Model Analisis Kelembagaan dari Wade, Ostrom serta Baldand dan Platteau

dalam masyarakat. Pengaturan ini berisi aturan yang mengatur perilaku individual dan kolektif dalam menggunakan sumberdaya tertentu. 3 Ciri-Ciri Komunitas Ciri-ciri komunitas masyarakat dapat diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan pola kehidupan dalam masyarakat tersebut yang tidak terdapat pada masyarakat lainnya. Ciri-ciri tersebut menjadi suatu keunikan terutama yang berkaitan dengan hubungan antar manusia, serta perilakunya dan lingkungan disekitarnya. Ciri ini merupakan kehidupan sehari-harinya yang tidak hanya berhubungan dengan budaya akan tetapi lebih pada kelembagaan. 4 Pola Interaksi Pola interaksi antar karaktaristik akan menunjukkan bagaimana milik umum dikelola oleh masyarakat. Pola ini juga mengilustrasikan isu masyarakat dalam mengelola sumberdaya umum. Penelitian ini akan menjelaskan konsep efisiensi dalam masyarakat tersebut. Efisiensi dalam hal ini terkait dengan keseluruhan tingkatan penggunaan sumberdaya alam yang fokusnya adalah pada atribut fisik dan teknis yang mengindikasikan penggunaan optimal pada wilayah konflik. 5 Outcome atau Konsekuensi dari Pengaturan Kelembagaan Masalah ketimpangan dalam penggunaan milik umum erat kaitannya dengan inefisiensi. Adanya ketimpangan dapat mengakibatkan penggunaan sumberdaya secara tidak efektif. Pembagian yang adil dan wajar dari sumberdaya alam tergantung pada konstribusi tindakan kolektif setiap anggota Chusac, 1996. Dalam penelitian ini, keadilan diukur dari sudut pandang kepuasan individual terkait dengan pembagian yang adil dalam menggunakan sumberdaya alam. Di sisi lain, komponen outcome dan konsekuensi melibatkan konsep nilai kemanusiaan yang merupakan subyek dari penilaian manusia Oakerson, 1992:.

2.3.2. Model Analisis Kelembagaan dari Wade, Ostrom serta Baldand dan Platteau

Dari beberapa studi komparatif mengenai sumberdaya milik umum, berikut disajikan hasil studi Wade 1988, 1994, Ostrom 1990, dan Baldand- Platteau 1996. Studi Wade 1988, 1994 dan Ostrom 1990 terjadi lebih dari dua dekade yang lalu, dan dapat dipandang sebagai awal tulisan-tulisan baru mengenai sumberdaya milik umum dengan catatan akhir bahwa hak milik umum adalah suatu warisan sejarah. Pelajaran positif utama yang dapat ditarik dengan membandingkan penulis-penulis ini adalah dengan kombinasi dari kondisi- kondisi yang sering terjadi, anggota dapat mendisain pengaturan kelembagaan untuk membantu manajemen sumberdaya berkelanjutan. Mereka membahas lebih lanjut dan mengidentifikasikan kondisi-kondisi spesifik yang dapat mendorong potensi manajemen sumberdaya lokal. Bukan hanya itu, mereka juga menggunakan kajian teoritis untuk mempertahankan dan menjelaskan regularitas empiris. Ketiga penulis tersebut secara hati-hati mengkaitkan antara teori dan studi empiris karena perhatiannya pada perkembangan teoritis, upaya untuk menghubungkan teori dengan kasus yang dipelajarinya, dan kontribusinya terhadap teori-teori hak milik umum. Mereka semua menggunakan bahan-bahan empiris untuk menguji validitas teoritisnya. Meskipun ketiga penulis tersebut memberikan pendekatan yang sangat berbeda terhadap riset komparatif empirisnya, dan mendasarkan pada jenis data yang berbeda, perhatiannya agar relevan secara empiris dan teoritis terhadap data adalah terbukti. Dalam hal ini, para penulis tersebut sampai pada suatu set ringkasan kondisi dan kesimpulan yang mereka yakini penting bagi keberlanjutan kelembagaan. Kesimpulannya analisis faktor-faktor yang dipertimbangkan merupakan faktor keberlanjutan pengaturan kelembagaan-kelembagaan untuk mengelola sumberdaya milik umum. Tetapi pembahasan mengenai kesimpulan dan implikasinya menunjukkan bahwa pernyataan-pernyataan mereka mengenai keberlanjutan atas sumberdaya milik umum masih