3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kota
Menurut Simonds 2003 kota adalah lanskap buatan manusia yang terjadi akibat aktivitas manusia dalam mengelola lingkungan untuk keperluan
hidupnya. Kota merupakan kawasan yang memiliki keaktifan, keanekaragaman, dan kompleksitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan lainnya
Branch, 1995. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi Undang-undang RI No. 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang. Kota merupakan lingkungan binaan yang terus tumbuh dan berkembang sehingga membutuhkan suatu kebijakan terhadap
perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ruangnya. Lanskap kota adalah gambaran dan bentuk alam dari suatu kota dengan
segala kehidupan yang ada di dalamnya, baik bersifat alami maupun buatan manusia, yang merupakan bagian atau total lingkungan hidup manusia beserta
makhluk lainnya Rahman, 1984. Struktur ruang kota adalah susunan pusat- pusat permukiman sistem jaringan prasarana dan sarana di kota yang berfungsi
sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional Permendagri No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan
RTH Kawasan Perkotaan. Tata ruang dalam lanskap kota yaitu suatu pembagian wilayah ke dalam suatu kawasan-kawasan tertentu yang mempunyai
fungsi-fungsi tertentu seperti kawasan permukiman, industri, niaga dan termasuk ruang terbuka hijau UU RI No. 26 Tahun 2007.
2.2. Permukiman Rumah Susun
Menurut Laurie 1990 rumah menjadi permukimanperumahan apabila terdiri dari kelipatannya, baik sebagai sekumpulan kesatuan yang terpisah di atas
petak-petak lahan ataupun sebagai komplek rumah gedung, kondominium, rumah susun, ataupun apartemen. Sementara itu, Undang-Undang RI Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mendefinisikan perumahan sebagai kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan.
4
Sedangkan permukiman diartikan sebagai bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan.
Peningkatan jumlah penduduk yang sangat cepat mengakibatkan kebutuhan akan perumahan dan permukiman meningkat, namun lahan yang ada
sangat terbatas. Semakin terbatasnya ketersediaan lahan untuk pembangunan perumahan dan permukiman, pembangunan rumah susun merupakan salah satu
solusi dalam penyediaan hunian secara vertikal dengan memanfaatkan lahan secara efektif dan efisien. Undang-undang No.16 Tahun 1985 tentang Rumah
Susun menyebutkan bahwa rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang
distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan
secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Berdasarkan Kebijakan dan
Rencana Strategis Pembangunan Rumah Susun di Perkotaan Tahun 2007, pembangunan rumah susun bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan rumah
susun layak huni dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan menengah-
bawah di kawasan perkotaan, sehingga akan berdampak pada :
1 Peningkatan efisiensi penggunaan tanah, ruang dan daya tampung kota; 2 Peningkatan kualitas hidup masyarakat berpenghasilan menengah-bawah
dan pencegahan tumbuhnya kawasan kumuh perkotaan; 3 Peningkatan efisiensi prasarana, sarana dan utilitas PSU perkotaan;
4 Peningkatan produktivitas masyarakat dan daya saing kota; 5 Peningkatan pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat
berpenghasilan menengah-bawah; 6 Peningkatan penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi.
2.3. Prinsip Dasar Pembangunan Rumah Susun