Metoda dan Strategi Pemberdayaan

2 Pendefinisian kebutuhan: kemampuan menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi dan keinginannya. 3 Ide atau gagasan: kemampuan mengekspresikan dan menyumbangkan gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas dan tanpa tekanan. 4 Lembaga-lembaga: kemampuan menjangkau, menggunakan dan mempengaruhi pranata-pranata masyarakat, seperti lembaga kesejahteraan sosial, pendidikan dan kesehatan. 5 Sumber-sumber: kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal, informal dan kemasyarakatan. 6 Aktivitas ekonomi: kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi, distribusi, dan pertukaran barang serta jasa. 7 Re-produksi: kemampuan dalam kaitannya dengan proses pendidikan dan sosialisasi.

2.2.3. Metoda dan Strategi Pemberdayaan

Masyarakat yang kehilangan daya tidak dapat dibiarkan secara terus- menerus, mereka perlu diberdayakan, karena mereka dalam keadaan tereksploitasi dan terpinggirkan. Keadaan mereka masih mencerminkan adanya kelemahan dan kekurangan dalam: keswadayaan, kemandirian, partisipasi, solidaritas sosial, keterampilan, sikap kritis, wawasan transformatif, rendahnya mutu dan taraf hidup. Hal ini sebagai akibat sempitnya ruang gerak yang diberikan pemerintah terhadap rakyat kecil dalam melakukan pembangunan. Untuk membangun keberdayaan yang lemah dikemukakan bahwa upaya memberdayakan masyarakat dapat dilakukan melalui 3 tiga cara yaitu Kartasasmita, 1996: 1 Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang. Asumsi dasar untuk menciptakan suasana yang memungkinkan masyarakat untuk berkembang adalah bahwa setiap individu dan masyarakat memiliki potensi. 2 Memperkuat aset atau sumberdaya yang dimiliki oleh rakyat. Untuk memperkuat potensi atau daya yang dimiliki maka perlu diterapkan langkah nyata dengan menampung berbagai masukan, menyediakan prasarana dan sarana baik fisik irigasi, jalan, listrik maupun sosial pendidikan, fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat diakses oleh lapisan masyarakat paling bawah. 3 Kemampuan melindungi dan membela kepentingan masyarakat yang lemah. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah jangan sampai yang lemah bertambah lemah atau makin terpinggirkan dalam menghadapi yang kuat Priyono dan Pranaka 1996. Ife 1995 menyatakan bahwa metode pemberdayaan tidak terlepas dari kondisi dan posisi kekuasaan dalam masyarakat. Metode yang dikembangkan didasarkan pada perspektif mengenai kekuasaan yaitu: 1 perspektif pluralis, dengan perspektif ini mengisyaratkan pemberdayaan dilakukan dengan memberikan kemampuan pelajaran kepada individu-individu atau kelompok- kelompok tentang bagaimana mereka berkompetisi sesuai aturan; 2 perspektif elite, yakni kegiatan pemberdayaan dilaksanakan dengan mengembangkan kemampuan untuk dapat kerjasama dan memberikan pengaruh pada elite, membentuk aliansi dengan elite, melakukan perlawanan dan mencari untuk merubah elite; 3 menurut strukturalis, kegiatan pemberdayaan dilakukan dengan mengembangkan liberalisasi, melakukan perubahan pada landasan struktur, dan menolak adanya struktur yang tertindas; dan 4 menurut perspektif post- strukturalis yakni pemberdayaan dilakukan dengan melakukan perubahan wacana, mengembangkan pemahaman subyektif baru dan pendidikan kebebasan. Keadaan tersebut melahirkan berbagai pandangan mengenai pemberdayaan, yaitu : 1 suatu bentuk penghancuran kekuasaan atau power to no body. Didasari pada keyakinan bahwa kekuasaan telah mengasingkan dan menghancurkan manusia dari eksistensinya, maka untuk mengembalikan eksistensi manusia dan menyelamatkan manusia dari keterasingan dan penindasan kekuasaan harus dihapuskan; 2 pemberdayaan adalah pembagian kekuasaan kepada setiap orang power to every body. Pandangan ini didasarkan pada keyakinan bahwa kekuasaan yang terpusat menimbulkan pengingkaran kekuasaan dan cenderung mengalienasi hak normatif manusia yang tidak berkuasa atau yang dikuasai. Oleh karena itu, kekuasaan harus didistribusikan kepada semua orang, agar semua orang dapat mengaktualisasikan diri; dan 3 pemberdayaan adalah penguatan kepada yang lemah tanpa menghancurkan yang kuat. Pandangan ini adalah pandangan yang moderat dari dua pandangan sebelumnya. Pandangan ini merupakan antitesis dari pandangan power to no body dan pandangan power to every body. Menurut pandangan ini, power to no body adalah kemustahilan dan power to every body adalah chaos dan anarkhi. Oleh sebab itu, menurut pandangan ini, yang paling realistis adalah power to powerless. Rose 1990 menyatakan bahwa prinsip-prinsip pemberdayaan itu terdiri atas 3 tiga hal, yaitu: 1 kontekstualisme, yakni kegiatan pemberdayaan harus difokuskan pada pemahaman individukelompok sendiri terhadap kesejahteraan dirinya. Walaupun pemahaman itu sudah diserahkan kepada individukelompok, namun pihak yang diberdayakan tetap mempunyai peluang untuk dialog sehingga individukelompok ini dapat memahami realitasnya sendiri; 2 empowerment, yaitu proses dimana pemberdayaan akan mendukung individukelompok, untuk mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan kebutuhannya. Pekerjaan ini dipusatkan untuk membantu individukelompok membuat keputusan tindakan yang perlu dilakukan; dan 3 collectivity yaitu memfokuskan pada pengurangan perasaan terisolasi dan membuat hubungan dengan individukelompok yang lain Payne, 1991.

2.2.4. Bentuk Pemberdayaan yang Pernah Dilakukan di Daerah Penyangga TNGHS