harus disesuaikan dalam kondisi lokal pada masing-masing lokasi penelitian. Tulisan Wade 1994 mengenai sistem irigasi yang dikelola umum di South India menggunakan data terhadap 31 desa untuk menguji kapan institusi desa tersebut lahir dan faktor-faktor apa yang dipertimbangkan untuk keberhasilannya dalam menyelesaikan dilema kepemilikan umum. Argumennya mengenai asal kelembagaan untuk resiko lingkungan adalah suatu faktor penting. Tetapi ia juga menyediakan seperangkat pertimbangan mengenai keberhasilan manajemen sumberdaya umum. Menurut Wade, aturan pembatasan yang efektif terhadap akses dan penggunaan sumberdaya umum tidak mungkin terselesaikan jika terdapat beberapa pengguna, jika batasan-batasan sumberdaya umum tidak jelas, jika pengguna yang bergabung dalam kelompok tersebut menyebar lokasinya, jika deteksi pelanggar aturan sulit dilakukan, dan sebagainya Wade 1988: 215. Wade 1988 menspesifikasikan kesimpulannya secara lebih detil dengan mengklasifikasikan berbagai variabel; sumberdaya, teknologi, kelompok pengguna, noticeability, hubungan antara sumberdaya dan kelompok pengguna, dan hubungan antara pengguna dan negaranya 1988: 215-216. Seluruh set kondisi yang digunakan Wade adalah penting untuk pengaturan keberlanjutan. Kondisi pendukung yang diidentifikasikan oleh Wade adalah sebagai berikut Agrawal, 2001: 1. Karakteristik sistem sumberdaya a. Ukuran kecil; b. Batasan yang jelas. 2. Karakteristik kelompok a. Ukuran kecil; b. Batasan yang jelas; c. Pengalaman keberhasilan masa lalu – modal sosial; d. Saling ketergantungan antara anggota kelompok. Hubungan antara karakteristik sistem sumberdaya dan karakteristik kelompok 1dan 2:  Overlap antara lokasi residensial kelompok pengguna dan lokasi sumberdaya;  Level ketergantungan yang tinggi oleh anggota kelompok terhadap sistem sumberdaya. 3. Pengaturan kelembagaan-kelembagaan a. Akses dan aturan manajemen yang dibuat secara lokal; b. Kemudahan dalam melaksanakan aturan; c. Sangsi bertingkat. Hubungan antara sistem sumberdaya dan pengaturan kelembagaan- kelembagaan 1 dan 3. 4. Lingkungan eksternal a. Teknologi : teknologi berbiaya rendah; b. Negara : pemerintah pusat harus tidak mengabaikan otoritas lokal. Secara keseluruhan, Wade 1988 menemukan 14 kondisi penting untuk memfasilitasi keberhasilan manajemen sumberdaya milik umum. Sebagian besar kondisi tersebut adalah pernyataan umum mengenai konteks lokal, kelompok pengguna, dan sistem sumberdaya, tetapi beberapa diantaranya adalah hubungan antara pengguna dan sumberdaya. Hanya satu kondisi yang menunjukkan hubungan eksternal dari kelompok atau faktor lokal lainnya. Beberapa diantaranya adalah ukuran kelompok kecil, batasan sumberdaya yang jelas dan keanggotaan kelompok pengguna, kemudahan monitoring dan pelaksanaan, serta kedekatan antara lokasi pengguna dan sumberdaya. Prinsip- prinsip yang dikemukakan Ostrom 1990 dalam studinya mengenai pengaturan sumberdaya level masyarakat berdasarkan pelajaran dari 14 sampel kasus dimana pengguna dengan beragam tingkat keberhasilan, menciptakan, mengadaptasikan, dan menjaga keberlanjutan institusi untuk mengelola sumberdaya milik umum. Kondisi pendukung yang diidentifikasikan oleh Wade adalah sebagai berikut Agrawal, 2001: 1. Karakteristik sistem sumberdaya  Batasan yang dibuat jelas 2. Karakteristik kelompok  Batasan yang didefinisikan jelas 3. Pengaturan kelembagaan-kelembagaan a. Akses dan aturan manajemen yang dibuat secara lokal; b. Kemudahan dalam melaksanakan aturan; c. Sangsi bertingkat; d. Ketersediaan pengadilan berbiaya rendah ; e. Akuntabilitas staf yang melakukan monitoring bagi pengguna. Hubungan antara sistem sumberdaya dan pengaturan kelembagaan- kelembagaan 1 dan 3. 