untuk debitor perorangan maupun debitor badan hukum perusahaan tidak dapat diberikan setelah tindakan pemberesan oleh kurator selesai dilakukan. Artinya, apabila setelah tindakan pemberesan atau likudasi terhadap harta kekayaan debitor selesai dilakukan oleh Kurator dan ternyata masih terdapat utang-utang yang belum lunas, debitor tersebut masih tetap harus menyelesaikan utang-utangnya. Setelah tindakan pemberesan atau likuidasi selesai dilakukan kurator, debitor kembali diberikan kewenangan untuk melakukan tindakan hukum yang berkaitan dengan harta kekayaannya, artinya debitor boleh kembali melakukan kegiatan usaha, tetapi debitor tetap pula berkewajiban untuk menyelesaikan utang-utang yang belum lunas. e. Menghukum pengurus yang karena kesalahannya telah mengakibatkan perusahaan mengalami keadaan keuangan yang buruk sehingga perusahaan mengalami keadaan insolvensi dan kemudian dinyatakan pailit oleh pihak pengadilan. f. Memberikan kesempatan kepada debitor dan para kreditornya untuk berunding dan membuat kesepakatan mengenai restrukturisasi utang-utang debitor. Untuk ketentuan hal tersebut, inilah yang biasa disebut dengan Penundaan Kwajiban Sarifani Simanjuntak : Prinsip Transparansi Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit Oleh Balai Harta Peninggalan Di Kota Medan, 2009 Pembayaran Utang PKPU yang terdapat dalam UUK dan PKPU di dalam Hukum Kepailitan Indonesia. 80 Menurut Mosgan Situmorang tujuan kepailitan adalah untuk melakukan pembagian antara para kreditor atas kekayaan debitor oleh kreditor. 81 Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditor dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitor dapat dibagi kepada semua kreditor sesuai dengan hak masing- masing. Lembaga Kepailitan pada dasarnya mempunyai 2 dua fungsi, antara lain : a. Kepailitan sebagai lembaga pemberi jaminan kepada kreditor, bahwa debitor tidak akan bebrbuat curang dan tetap bertanggung-jawab terhadap semua utangnya kepada semua kreditor. b. Kepailitan sebagai lembaga yang memberikan perlindungan kepada debitor terhadap kemungkinan eksekusi massal oleh kreditor-kreditornya. Jadi keberadaan ketentuan kepailitan baik sebagai suatu lembaga atau sebagai suatu upaya hukum khusus merupakan satu rangkaian konsep yang taat akan asas yang sesuai dengan ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata dan Pasal 1132 KUHPerdata. 82 Asas-asas yang terdapat dalam penjelasan umum dari UUK dan PKPU antara lain, yaitu : 1 Asas Keseimbangan Perwujudan dari asas keseimbangan dalam UUK dan PKPU, adalah terdapatnya ketentuan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan 80 Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit., hal. 38-40. 81 Mosgan Situmorang, Tinjauan Atas Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 Tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 1998 Menjadi Undang-Undang Jakarta : Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 1999, hal 163. 82 Sri Redjeki Hartono, Hukum Perdata Sebagai Dasar Hukum Kepailitan Modern Jakarta : Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 2000, hal 37. Sarifani Simanjuntak : Prinsip Transparansi Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit Oleh Balai Harta Peninggalan Di Kota Medan, 2009 lembaga kepailitan oleh debitor yang tidak jujur dan di lain pihak terdapat ketentuan yang mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh kreditor yang tidak beritikad baik. 2 Asas Kelangsungan Usaha Maksud dari asas Kelangsungan Usaha dalam UUK dan PKPU adalah ada ketentuan yang mengatur tentang adanya kemungkinan bagi prusahaan debitor yang prospektif tetap dilangsungkan. 3 Asas Keadilan UUK dan PKPU tersebut harus memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Asas keadilan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan-tagihan debitor , dengan tidak memperdulikan kreditor lainnya. 