114
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Taman Nasional Gunung Halimun Salak TNGHS merupakan kawasan hutan konservasi di Provinsi Jawa Barat dan Banten yang memiliki peranan
penting dalam mendukung kehidupan masyarakat dan ekosistem di sekitarnya. Salah satu masalah penting dalam Pengelolaan TNGHS adalah konflik lahan yang
berkaitan dengan kebijakan tata ruang tiga kabupaten di sekitarnya Kabupaten Lebak, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Bogor.
Kondisi masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar TNGHS umumnya tergolong masyarakat yang marjinal secara ekonomi. Dengan tingkat pendidikan
dan pendapatan rendah, serta sempitnya lahan pertanian yang digarap menyebabkan ketergantungan untuk memperluas lahan di dalam TNGHS cukup
tinggi. Namun di sisi lain, unsur-unsur kelembagaan masyarakat terhadap keberadaan TNGHS cukup baik, sehingga dapat dijadikan modal penting dalam
membangun kelembagaan yang mendukung kelestarian TNGHS. Hal ini ditunjukkan oleh dipahaminya kegiatan-kegiatan yang tidak boleh dilakukan di
dalam kawasan TNGHS oleh masyarakat serta banyaknya anggota masyarakat yang sudah terlibat aktif dalam kegiatan rehabilitasi lahan di dalam TNGHS.
Masyarakat umumnya tidak resisten terhadap ketersediaan teknologi dan masyarakat adaptif terhadap teknologi selama bentuk teknologi tersebut
disesuaikan dengan kondisi latar belakang pendidikan, sosial ekonomi, dan ekosistem setempat. Peran pemerintah dalam monitoring kelembagaan sudah ada,
namun dalam hal kewenangan kelembagaan ditangani di tingkat desa secara sungguh-sungguh sehingga akan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah dalam program pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan hasil analisis konflik lahan di TNGHS yang menunjukkan
bahwa konflik tersebut berasal dari ketidaksesuaian kebijakan tata ruang wilayah Kabupaten Lebak, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Sukabumi dengan kebijakan
zonasi TNGHS serta pemanfaatan lahan oleh masyarakat yang telah lama tinggal sebelum kawasan Gunung Halimun Salak ditetapkan sebagai taman nasional,
115 maka konsep pemberdayaan masyarakat secara kolaboratif menjadi alternatif
dalam penyelesaian konflik lahan di kawasan TNGHS. Konsep pemberdayaan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat
secara kolaboratif dalam pengelolaan TNGHS dapat dilakukan pada zona-zona yang memungkinkan kegiatan ekonomi terbatas dapat dilakukan. Pengelolaan
kolaboratif tersebut dibangun atas kesepakatan dua atau lebih pemangku kepentingan untuk membagi informasi, peran, fungsi dan tanggung jawab dalam
suatu hubungan dan mekanisme kemitraan partnership yang disetujui secara bersama di dalam mewujudkan sistem pengelolaan TNGHS berkelanjutan.
Konsep pemberdayaan masyarakat terkait penyelesaian konflik lahan difokuskan pada kawasan-kawasan yang tidak sesuai dan berpotensi konflik dilihat dari
aspek kebijakan antara tata ruang. Dengan demikian, walaupun di dalam kawasan TNGHS atas dasar kebijakan tata ruang masih terjadi konflik, tetapi
tidak boleh merugikan kepentingan sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar TNGHS, sehingga konsep pemberdayaan masyarakat dinilai
menjadi alternatif penyelesaian konflik lahan yang terjadi di kawasan TNGHS.
7.2. Saran