4. Lingkungan eksternal a. Teknologi : tidak satupun penting; b. Negara:  pemerintah pusat harus tidak mengabaikan otoritas lokal;  level alokasi, provisi, pelaksanaan, dan pengaturan yang kuat. Sebagian besar prinsip Ostrom 1990 terfokus pada institusi lokal, dua diantaranya mengenai pemahaman hukum dari institusi dengan level otoritas yang lebih tinggi dan mengenai jaringan institusi yang dapat dipandang mengekspresikan hubungan suatu kelompok tertentu dengan kelompok atau otoritas lainnya. Baland dan Platteau 1996, dalam tinjauan komprehensif dan sintesis terhadap sumberdaya milik umum, mengikuti strategi serupa yang digunakan oleh Ostrom 1990. Dimulai dengan pengujian teori dari berbagai ahli, yang menyatakan bahwa inti argumen privatisasi terletak pada perbandingan antara sistem kepemilikan privat yang benar-benar efisien dan situasi anarkis yang diciptakan oleh akses terbuka. Kajian ini lebih menekankan pada pembedaan antara akses terbuka open access dan pengaturan hak milik umum dan menunjukkan bahwa jika regim kepemilikan privat dibandingkan dengan sistem hak milik umum dan jika informasinya adalah sempurna dan tidak ada biaya transaksi, maka hak milik umum yang teregulasi dan kepemilikan privat adalah sama dari sudut pandang efisiensi penggunaan sumberdaya Baland dan Platteau, 1996. Lebih lanjut, mereka mengargumentasikan, privatisasi sumberdaya umum atau alokasi dan regulasinya oleh otoritas pusat, cenderung menghilangkan kesatuan implisit dan hubungan antar individu yang merupakan karakteristik dari pengaturan hak milik umum. Setelah melakukan kajian empiris yang luas terhadap manajemen sumberdaya umum, dan memfokuskan pada beberapa variabel yang penting bagi institusi level masyarakat, Baland dan Platteau 1996 sampai pada kesimpulan yang tumpang tindih dengan kesimpulan Wade 1988 dan Ostrom 1990. Ukuran kecil dari suatu kelompok pengguna, lokasi yang berdekatan dengan sumberdaya, homogenitas antar anggota kelompok, mekanisme pelaksanaan yang efektif, dan pengalaman kerjasama masa lalu adalah beberapa tema yang ditekankan penting dalam mencapai kerjasama Baland dan Platteau, 1996. Di sisi lain, mereka menyoroti arti penting bantuan eksternal dan kepemimpinan yang kuat. Kesimpulan yang dicapai oleh Baland dan Platteau 1996 lebih dinyatakan sebagai pernyataan umum mengenai pengguna, sumberdaya, dan institusi dibandingkan mengenai hubungan antara karakteristik dari unit-unit analitisnya. Hanya satu dari kesimpulannya yang relasional : kedekatan lokasi tempat tinggal dari anggota kelompok dan dari sistem sumberdaya. Baland dan Platteau 1996 memberikan perhatian lebih besar terhadap kekuatan eksternal, seperti pembahasannya mengenai bantuan eksternal, pelaksanaan dan kepemimpinan dengan pengalaman yang luas. Kesimpulan yang Dikemukakan Baland dan Platteu sebagai kondisi pendukung untuk keberhasilan pengaturan sumberdaya milik umum adalah sebagai berikut Agrawal, 2001: 1. Karakteristik sistem sumberdaya  Tidak satupun yang dianggap penting 2. Karakteristik kelompok a. Ukuran kecil; b. Norma bersama; c. Pengalaman keberhasilan masa lalu – modal sosial; d. Kepemimpinan yang kuat – muda, terbiasa dengan tantangan lingkungan eksternal, dihubungkan dengan elit tradisional lokal; e. Saling ketergantungan antara anggota kelompok; f. Heterogenitas sumberdaya, homogenitas identitas dan kepentingan. Hubungan antara karakteristik sistem sumberdaya dan karakteristik kelompok 1 dan 2: a. Overlap antara lokasi tinggal kelompok pengguna dan lokasi sumberdaya; b. Keadilan dalam alokasi manfaat dari sumberdaya umum. 3. Pengaturan kelembagaan-kelembagaan a. Aturannya sederhana dan mudah dipahami; b. Akses dan aturan manajemen yang dibuat secara lokal; c. Kemudahan dalam melaksanakan aturan; d. Akuntabilitas staf yang melakukan monitoring bagi pengguna. Hubungan antara sistem sumberdaya dan pengaturan kelembagaan- kelembagaan 1 dan 3:  Tidak satupun