4 Asas Integrasi Asas Integrasi dalam UUK dan PKPU tersebut mengandung pengertian bahwa sistem hukum formil dan hukum materiilnya merupaka satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata Nasional. UUK dan PKPU yang baru mempunyai cakupan yang lebih luas baik dari segi norma, ruang lingkup materi, maupun proses penyelesaian utang piutang. Cakupan yang lebih luas tersebut diperlukan karena adanya perkembangan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat sedangkan ketentuan yang selama ini berlaku belum memadai sebagai sarana hukum untuk menyelesaikan masalah utang piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif. Sarifani Simanjuntak : Prinsip Transparansi Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit Oleh Balai Harta Peninggalan Di Kota Medan, 2009 Dalam hukum kepailitan dijumpai prinsip-prinsip hukum, antara lain : 1 Prinsip Paritas Creditorium kesetaraan kedudukan para kreditor Prinsip paritas creditorium menentukan bahwa para kreditor mempunyai hak yang sama terhadap semua harta debitor. Apabila debitor tidak dapat membayar utangnya, maka harta kekayaan debitor menjadi sasaran kreditor. 83 Prinsip paritas creditorium tersebut mengandung makna bahwa semua kekayaan debitor baik yang berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak ataupun harta yang sekarang telah dipunyai debitor dan benda-benda di kemudian hari akan dimiliki debitor terikat kepada penyelesaian kewajiban debitor. 84 Prinsip paritas creditorium tersebut merupakan penerapan dari Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata karenanya : a kepailitan hanya meliputi harta pailit dan bukan debitornya; b debitor tetap pemilik kekayaannya dan merupakan pihak yang berhak atasnya, tetapi tidak lagi berhak menguasainya atau menggunakannya atau memindahkan haknya atau menggunakannya; c sitaan konservatoir secara umum meliputi haknya atau menggunakannya. 85 Filosofi dari prinsip paritas creditorium tersebut merupakan respon atas ketidakadilan terhadap debitor yang memiliki harta benda sementara utang debitor terhadap kreditor tidak terbayar. Dan akibat dari prinsip tersebut yang tidak memiliki ketidakadilan, maka akan menimbulkan ketidakadilan berikutnya seperti para kreditor memiliki kedudukan yang sama antara satu kreditor dengan kreditor lainnya, di mana 83 Mahadi, Falsafah Hukum : Suatu Pengantar Bandung : Alumni, 2003, hal 135. 84 Kartini Muljadi, Actio Paulina dan Pokok-Pokok Tentang Pengadilan Niaga Bandung : Alumni, 2001, hal. 168. 85 Ibid., hal. 300. Sarifani Simanjuntak : Prinsip Transparansi Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit Oleh Balai Harta Peninggalan Di Kota Medan, 2009 prinsip tersebut tidak membedakan perlakuan terhadap kreditor yang memiliki piutang besar maupun piutang kecil, baik kreditor yang memegang jaminan maupun kreditor yang tidak memegang jaminan. 86 Dari ketidakadilan prinsip paritas creditorium tersebut, maka prinsip tersebut harus digandengkan dengan prinsip pari pasu prorate parte dan prinsip structured creditors. 2 Prinsip Pari Pasu Prorata Parte Prinsip pari pasu prorate parte berarti bahwa harta kekayaan tersebut merupakan jaminan bersama untuk para kreditor dan hasilnya harus dibagi secara proporsional antara mereka, kecuali jika para kreditor tersebut ada yang menurut undang-undang harus didahulukan dalam menerima pembayaran tagihannya. 87 Prinsip pada dasarnya menekankan pada pembagian harta debitor untuk melunasi utang-utangnya secara lebih berkeadilan dengan cara sesuai dengan proporsinya pond-pond gewijs dan bukan dengan cara sama rata. 88 Jika prinsip paritas creditorium bertujuan untuk memberikan keadilan kepada semua kreditor tanpa pembedaan kondisinya terhadap harta kekayaan debitor tersebut tidak berkaitan langsung dengan transaksi yang dilakukannya, maka prinsip pari pasu prorate parte memberikan keadilan kepada kreditor dengan konsep keadilan yang proporsional, dimana kreditor yang memiliki piutang yang lebih besar akan mendapat porsi pembayaran piutangnya dari debitor lebih besar dari kreditor yang memiliki piutang 86 M. Hadi Subhan, Hukum Kepailitan : Prinsip, Norma dan Praktik di Peradilan Jakarta : Kencana Predana Media Group, 2008, hal. 28-29. 