Tidak Koorperatifnya Instansi Lain Terhadap Pengurusan Dan Pemberesan

jawabkan. Hal ini penting untuk menghindari adanya penyalahgunaan kekuasaan abuse of power. Dan juga prinsip transparansi atau keterbukaan, ini menjadi penting untuk meminimalisasi penyalahgunaan kekuasan, termasuk KKN. Selain itu, agar prinsip akuntabilitas dan partisipatif dapat berjalan efektif, maka diperlukan adanya ansparansi dalam keseluruhan proses peradilan, selama tidak mengganggu

3. Tidak Koorperatifnya Instansi Lain Terhadap Pengurusan Dan Pemberesan

Harta Peninggalan selaku Kurator Kepailitan dengan tujuan agar benda jaminan tr merugikan upaya penegakan hukum. Harta Pailit Balai Harta Peninggalan selaku Kurator pailit dalam menjalankan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit, sering juga mengalami kesulitan yang berkaitan dengan isntansi lain, misalnya dengan perpajakan dan perbankan. 148 Hal ini terjadi karena instansi-instansi tersebut kurang memahami sepenuhnya dari Hukum Kepailitan dan bagaimana proses pengurusan dan pemberesan harta pailit. Sebagai contohnya, harta pailit ternyata telah dijaminkan ke pihak bank pemerintah, sementara itu kredit mengalami kemacetan dan akhirnya pihak bank pemerintah tersebut menyerahkan masalah kredit macet ini ke Panitian Urusan Piutang Negara selanjutnya disebut PUPN. Pihak PUPN kemudian berusaha untuk mengambil alih dan menguasai benda jaminan, pada hal benda jaminan tersebut juga merupakan boedel pailit . Akhirnya terjadi permasalahan, karena pihak PUPN menggugat Balai 148 Wawancara pada tanggal 14 Januari 2009, dengan Amri Marjunin , Ketua Balai Harta Peninggalan Medan. Sarifani Simanjuntak : Prinsip Transparansi Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit Oleh Balai Harta Peninggalan Di Kota Medan, 2009 tersebut diserahkan ke pihak PUPN. Sebenarnya dalam kondisi tersebut, pihak PUPN kurang memahami bahwa dalam Hukum Kepailitan pemegang hak jaminan memiliki hak sebagai kreditor separatis. Hal lain dalam masalah pengurusan dan pemberesan harta pailit yang berkaitan dengan instansi terkait khususnya pihak bank selaku kreditur separatis, kadangkala terjadi pihak bank tidak kooperatif terhadap tindakan yang dilakukan oleh kurator, misalnya dalam proses pengalihan asset pailit kepada pembeli yang akan melakukan balik nama ke BPN yang menetapkan syarat harus adanya surat roya dari pihak bank selaku pemegang hak tanggungan. Disatu sisi Kurator harus bertanggung jawab terhadap segala tindakan yang dilakukan seperti menjual asset pailit, dan harus membantu dalam proses penyelesaian administrasinya kepada pihak pembeli sebagaimana diatur oleh ketentuan dan peraturan misalnya harus ada roya dalam proses balik nama sebagaimana disebutkan diatas, tapi adakalanya pihak bank tidak mau mengeluarkan surat roya tersebut sebelum kurator menyerahkan atau membayarkan tagihan pihak bank, sementara kurator baru dapat melakukan pembayaran tagihan kreditur setelah adanya persetujuan dari hakim pengawas, hal- hal seperti ini yang menjadi kendala bagi kurator dalam melakukan tugas pemberesan. Dan kalau Balai Harta Peninggalan tidak mencarikan jalan keluarnya atau tidak mampu mengatasi permasalahan tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan ke tidak percayaan masyarakat, terutama pihak pembeli. Hal tersebut terungkap dalam hasil wawancara dengan narasumber Sdr Syuhada. SH, sebagai Sarifani Simanjuntak : Prinsip Transparansi Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit Oleh Balai Harta Peninggalan Di Kota Medan, 2009 salah bahw irokrasi, misalnya, asset pailit yang dijual dibawah ngan dalam proses balik nama pembeli di persyaratkan adanya surat roya, pihak kurator membayarkan tagihan-tagihan bank, sehingga keadaan ini akan emberesan terhadap PT. Aneka Surya Agung, dan ini terjadi denga gan adanya Kepa satu Pejabat Tehnis di Balai Harta Peninggalan Medan, yang menyatakan a : “kadang kala dalam hal melakukan pengalihan asset Balai Harta Peninggalan dihadapkan pada masalah b ta tetapi disisi lain pihak bank tidak dapat memberikan roya tersebut sebelum menyulitkan bagi kurator” Hal-hal tersebut diatas pernah terjadi pada saat kurator Balai Harta Peninggalan Medan melakukan p n PT. Bank Negara Indonesia 1946 Cabang Medan sebagai kreditur separatis dalam pailit tersebut. Terhadap tidak koorperatifnya instansi terkait dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, maka Balai Harta Peninggalan sebagai Kurator harus melakukan langkah-langkah persuasif, meningkatkan koordinasi dan hubungan yang efektif dengan instansi terkait yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pengurusan dan pemberesan harta pailit, dan juga tetap melakukan sosialisasi terhadap instansi-instansi yang selalu berhubungan den ilitan tersebut, sebagai contonya dengan mengadakan seminar-seminar yang berkaitan dengan Kepailitan dan mengundang instansi-instansi tersebut. Berdasarkan temuan-temuan tersebut di atas diharapkan kepada seluruh instansi terkait terutama pihak bank yang sering terkait menjadi kreditur separatis dalam kepailitan dapat memahami ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan di dalam pemberesan yang dilakukan oleh kurator, sehingga permasalahan-permasalahan Sarifani Simanjuntak : Prinsip Transparansi Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit Oleh Balai Harta Peninggalan Di Kota Medan, 2009 seperti diatas dapat segera diatasi dan kedepannya tidak terulang kembali atau tidak mempersulit tugas-tugas kurator dalam melakukan pemberesan terhadap harta pailit.

4. Debitor Tidak Koorperatif Terhadap Pengurusan Dan Pemberesan Harta