yang dianggap penting 4. Lingkungan eksternal a. Teknologi : tidak satupun penting b. Negara:  Institusi sangsi eksternal yang mendukung;  Level yang tepat dari bantuan eksternal untuk mengkompensasi pengguna lokal untuk aktivitas konservasi. Baland dan Platteau 1996 mengidentifikasikan bahwa penting untuk mendorong penggunaan sumberdaya umum berkelanjutan. Sementara Ostrom 1990 terutama memfokuskan pada pengaturan spesifik kelembagaan- kelembagaan dalam memperhitungkan keberhasilan pengelolaan sumberdaya milik umum. Wade 1988 dan Baland dan Platteau 1996 menggabungkan variabel non kelembagaan dalam kesimpulannya. Regularitas pada keberhasilan manajemen yang mereka temukan terdiri dari satu sampai empat variabel, yaitu: 1 karakteristik sumberdaya, 2 karakteristik kelompok yang menggantungkan diri pada sumberdaya, 3 kekhususan regim kelembagaan dimana sumberdaya tersebut dikelola, dan 4 karakteristik hubungan antara suatu group dan faktor eksternal serta otoritas seperti pasar, negara, dan teknologi. Sementara itu sintesis kondisi yang memfasilitasi dari Wade, Ostrom dan Baland dan Platteu adalah sebagai berikut Agrawal, 2001: 1. Karakteristik sistem sumberdaya a. Ukuran kecil; b. Batasan yang baik. 2. Karakteristik kelompok a. Ukuran kecil; b. Batasan yang baik; c. Norma bersama; d. Pengalaman keberhasilan masa lalu – modal sosial; e. Kepemimpinan yang kuat – muda, terbiasa dengan tantangan lingkungan eksternal, dihubungkan dengan elit tradisional lokal; f. Saling ketergantungan antara anggota kelompok; g. Heterogenitas sumberdaya, homogenitas identitas dan kepentingan. Hubungan antara karakteristik sumberdaya dan karakteristik kelompok 1 dan 2: a. Overlap antara lokasi tinggal kelompok pengguna dan lokasi sumberdaya; b. Tingginya level ketergantungan anggota kelompok pada sistem sumberdaya; c. Keadilan dalam alokasi manfaat dari sumberdaya umum. 3. Pengaturan kelembagaan-kelembagaan a. Aturannya sederhana dan mudah dipahami; b. Akses dan aturan manajemen yang dibuat secara lokal; c. Kemudahan dalam melaksanakan aturan; d. Sangsi bertahap; e. Akuntabilitas staf yang melakukan monitoring bagi pengguna. Hubungan antara sistem sumberdaya dan pengaturan kelembagaan- kelembagaan 1 dan 3:  menyesuaikan batasan pemanenan dan regenerasi sumberdaya 4. Lingkungan eksternal a. Teknologi eksklusi berbiaya rendah; b. Negara:  Kontrol pemerintah harus tidak mengurangi arti penting otoritas lokal;  Institusi sangsi eksternal yang mendukung;  Level yang tepat dari bantuan eksternal untuk mengkompensasi pengguna lokal untuk aktivitas konservasi;  Level terstruktur dari penyerahan, penyediaan, pelaksanaan, pengaturan. Karakteristik kelompok berhubungan dengan ukuran, level kesejahteraan dan pendapatan, berbagai tipe heterogenitas, hubungan kekuasaan antar subkelompok, dan pengalaman. Karakteristik sumberdaya mencakup batasan sumberdaya, resiko dan aliran sumberdaya yang tidak dapat diprediksi, serta mobilitas sumberdaya. Kekhususan regim kelembagaan mencakup beragam kemungkinan, tetapi beberapa aspek kritis dari pengaturan kelembagaan mencakup sangsi dan monitoring, mediasi, dan akuntabilitas. Beberapa karakteristik berlaku untuk hubungan kelompok dengan situasi lokal, sistem sumberdaya, dan pengaturan kelembagaan dengan lingkungan eksternal dalam bentuk perubahan demografis, teknologi, pasar, dan pemerintah. Kondisi tersebut juga mengubah hubungan kekuasaan lokal karena beragam sub-kelompok di dalam suatu kelompok yang menggunakan sumberdaya umum mendapatkan tipe akses yang berbeda dan manuver untuk menjamin perolehannya Fernandes et al., 1988; Jessup dan Peluso, 1986; Peluso, 1992. Dalam beberapa hal, ketika pelaku pasar baru mendapatkan akses ke sumberdaya milik umum tertentu, mereka dapat bekerjasama dengan pelaku pemerintahan, dalam usaha untuk