87 Kartini Muljadi, Loc. Cit. 88 M. Hadi Subhan, Op. Cit., 29-30. Sarifani Simanjuntak : Prinsip Transparansi Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit Oleh Balai Harta Peninggalan Di Kota Medan, 2009 yang lebih kecil dari padanya. Seandainya kreditor disamaratakan kedudukannya tanpa melihat besar kecilnya piutang, maka akan menimbulkan ketidakadilan. 3 Prinsip Stuctured Creditors Adapun prisip Stuctured Creditors adalah prinsip yang mengklasifikasikan dan mengelompokkan berbagai macam debitor sesuai dengan kelasnya masing-masing. Dalam kepailitan kreditor diklasifikasikan menjadi 3 tiga macam, yaitu 89 : a Kreditor separatis. Kreditor yang dapat menjual sendiri benda jaminan seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Dengan kata lain, para kreditor tersebut adalah kreditor yang memegang hak jaminan kebendaan baik yang benda bergerak maupun benda tetap seperti kreditor pemegang hak gadai, jaminan fidusia, hipotik, hak tanggungan dan sebagainya. Sehingga kreditor separatis tersebut tetap dapat melaksanakan hak-hak eksekusinya meskipun debitor tersebut dinyatakan pailit. 90 b Kreditor preferen Kreditor yang piutangnya mempunyai kedudukan istimewa. Dengan kata lain, kreditor yang mempunyai hak untuk mendapat pelunasan terlebih dahulu dari hasil penjualan harta pailit. Undang-undang memberikan tingkatan lebih tinggi kepada kreditor preferen dibandingkan dengan kreditor lainnya, hal ini sesuai dengan Pasal 1133, Pasal 1134, Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUHPerdata. 91 89 Ibid., hal. 32. 90 Bismar Nasution dan Sunarmi, Op. Cit., hal. 107. 91 Ibid., hal. 108. Sarifani Simanjuntak : Prinsip Transparansi Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit Oleh Balai Harta Peninggalan Di Kota Medan, 2009 c Kreditor konkuren. Kreditor yang tidak termasuk golongan kreditor separatis dan kreditor preferen. Untuk kreditor ini, maka pelunasan terhadap piutang-piutang mereka dilunasi dari sisa hasil penjualanlelang harta pailit, yang sebelumnya sudah diambil terlebih dahulu oleh kreditor separatis dan kreditor preferen. Sisa hasil penjualanlelang harta pailit tersebut dibagi menurut besar kecilnya piutang kreditor konkuren dan hal ini sesuai yang diatur dalam Pasal 1132 KUHPerdata. 92 4 Prinsip Utang Dalam proses acara kepailitan, konsep utang merupakan sesuatu hal yang sangat menentukan. Hal ini dikarenakan tanpa adanya utang tidaklah mungkin suatu perkara kepailitan akan diperiksa oleh pihak Pengadilan Niaga. Tanpa adanya utang tersebut, maka esensi kepailitan menjadi tidak ada karena kepailitan adalah pranata hukum untuk melakukan likuidasi asset debitor untuk membayar utang-utangnya terhadap kreditor. 93 5 Prinsip Debt Collection Makna dari debt collection adalah sebagai konsep pembalasan dari para kreditor terhadap debitor pailit dengan menagih klaimnya terhadap debitor atau harta debitor dengan melikuidasi asset debitor. Oleh karena itu, maka Hukum Kepailitan dibutuhkan sebagai alat collective proceeding, yang artinya tanpa adanya hukum 92 Ibid. 93 M. Hadi Subhan, Op. Cit., hal. 34. Sarifani Simanjuntak : Prinsip Transparansi Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit Oleh Balai Harta Peninggalan Di Kota Medan, 2009 kepailitan masing-masing kreditor akan berlomba-lomba secara sendiri mengklaim asset debitor untuk kepentingan masing-masing. 