Dimensi dan Permasalahan dalam Pemberdayaan

Menurut Heller 1994 setiap individu tidak bisa mengembangkan kemampuan dirinya karena dalam masyarakat terjadi pembagian kerja yang semu, relasi yang subordinatif, dan ketimpangan sosial. Pemberdayaan yang menekankan pada pencerahan dan emansipasi individu tidak cukup memadai untuk memfasilitasi pengembangan kondisi sosial alternatif.

2.2.1. Dimensi dan Permasalahan dalam Pemberdayaan

Kieffer 1981 mengemukakan tiga dimensi pemberdayaan berdasarkan kompetensinya, yakni : 1 Kompetensi kerakyatan Kompetensi kerakyatan adalah kompetensi yang berhubungan dengan relasi kekuasaan antara pemerintah dan masyarakat, dimana relasi tersebut merupakan hubungan timbal balik yang memberikan rakyat sebuah kemampuan untuk dapat mengelola dirinya, sementara pemerintah hanya bersifat memfasilitasi untuk dapat meningkatkan kemampuan tersebut. 2 Kemampuan sosiopolitik Kemampuan sosial politik adalah kemampuan masyarakat untuk dapat ambil bagian dalam kehidupan sosialnya, mempunyai kemampuan dan kemandirian untuk dapat menyatakan pendapat, akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan relasi politik yang dipergunakan dalam pengambilan keputusan. 3 Kompetensi partisipatif Kompetensi partisipatif merupakan sebuah kompetensi keikutsertaan masyarakat ikut mengambil bagian dalam mendukung dan mengsukseskan program diprakarsai oleh masyarakat itu sendiri. Kompetensi ini merupakan relasi antar kekuasaan, ekonomi politik Menurut Parsons et al. 1994, pemberdayaan menurut prosesnya sedikitnya mencakup tiga dimensi: 1 Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan sosial yang lebih besar. 2 Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya-diri, berguna dan mampu mengendalikan diri dan orang lain. 3 Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan sosial, yang dimulai dari pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian melibatkan upaya- upaya kolektif dari orang-orang lemah tersebut untuk memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur-struktur yang masih menekan. Dari berbagai dimensi pemberdayaan di atas, maka terdapat permasalahan yang dihadapi dalam konteks memberdayakan masyarakat, dimana oleh sebagian dari pengambil kebijakan menggunakan nilai uang sebagai alat pemberdayaan. Sebagai contoh, banyak proyek-proyek Inpres yang tekanannya memberikan bantuan material kepada masyarakat desa justru mematikan swadaya masyarakat, bahkan sebaliknya menjadikan masyarakat menggantungkan diri kepada pemberi bantuan. Pola pemberdayaan dengan hanya memberikan bantuan uang atau bantuan proyek kepada masyarakat desa tidak akan merangsang peran serta masyarakat untuk terlibat di dalam pembangunan JICA, 2006. Dalam kasus tertentu, di dalam konsep pembangunan masyarakat, bantuan material memang diperlukan, akan tetapi yang lebih penting adalah pengembangan swadaya-self help-masyarakat untuk membangun diri sendiri. Ciri khas dari suatu kegiatan swadaya adalah adanya sumbangan dalam jumlah besar yang diambil dari sumberdaya yang dimiliki oleh masyarakat baik yang dimiliki individu maupun kelompok di dalam masyarakat.

2.2.2. Sasaran Pemberdayaan