memprivatisasi sumberdaya umum Ascher dan Healy, 1990; Azhar, 1993. Bahkan, orang pemerintah sendiri dapat terlibat dalam privatisasi sumberdaya umum dan menjual produk sumberdaya tersebut yang sebelumnya di bawah pengaturan hak-hak milik umum Rangarajan, 1996; Sivaramakrishnan, 1999; Skaria, 1999. Sebagai penjamin langsung dari pengaturan hak-hak milik, peran pemerintah dan struktur administratifnya adalah penting dalam sejarah pengaturan sumberdaya milik umum. Memang benar bahwa beberapa masyarakat dan kelompok pengguna lokal memiliki hak untuk menjalankan pengaturan baru kelembagaan-kelembagaan. Tetapi hak-hak yang tidak spesifik dan penyelesaian konflik-konflik utama seringkali tidak dapat diselesaikan tanpa intervensi pemerintah Rangan, 1997. Meksipun ketiga penulis tersebut lebih memberikan perhatian pada peran potensial dari pemerintah pusat pada sumberdaya lokal dibandingkan pada isu populasi dan tekanan pasar, karakteristik hubungan lokal-nasional membutuhkan eksplorasi secara hati-hati. Dengan semakin besarnya kecenderungan pemerintah untuk mendesentralisasikan kontrol atas sumberdaya alam pada kelompok pengguna lokal, pertanyaan mengenai alasan-alasan yang mendasari hilangnya kontrol dan pengaruhnya pada berbagai organisasi otoritas antar level pemerintahan menjadi sangat penting. Banyak studi yang sudah berusaha mengeksplorasi isu-isu ini, baik dengan memfokuskan pada desentralisasi manajemen sumberdaya secara umum atau dengan mengkaji peran hukum dan kebijakan nasional yang berhubungan dengan manajemen sumberdaya. Namun demikian, sampai saat ini masih belum memiliki pengujian secara sitematis atau pemahaman yang jelas mengenai keragaman hubungan tersebut dan bagaimana keragaman tersebut mempengaruhi karakteristik dan outcome dari manajemen sumberdaya umum. Menurut banyak literatur mengenai sumberdaya milik umum dan tindakan kolektif, sebagian dari Olson 1965, kelompok yang lebih kecil nampak lebih berhasil dalam melakukan tindakan kolektif. Kesimpulan ini didukung oleh Baland dan Platteau 1999, yang mengulang kembali Olson: semakin kecil suatu kelompok, semakin kuat kemampuannya untuk bertindak secara kolektif. Tetapi ahli lainnya menyatakan ambiguitas dari argumen Olson dan menyatakan bahwa hubungan antara ukuran kelompok dan tindakan kolektif adalah tidak selalu jelas. Misalnya, Marwell dan Oliver 1993 secara empati mengklaim, banyak riset empiris menemukan bahwa ukuran suatu kelompok secara positif berhubungan dengan level tindakan kolektif. Agrawal dan Goyal 2001 menggunakan dua fitur analitik dari sumberdaya milik umum yaitu eksklusi tidak sempurna dan kecerobohan monitoring pihak ketiga untuk menghipotesiskan hubungan kurva linier antara ukuran kelompok dan keberhasilan tindakan kolektif. Mereka menguji hipotesisnya menggunakan sampel 28 kasus dari Kumaon Himalaya. Pernyataan Ostrom 1997, yang mengatakan bahwa dampak ukuran kelompok terhadap tindakan kolektif umumnya dijembatani oleh variabel lain. Variabel tersebut mencakup teknologi produksi dari barang kolektif, degree of excludability, suplai bersama, dan level heterogenitas dalam kelompok Hardin, 1982. Setelah lebih dari 30 tahun riset mengenai ukuran kelompok dan tindakan kolektif, masih ada kebutuhan untuk bertindak hati-hati terhadap hubungan antara ukuran kelompok dan keberhasilan tindakan kolektif. Akumulasi pengetahuan ke dalam teori dan empiris terbukti lebih sulit dalam hubungannya dengan heterogenitas kelompok. Dapat diargumentasikan bahwa sebagian besar sumberdaya adalah dikelola oleh kelompok yang terbagi menjadi beberapa sumbu, diantaranya etnis, gender, agama, kekayaan, dan kasta Agrawal dan Gibson, 1999. Karaktersitik heterogenitas di dalam kelompok dapat memiliki pengaruh beragam dan kontradiktif. Wade dan Baland dan Platteau menyoroti arti