94 6 Prinsip Debt Pooling Prinsip debt pooling merupakan suatu prinsip yang mengatur bagaimana harta kekayaan pailit harus dibagi antara para kreditornya. Dalam melakukan penjualanlelang asset pailit tersebut, maka pihak kurator akan berpegang pada prinsip paritas creditorium dan prinsip parri passu prorata parte, serta untuk pembagian harta pailit kepada para kreditor dilakukan berdasarkan jenis masing- masing kreditor atau berdasarkan prinsip structured creditors. 95 7 Prinsip Debt Forgiveness Prinsip Debt Forgiveness mengandung arti bahwa kepailitan tersebut adalah tidak identik hanya sebagai pranata penistaan terhadap debitor saja atau hanya sebagai sarana tekanan pressie middel, akan tetapi bisa bermakna sebaliknya, yakni merupakan pranata hukum yang dapat digunakan sebagai alat untuk memperingan beban yang harus ditanggung oleh debitor karena sebagian akibat kesulitan keuangan, sehingga tidak mampu melakukan pembayaran terhadap utang-utangnya sesuai agreement semula dan bahkan sampai pada pengampunan atas utang-utangnya sehingga utang-utangnya tersebut menjadi hapus sama sekali. 96 94 Emmy Yuhassarie, Pemikiran Kembali Hukum Kepailitan Indonesia Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum, 2005, hal. 29. 95 M. Hadi Subhan, Op. Cit., hal.41. 96 Ibid., hal. 43. Sarifani Simanjuntak : Prinsip Transparansi Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit Oleh Balai Harta Peninggalan Di Kota Medan, 2009 8 Prinsip Universal dan Prinsip Teritorial Prinsip universal dalam kepailitan mengandung makna bahwa putusan pernyataan pailit dari suatu pengadilan di suatu negara, maka putusan pernyataan pailit tersebut berlaku terhadap semua harta kekayaan debitor baik yang berada di dalam negeri tempat putusan pernyataan pailit tersebut dijatuhkan maupun terhadap harta kekayaan debitor yang berada di luar negeri. Prinsip tersebut menekankan pada aspek Internasional dari kepailitan atau yang dikenal sebagai cross border insolvency . 97 Sementara prinsip umum mengenai teritorial putusan pengadilan suatu negara tersebut, berlaku juga pada putusan pailit oleh pengadilan asing. Namun putusan pernyataan pailit suatu pengadilan dari suatu negara sering tidak dapat diakui dan oleh karenanya tidak akan dapat dieksekusi oleh pengadilan negara lain. Dalam kenyataan tersebut maka alternatif untuk mengatasinya adalah dengan mengadakan suatu perjanjian antar negara sehingga mengenai masalah teritorial tersebut dapat teratasi. 98

B. Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit Menurut Undang-Undang No. 37

Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sebelum berbicara lebih jauh lagi tentang masalah pengurusan dan pemberesan Harta pailit menurut UUK dan PKPU, maka ada baiknya untuk melihat terlebih 97 Ibid., hal. 47. 98 Hikmahanto Juwana, Relevansi Hukum Kepailitan Dalam Traksaksi Bisnis Internasional Jakarta : Pusat Kajian Hukum, 2005, hal. 290-291. Sarifani Simanjuntak : Prinsip Transparansi Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit Oleh Balai Harta Peninggalan Di Kota Medan, 2009 dahulu perkara-perkara Kepailitan yang pernah terjadi di Wilayah kerja Balai Harta Peninggalan Medan dari tahun 1947 sampai dengan tahun 2008. Perkara Kepailitan dari tahun 1947 sampai dengan tahun 1998 dalam tabel di berikut ini : Tabel : 1 Jumlah Perkara Kepailitan yang Berhasil Dikumpulkan Putusannya di Masing-Masing Pengadilan Negeri di Wilayah Hukum Balai Harta Peninggalan Medan Tahun 1947-1998 No. Pengadilan Frekwensi 1. Pengadilan Negeri Medan 38 2. Pengadilan Negeri Tanjung Balai 1 3. Pengadilan Negeri Kisaran 2 4. Pengadilan Negeri Lubuk Pakam 6 5. Pengadilan Negeri Binjai 2 6. Pengadilan Negeri Dumai 4 7. Pengadilan Negeri Batam 2 Jumlah 55 Sumber Data : BHP Medan Tahun 1947 sd 1998 Koleksi Prof. Erman Rajagukguk dan Sunarmi 99 Berdasarkan tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa dari wilayah