penguatan kepada yang lemah tanpa menghancurkan yang kuat. Pandangan ini adalah pandangan yang moderat dari dua pandangan sebelumnya. Pandangan ini
merupakan antitesis dari pandangan power to no body dan pandangan power to every body. Menurut pandangan ini, power to no body adalah kemustahilan dan
power to every body adalah chaos dan anarkhi. Oleh sebab itu, menurut pandangan ini, yang paling realistis adalah power to powerless.
Rose 1990 menyatakan bahwa prinsip-prinsip pemberdayaan itu terdiri atas 3 tiga hal, yaitu: 1 kontekstualisme, yakni kegiatan pemberdayaan harus
difokuskan pada pemahaman individukelompok sendiri terhadap kesejahteraan dirinya. Walaupun pemahaman itu sudah diserahkan kepada individukelompok,
namun pihak yang diberdayakan tetap mempunyai peluang untuk dialog sehingga individukelompok ini dapat memahami realitasnya sendiri; 2 empowerment,
yaitu proses dimana pemberdayaan akan mendukung individukelompok, untuk mengidentifikasi
kemungkinan-kemungkinan kebutuhannya.
Pekerjaan ini
dipusatkan untuk membantu individukelompok membuat keputusan tindakan yang perlu dilakukan; dan 3 collectivity yaitu memfokuskan pada pengurangan
perasaan terisolasi dan membuat hubungan dengan individukelompok yang lain Payne, 1991.
2.2.4. Bentuk Pemberdayaan yang Pernah Dilakukan di Daerah Penyangga TNGHS
Bentuk pemberdayaan yang telah ada di daerah penyangga di Kabupaten Bogor adalah model pembangunan partisipatif melalui program Inpres Desa
Tertinggal IDT dan dimantapkan dalam program pembangunan prasarana pendukung desa tertinggal P3DT. Kemudian program tersebut disempurnakan
melalui pelaksanaan program pengembangan kecamatan PPK dan program pemberdayaan daerah mengatasi dampak krisis ekonomi PDMDKE dan
dilanjutkan dengan program jaring pengaman sosial dan pemberdayaan
masyarakat. Selain itu terdapat juga program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan multinasional dan oleh lembaga peneliti dari Jepang.
Untuk dapat melihat penjabarannya dapat dilihat sebagai berikut :
1 Program Inpres Desa Tertinggal IDT Gunawan, 1999 Program
pemberdayaan masyarakat
di daerah
penyangga mulai
dilaksanakan sejak tahun 199495, melalui program Inpres Desa Tertinggal. Program IDT pada awalnya bersifat pembangunan ekonomi sosial. Program IDT
menekankan aspek kebersamaan masyarakat lokal untuk menumbuhkan peran aktif masyarakat lokal dalam mengatasi masalah mereka sendiri. Wadah
kebersamaan tersebut diwujudkan dalam pembentukan kelompok masyarakat sebagai wadah kegiatan sosial ekonomi produktif yang dapat memberikan
tambahan penghasilan yang berkelanjutan. Bantuan langsung kepada masyarakat diberikan dalam bentuk bantuan modal bergulir dan bantuan pendampingan
melalui penyediaan tenaga pendamping dari berbagai komponen pembangunan, antara lain pendampingan khusus oleh sarjana pendamping purna waktu
Gunawan, 1999. 2 Bantuan Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal
Program pembangunan sosial ekonomi yang menekankan pendekatan wilayah dikembangkan berdasarkan pengalaman pelaksanaan program IDT.
Pendekatan wilayah dalam pelaksanaan pembangunan sosial ekonomi ini diwujudkan dalam penentuan sasaran lokasi dalam satu cluster, dimana masing-
masing unit lokasi dalam satu cluster dapat saling melengkapi upaya pengembangan wilayah. Pengembangan IDT diimplementasikan dalam program
pembangunan prasarana pendukung desa tertinggal P3DT yang merupakan pendukung
program IDT
Gunawan, 1999.
Program P3DT
yang dioperasionalkan
mulai tahun
anggaran 199596
menekankan bantuan
pembangunan prasarana dan sarana dasar yang dapat mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat lokal. Peran serta aktif masyarakat lokal dalam kegiatan
pembangunan di
tingkat lokal.
penguatan kelembagaan-kelembagaan,
pembangunan di tingkat lokal, dan pelestarian hasil pembangunan melalui pemantapan sistem pelaporan. Prinsip penguatan pembangunan yang dilaksanakan
oleh masyarakat lokal dan diwujudkan melalui wadah LKMD menjadi dasar pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana dasar sosial ekonomi, melalui
pelaporan yang tertib, perkembangan dan pelestarian pelaksanaan kegiatan hasil
pembangunan dan dampaknya dapat diketahui guna meningkatkan kapasitas masyarakat Gunawan, 1999.