penting lebih besarnya saling ketergantungan diantara anggota kelompok sebagai suatu dasar pembentukan institusi yang mendorong manajemen sumberdaya berkelanjutan. Baland dan Platteau juga menyajikan penilaian awal terhadap karakteristik heterogenitas dengan mengklasifikasikannya menjadi tiga tipe dan berhipotesis bahwa heterogenitas sumberdaya mempunyai pengaruh positif terhadap manajemen sumberdaya sedangkan heterogenitas identitas dan kepentingan menciptakan penghambat untuk tindakan kolektif. Kategorisasi heterogenitas tidak selalu eksklusif. Misalnya, heterogenitas kepentingan dapat menghasilkan beragam tipe spesialisasi ekonomi dan beragam level sumberdaya, yang pada gilirannya menghasilkan pertukaran yang menguntungkan. Lebih lanjut, bukti empiris mengenai bagaimana heterogenitas mempengaruhi tindakan kolektif masih sangat bermakna ganda. Jadi ada kemungkinan bahwa meskipun dalam kelompok terdapat level heterogenitas kepentingan yang tinggi, untuk menjamin tindakan kolektif, beberapa sub- kelompok dapat memaksakan menjalankan institusi konservatif Agrawal 1999a; Jodha 1986; Peluso 1993; Libecap 1989, 1990. Di sisi lain, peran heterogenitas antar kelompok dalam distribusi dapat lebih dipertanggungjawabkan definisinya. Riset-riset penting terhadap pengaruh proyek-proyek pembangunan dan terhadap sumberdaya umum menunjukkan bahwa anggota kelompok seringkali mendapatkan bagian manfaat yang lebih besar dari suatu sumberdaya Agrawal, 2001. Hal ini tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwa tindakan kolektif selalu menghasilkan ketidaksetaraan dalam kelompok, tetapi menyatakan bahwa ketidaksetaraan di dalam suatu kelompok tidak selalu tereduksi karena anggota kelompok mau bekerjasama dalam mencapai tujuan kolektif. Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan lokalitas yang penting untuk outcome adalah hubungan kesejahteraan pengguna terhadap level eksploitasi sumberdaya milik umum. Apakah kesejahteraan menyebabkan lebih besarnya ketergantungan pada sumberdaya milik umum Jodha, 1986 dan degradasinya, atau apakah meningkatnya level kesejahteraan menyebabkan lebih besarnya penggunaan sumberdaya tersebut oleh pengguna adalah masih perlu dipertanyakan. Tetapi dalam hal tertentu, intervensi pemerintah pada bidang ini seringkali didasarkan pada informasi yang terbatas. Untuk masing-masing faktor ukuran, heterogenitas, dan kesejahteraan, riset yang ada dalam menjawab pertanyaan pengaruh faktor tersebut terhadap keberlanjutan kelembagaan adalah masih bermakna ganda. Apakah hubungan antara keberlanjutan dan variabel tersebut negatif, positif atau linier nampak sebagai subyek dari faktor kontekstual dan mediasi lainnya, yang tidak semuanya dipahami dengan baik. Kondisi kritikal untuk keberlanjutan sumberdaya umum adalah sebagai berikut Agrawal, 2001: 1. Karakteristik sistem sumberdaya a. Ukuran kecil; b. Batasan yang baik; c. Level mobilitas rendah; d. Kemungkinan penyimpanan manfaat dari sumberdaya; e. Kemampuan dapat diprediksi predictability. 2. Karakteristik grup a. Ukuran kecil; b. Batasan yang baik; c. Norma bersama; d. Pengalaman keberhasilan masa lalu – modal sosial; e. Kepemimpinan yang kuat – muda, terbiasa dengan tantangan lingkungan eksternal, dihubungkan dengan elit tradisional lokal; f. Saling ketergantungan antara anggota grup; g. Heterogenitas sumberdaya, homogenitas identitas dan kepentingan; h. Level kemiskinan rendah. Hubungan antara karakteristik sistem sumberdaya dan karakteristik grup 1 dan 2 : a. Overlap antara lokasi tinggal grup pengguna dan lokasi sumberdaya; b. Tingginya level ketergantungan anggota grup pada sistem sumberdaya; c. Keadilan dalam alokasi manfaat dari sumberdaya umum; d. Level permintaan pengguna rendah; e. Perubahan perlahan pada level permintaan. 