Hukum Balai Harta Peninggalan Medan telah terjadi perkara Kepailitan dari tahun 1947 sampai dengan tahun 1998 sebelum keluarnya Undang-Undang No. 1 Tahun 1998 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sebanyak 55 lima puluh lima kasus yang berasal dari 7 tujuh Pengadilan Negeri yang terdiri dari Pengadilan Negeri Medan sebanyak 38 tiga puluh delapan perkara Kepailitan, menyusul Pengadilan Negeri Lubuk Pakam sebanyak 6 enam perkara Kepailitan, Pengadilan Negeri Dumai sebanyak 4 empat perkara Kepailitan, kemudian untuk Pengadilan 99 Sunarmi, Prinsip Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan Di Indonesia Medan : Pustaka Bangsa, 2008 Sarifani Simanjuntak : Prinsip Transparansi Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit Oleh Balai Harta Peninggalan Di Kota Medan, 2009 Negeri Kisaran, Pengadilan Negeri Binjai dan Pengadilan Negeri Batam masing- masing sebanyak 2 dua perkara Kepailitan. Sementara setelah keluarnya Undang-Undang No. 1 Tahun 1998 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dimana Pengadilan Negeri Medan dijadikan tempat sebagai Pengadilan Niaga di luar Pulau Jawa yang mengurus perkara-perkara di bidang Niaga dan Kepailitan. Dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2004 sebelum keluarnya undang-undang Kepailitan yang baru yaitu Undang- Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailtan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang telah terjadi Kepailitan untuk wilayah Hukum Pengadilan Niaga Medan sebanyak 25 dua puluh lima kasus atau perkara yang selanjutnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini : Tabel : 2 Jumlah Perkara Kepailitan di Pengadilan Niaga Medan dari Tahun 1998 sd Tahun 2004 No. Tahun Jumlah Perkara 1. 1998 6 2. 1999 5 3. 2000 4 4. 2001 3 5. 2002 3 6. 2003 2 7. 2004 2 Jumlah 25 Sumber Data : Pengadilan Niaga Medan Tahun 1998 sd 2004 Berdasarkan tabel : 2 yang tersebut di atas, maka jumlah perkara yang terjadi di Pengadilan Niaga Medan pada tahun 1998 sebanyak 6 enam perkara, pada tahun 1999 sebanyak 5 lima perkara, pada tahun 2000 sebanyak 4 empat perkara, pada Sarifani Simanjuntak : Prinsip Transparansi Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit Oleh Balai Harta Peninggalan Di Kota Medan, 2009 tahun 2001 dan tahun 2002 masing-masing 3 tiga perkara serta pada tahun 2003 dan tahun 2004 masing-masing 2 dua perkara. Sedangkan setelah berlakunya undang-undang Kepailitan yang baru yaitu Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, maka perkara Kepailitan yang masuk ke Pengadilan Niaga Medan dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 sebanyak 10 sepuluh perkara, dengan perincian sebagaimana yang disebutkan dalam tabel berikut ini : Tabel : 3 Jumlah Perkara Kepailitan di Pengadilan Niaga Medan dari Tahun 2005 sd Tahun 2008 No. Tahun Jumlah Perkara 1. 2005 3 2. 2006 2 3. 2007 3 4. 2008 2 Jumlah 10 Sumber Data : Pengadilan Niaga Medan Tahun 2005 sd 2008 Berdasarkan tabel : 3 yang tersebut di atas, maka jumlah perkara yang terjadi di Pengadilan Niaga Medan pada tahun 2005 dan tahun 2007 masing-masing sebanyak 3 tiga perkara, pada tahun 2006 dan pada tahun 2008 masing-masing sebanyak 2 dua perkara. Namun dari 10 sepuluh perkara Kepailitan yang terdapat di Pengadilan Niaga Medan tersebut, maka hanya 6 enam perkara saja yang ditunjuk Balai Harta Peninggalan Medan sebagai pihak Kurator dalam menyelesaikan pengurusan dan pemberesan Harta Pailit dari pihak debitor pailit. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini : Sarifani Simanjuntak : Prinsip Transparansi Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit Oleh Balai Harta Peninggalan Di Kota Medan, 2009 Tabel : 4 Jumlah Perkara Kepailitan Yang Pengurusan Dan Pemberesannya Dilakukan Oleh Balai Harta Peninggalan Medan Dari Tahun 2005 Sampai Dengan Tahun 2008