3 PPK Program Pemberdayaan Kecamatan atau Program Pengembangan Kecamatan Fase Kedua Laporan Tahunan III 2004
Program Pemberdayaan Kecamatan merupakan penyempurnaan program P3DT. Program Pemberdayaan Kecamatan menekankan pentingnya mekanisme
perguliran dana bantuan langsung melalui lembaga keuangan milik masyaraat yang disebut unit pengelola keuangan UPK. Penggunaan dana bantuan melalui
PPK ini dibatasi oleh persyaratan ketat. Dana bantuan yang dimanfaatkan langsung oleh masyarakat hanya boleh digunakan untuk membiayai investasi
sosial dan ekonomi produktif. Program pengembangan kecamatan merupakan model
kelembagaan pembangunan
masyarakat yang
berkelanjutan yang
menerapkan prinsip pembangunan partisipatif. Model partisipatif mengutamakan pembangunan yang mengutamakan yang dilakukan dan dikelola langsung oleh
masyarakat lokal khususnya di pedesaan dalam wadah musyawarah pembangunan tingkat kecamatan. Setiap kecamatan mengkoordinasi 5 lima desa dengan
kriteria tertentu. Setiap kecamatan menerima 3 tiga kali dengan nilai antara Rp 500 juta hingga Rp 750 juta setiap tahun. Bantuan kepada desa yang dikoordinasi
di kecamatan ini dapat digunakan untuk membiayai investasi sosial berupa pembangunan prasarana umum, investasi ekonomi yang menghasilkan dana
bergulir, dan peningkatan kemampuan masyarakat. Dalam tahun anggaran 198899, bantuan langsung telah diprogramkan untuk 1500 kecamatan yang
meliputi 7500 desa. Unit pengelola di tingkat desa dan kecamatan perlu dibentuk untuk mengoptimalkan pengelolaan dana bantuan. Pengelolaan dilakukan sendiri
oleh masyarakat. Unit Pengelola Keuangan berperan sebagai lembaga keuangan yang dapat menampung dan mengelola berbagai bantuan dan dana yang berputar
di masyarakat. Unit Pengelola Keuangan dapat berkembang menjadi lembaga keuangan alternatif LKM milik masyarakat, dimana LKM ini merupakan embrio
lembaga keuangan dengan prinsip-prinsip perbankan yang menyelenggarakan dan menerapkan prinsip kebersamaan. Dalam perkembangan selanjutnya dapat
berbadan hukum koperasi atau berbadan hukum bank.
Prinsip-prinsip dalam menjalankan program PPK adalah transparansi, keberpihakan pada orang sejahtera, kompetisi yang sehat dan desentralisasi
pembangunan. Prinsip-prinsip tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a Transparansi adalah: Kegiatan PPK dilakukan secara terbuka diketahui oleh
masyarakat luas, dapat diikuti dan dipertanggungjawabkan. b Partisipasi yang dilakukan pada setiap tahap kegiatan melibatkan semua unsur
masyarakat secara aktif, terutama kelompok masyarakat sejahtera dan perempuan, mereka memiliki hak penuh dalam menentukan kegiatan,
pengelolaan dana, serta pengelolaan kegiatan. c Keberpihakan pada orang sejahtera; dimana orientasi setiap kegiatan ditujukan
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang kurang mampu. Setiap kegiatan selalu mempertimbangkan keberadaan orang kurang mampu mulai
dari sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan sampai pada pemeliharaan hasil kegiatan.
d Kompetisi sehat; semua warga berhak menentukan sendiri program yang terbaik untuk wilayahnya. penentuan ini berdasarkan hasil kajian atau telaah
dari berbagai alternatif pilihan. Karena keterbatasan jumlah dana, maka pengalokasian dana PPK ditentukan melalui perengkingan dan kompetisi
sehat. Program ini telah sukses pada beberapa kecamatan di Kabupaten Bogor
khususnya di Kecamatan Pamijahan dimana tingkat pengembalian modal ke unit usaha kecamatan telah mencapai lebih dari 98 pada tahun 2004, dan 97 pada
tahun 2005. 4 Beras untuk Keluarga Miskin, Gerakan Nasional Rehabilitasi Lahan dan
Hutan dan Bantuan Langsung Tunai Gunawan, 1999 Program Jaring Pengaman Sosial yang sering kali diberikan melalui
aparatur desa dan Badan Pemberdayan Masyarakat desa, merupakan pemberian bantuan langsung terhadap berbagai kegiatan yang dilakukan masyarakat dalam
upaya untuk meningkatkan kemampuan hidup masyarakat. seperti pemberian bantuan langsung Beras untuk Keluarga Miskin RASKIN untuk masyarakat
sejahtera. Program ini didasarkan atas tekanan ekonomi sebagai akibat dari meningkatnya harga bahan bakar dan beras.