3. Pengaturan kelembagaan-kelembagaan a. Aturannya sederhana dan mudah dipahami; b. Akses dan aturan manajemen yang dibuat secara lokal; c. Kemudahan dalam melaksanakan aturan; d. Sangsi bertahap; e. Akuntabilitas staf yang melakukan monitoring bagi pengguna. Hubungan antara sistem sumberdaya dan pengaturan kelembagaan- kelembagaan 1 dan 3:  Menyesuaikan batasan pemanenan dan regenerasi sumberdaya 4. Lingkungan eksternal a. Teknologi :  Teknologi eksklusi berbiaya rendah;  Waktu utnuk adaptasi dengan teknologi baru;  Rendahnya level artikulasi dengan pasar eksternal;  Perubahan perlahan pada level artikulasi dengan pasar eksternal. b. Negara ;  Kontrol pemerintah harus tidak mengurangi arti penting otoritas lokal;  Institusi sangsi eksternal yang mendukung;  Level yang tepat dari bantuan eksternal untuk mengkompensasi pengguna lokal untuk aktivitas konservasi;  Level terstruktur dari penyerahan, penyediaan, pelaksanaan, pengaturan. Kondisi kritikal untuk keberlanjutan sumberdaya umum tersebut menyoroti variabel-variabel terpenting yang telah diidentifikasi oleh ahli-ahli sumberdaya umum sebagai kritikal untuk berjalannya keberlanjutan institusi umum. Variabel-variabel di atas dapat diuji secara mendalam dalam kaitannya dengan studi independen dan kesimpulan dari ahli sumberdaya milik umum McKean, 1992. McKean 1992 mengkaji pengalaman historis dari masyarakat dalam mengelola hutan di Jepang dan mengidentifikasikan sembilan kondisi. Kesembilan kondisi tersebut adalah sebagai berikut : 1 pemilik bersama dari sumberdaya milik umum harus memiliki otonomi dalam manajemen; 2 distribusi hak-hak harus jelas 2a keadilan, 2b efisiensi ekonomi, dan 2c spesifitas produk; 3 sub kelompok kaya dan sejahtera diantara suatu masyarakat pengguna harus mendukung insitusi sumberdaya milik umum; 4 harus terdapat insentif yang rendah untuk memanen sumberdaya milik umum; 5 aturan harus mudah dilaksanakan; dan 6 monitoring dan sangsi dilakukan dengan hat-hati 6a harus dilakukan oleh kelompok itu sendiri dan 6b harus menggunakan sangsi bertingkat. McKean 1992 menyatakan bahwa sub kelompok kaya dan sejahtera diantara suatu masyarakat pengguna harus mendukung institusi sumberdaya milik umum adalah diulang dengan cara berbeda oleh dua variabel terpisah yaitu norma bersama dan saling ketergantungan antara pengguna. Kondisi variabel di atas memperjelas bahwa inovasi kebijakan dapat mempengaruhi dan mengubah kondisinya dari beberapa variabel yang dipandang oleh para ahli sumberdaya umum penting dalam manajemen sumberdaya. Eksperimen kebijakan terbaru, yang bertujuan memperbaiki manajemen lokal sumberdaya milik umum, harus memberikan perhatian terhadap konsep yang digunakan bersama yang dihasilkan oleh studi sumberdaya milik umum. Diantara pelajaran tersebut adalah keadilan alokasi manfaat dari sumberdaya milik umum; otonomi lokal untuk membuat, melaksanakan pengaturan kelembagaan- kelembagaan yang diyakini pengguna kritikal dalam mengelola sumberdayanya; mekanisme penyelesaian perselisihan berbiaya rendah dan akuntabilitas terhadap pengguna; dan insentif lokal untuk membentuk substitusinya. Faktor-faktor kondisi kritikal di atas, berhubungan dengan karakteristik sumberdaya, karakteristik kelompok, pengaturan kelembagaan-kelembagaan, dan lingkungan eksternal adalah aspek substantif dari analisis hati-hati yang dilakukan ahli hak milik umum. Keberlanjutan keberhasilan riset terhadap sumberdaya milik umum akan tergantung pada kemampuan mereka yang tertarik pada sumberdaya milik umum untuk menyelesaikan hambatan metodologis yang menghasilkan daftar faktor-faktor tersebut. Salah satu masalah penting seperti yang dibuktikan dari faktor-faktor tersebut adalah fakta bahwa kondisi yang memfasilitasi keberhasilan penggunaan sumberdaya milik bersama adalah umum. Kondisi tersebut diduga berlaku untuk semua sumberdaya dan institusi, dibandingkan terkait dengan tergantung pada aspek situasi. Sebagai ilustrasi, perhatikan dua kondisi pertama dalam kondisi kritikal di atas dalam kelas karakteristik sistem sumberdaya : ukuran kecil dan batasan yang didefinisikan dengan baik. Menurut Wade, sistem sumberdaya yang relatif kecil kemungkinan dapat dikelola lebih baik dalam pengaturan hak milik umum, dan menurut Ostrom dan Wade, sumberdaya yang batasannya didefinisikan dengan baik dapat dikelola lebih baik sebagai hak milik umum. Meskipun kondisi tersebut dapat dijadikan sebagai pernyataan umum untuk semua sumberdaya, namun pada prinsipnya adalah memungkinkan dan lebih dapat dipertahankan untuk memikirkan pertanyaan mengenai ukuran sumberdaya atau batasan definisi sebagai suatu ketergantungan, dimana pengaruh satu variabel tergantung pada kondisi variabel lainnya. Pengaruh ukuran sumberdaya dapat diargumentasikan dengan cara yang sama, juga tergantung pada variabel lainnya, dibandingkan selalu mengalir pada arah yang sama. Dibandingkan menerima pendapat bahwa sistem sumberdaya yang kecil kemungkinan lebih memiliki hubungan positif dengan keberlanjutan institusional, mungkin akan lebih kuat jika menghipotesiskan bahwa ukuran sistem sumberdaya bervariasi menurut ukuran kelompok, dan untuk sumberdaya yang lebih besar, hubungan otoritas di dalam suatu kelompok harus diatur. Tidak semua faktor adalah independen satu sama lain. Beberapa diantaranya berkorelasi secara empiris, misalnya, ukuran kelompok dan ukuran sumberdaya, atau norma bersama, saling ketergantungan antara anggota kelompok, dan keadilan dalam aturan alokasi, atau kemudahan pelaksanaan dan institusi sangsi eksternal yang suportif. Namun belum ada cara yang meyakinkan dalam menilai derajat korelasi antar faktor. Lebih lanjut, karena pengaruh dari beberapa variabel tergantung pada kondisi variabel lainnya maka pengaruh interaksional antar variabel dapat berpengaruh terhadap outcome-nya. Jika terdapat banyak variabel, tidak adanya disain riset yang mengontrol faktor-faktor yang bukan merupakan subyek investigasi maka hampir tidak memungkinkan untuk mendapatkan hasil yang baik. Jika peneliti tidak secara jelas memperhitungkan variabel yang relevan yang mempengaruhi keberhasilannya, maka jumlah kasus yang dipilih akan jauh lebih besar dibandingkan jumlah variabel. Tetapi tidak ada studi sumberdaya milik umum yang membentuk disain riset dengan secara jelas memperhitungkan variabel lain yang dipandang penting untuk keberhasilan manajemen. Faktor-faktor pada pernyataan kondisi kritikal di atas dapat membantu sebagai titik awal untuk mempostulasikan hubungan sebab akibat. Misalnya, beragam riset sumberdaya milik umum menunjukkan bahwa karakteristik monitoring dan pelaksanaan adalah variabel penting dalam menentukan apakah pengaturan kelembagaan-kelembagaan yang ada untuk mengelola sumberdaya milik umum akan bertahan. Hal ini diharapkan karena institusi hak milik umum secara tipikal bertujuan membatasi penggunaan sumberdaya, dan oleh karenanya membutuhkan pelaksanaan. Rantai sebab akibat yang komplek untuk menguji temuan ini dapat dibuat melalui tiga hipotesis yang menghubungkan beberapa faktor pada kondisi kritikal di atas dalam rantai sebab akibat, yaitu: 1. Ukuran yang kecil dari sumberdaya dan kelompok, rendahnya level mobilitas dari sumberdaya, dan rendahnya level artikulasi dengan pasar akan mendorong tingginya level saling ketergantungan antara anggota kelompok; 2. Saling ketergantungan, modal sosial, dan rendahnya level kesejahteraan mendorong batasan yang jelas untuk kelompok dan sumberdayanya; dan 3. Batasan yang jelas, kemudahan pelaksanaan, dan pengakuan hak-hak kelompok oleh pemerintah eksternal akan menghasilkan keberlanjutan kinerja institusional.

2.4. Konflik Pemanfaatan Lahan