Gerakan Nasional Rehabilitasi Lahan dan Hutan GNRLH bantuan lainnya dilakukan oleh sektor pertanian dan kehutanan dengan memberikan
bantuan bibit dan pemberdayaan masyarakat untuk menanam tanaman ekonomis seperti durian, mangga disamping untuk merehabilitasi lahan kritis, program ini
juga diharapkan memberikan pengaruh ekonomi pada masyarakat. Disamping itu terdapat juga Bantuan Langsung Tunai BLT, yang merupakan kompensasi dari
kenaikan harga bahan bakar kepada masyarakat langsung. Walaupun dalam kenyataannya bantuan tersebut banyak yang tidak mencapai sasaran yang
diinginkan. 5 Program pemberdayaan yang dilakukan oleh Perusahaan Geothermal
CEVRON Program pemberdayaan yang diberikan oleh perusahaan Geothermal
Chevron yang dahulunya UNOCAL merupakan bantuan langsung terhadap desa yang dipergunakan untuk mendukung kegiatan masyarakat desa dalam konteks
pendidikan. Bantuan tersebut disesuaikan dengan permintaan dari desa yang berada di sekitar perusahaan Geothermal tersebut. Sayangnya program ini tidak
memperlihatkan unsur pemberdayaan masyarakat dalam kegiatannya. karena pihak perusahaan memberikan bantuan ini hanya kepada pihak yang sangat
terbatas dan tidak memberikan insentif langsung kepada masyarakat Gunawan, 1999.
6 Model Kampung Konservasi MMK Model ini awalnya dirancang melalui fasilitasi yang dilakukan oleh JICA
Japan International Cooperation Agency untuk memperbaiki perencanaan tata guna lahan, hak atas lahan, dan pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat
yang berada di sekitar wilayah taman nasional ini. Proses perencanaan ini akan dilakukan secara partisipatif dan interaktif yang meliputi empat tahap: penilaian
situasi, merancang rencana pembangunan desa, pelaksanaan dan pemantuan, serta pengkajian dan evaluasi yang mengarah kepada penyempurnaan rancangan awal
JICA, 2006. Komponen ini terutama bertujuan untuk mencapai suatu Kesepakatan Konservasi Desa KKD, yang secara legal akan mengatur semua
akses desa terhadap sumberdaya yang ada di dalam taman nasional dan di daerah penyangganya, dan menjamin adanya bantuan dana pembangunan sebagai
imbalan atas kerjasama masyarakat dalam perlindungan taman nasional dan pelestarian keragaman hayati di lahan-lahan desa. Proses ini, yang memerlukan
persiapan dan pelaksanaannya, akan segera dimulai dan tetap dilakukan dalam setiap desa yang menjadi target di bawah pimpinan fasilitator desa bekerjasama
dengan para pemimpin formal desa dan kelompok-kelompok desa lainnya. Sementara sasaran utama kegiatan ini adalah masyarakat di sekitar taman nasional
yang hidupnya sebagian besar mengandalkan sumberdaya dari dalam taman nasional, masyarakat desa secara keseluruhan merupakan anggota KKD. Di desa-
desa letaknya berbatasan dengan Taman Nasional, kegiatannya terutama adalah menggalakkan pengelolaan hutan oleh masyarakat JICA, 2006. Tujuan umum
model ini adalah untuk mencapai kesepakatan konservasi antara masyarakat desa yang tinggal di daerah penyangga TNGHS, Pihak Pengelola TNGHS, dan
Pemerintah Daerah. Kesepakatan ini akan: a Secara resmi menyebutkan akses warga desa terhadap sumberdaya yang ada di
daerah penyangga, yang dilakukan secara lestari dan ramah lingkungan. b Menyediakan manfaat sosial dan ekonomi bagi desa-desa sebagai imbalan atas
kerjasama mereka dalam menghormati dan memelihara batas-batas resmi TNKS, melestarikan keragaman hayati di lahan-lahan desa dan di dalam
wilayah pengusahaan hutan.
2.3. Analisis Manajemen Kelembagaan 2.3.1. Model Analisis Oakerson