Kebijakan Perberasan TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beras sebagai Komoditas Pangan Pokok

10 4 80 perdagangan beras dikuasai oleh enam negara yaitu; Thailand, Amerika Serikat, Vietnam, Pakistan, China, dan Myanmar. Oleh karena itu pasar beras internasional tidak sempurna, harga beras akan ditentukan oleh kekuatan oligopoli tersebut. 5 Indonesia merupakan negara net importir terbesar beras pada periode 1997- 1998 yaitu sekitar 31 dari total beras yang diperdagangkan dunia. 6 Hampir banyak negara Asia, memperlakukan beras sebagai wage goods dan political goods. Pemerintah akan goncang apabila harga beras tidak stabil dan tinggi.

2.2. Kebijakan Perberasan

Beras merupakan komoditas strategis, sehingga kebijakan perberasan menjadi penentu kebijakan pangan nasional dalam pemenuhan hak pangan dan kelangsungan hidup rakyat. Kebijakan perberasan juga merupakan bagian penting kebudayaan serta penentu stabilitas ekonomi dan politik Indonesia. Hampir semua pemerintah di dunia, baik di negara berkembang maupun negara maju, selalu melakukan kontrol dan intervensi terhadap komoditas pangan strategis seperti beras untuk ketahanan pangan dan stabilitas politik. Adapun kebijakan perberasan di Indonesia terdiri dari: 1 Kebijakan Peningkatan Produksi PadiBeras Untuk memenuhi kebutuhan akan beras maka pemerintah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi padi dalam negeri. Upaya meningkatkan produksi padi telah dilakukan sejak awal kemerdekaan Indonesia. Secara ringkas perubahan kebijakan peningkatan produksi padi dapat dilihat pada Tabel 4. 11 Tabel 4. Program Peningkatan Produksi Padi dan Paket Teknologi Anjuran Program Tahun Hard Technology Soft Technology Evaluasi Padi Sentra 1959 Varietas Si gadis, Jelita, Dara dan Bengawan Komando Operasi Gerakan Makmur Tidak berhasil, kurang partisipasi petani Bimbingan Masal 1965 Varietas Si Gadis, Jelita, Dara dan Bengawan Perbaikan kelembagaan dan kredit Varietas unggul meluas Intensifikasi Masal 1968 Pengenalan varietas PB5 dan PB8 IRRI Sama dengan padi sentra, tanpa kredit Gagal karena masalah pendanaan Bimas Gotong Royong 1969 Penggunaan varietas PB5 dan PB8 Penguatan kelembagaan modal swasta Munculnya Koperasi Unit Desa KUD Supra Intensifikasi Khusus 1987 Sapta Usahatani Penguatan kelompok tani Kurang berhasil, produksi stagnan SUPTA 1995 Varietas Cibodas dan Membramo Diversifikasi pertanian Tidak Berhasil INBIS 1997 Varietas Cibodas dan Membramo Pendampingan Petani Gagal karena El Nino Gema Palagung 1998 Sapta Usaha Tani Kredit Usaha tani KUT Kurang berhasil, kredit macet Corporate Farming 2000 Varietas Cibodas dan Membramo Konsolidasi Petani sehamparan Gagal karena kesalahan persepasi petani Proyek Ketahanan Pangan 2000 Varietas Cibodas dan Membramo Bantuan dana langsung Kurang berhasil, petani sulit dimonitor Pengelolaan tanaman dan Sumberdaya Terpadu 2001 Perpaduan Sumberdaya Kelompok usaha agribisnis dan penguatan modal Kurang berhasil, tekanan kerjasama luar negeri Program Peningkatan Beas Nasional 2007 Bantuan benih, Pupuk bersubsidi, pupuk organik, perbaikan irigasi Pengendalian OPT, manajemen pasca panen dan kelembagaan Berhasil meningkatkan produksi 2,6 juta ton Sumber: Pratiwi 2008 12 Melalui berbagai kebijakan tersebut, produksi padi nasional terus mengalami peningkatan akibat peningkatan produktivitas dan luas areal panen. Peningkatan itu mencapai puncaknya pada tahun 1984 pada saat Indonesia berswasembada beras. 2 Kebijakan Harga Beras Harga-harga komoditas pertanian memegang peranan penting baik secara ekonomi maupun politik karena mempunyai pengaruh yang besar bagi pendapatan petani dan kesejahteraan konsumen. Telah banyak upaya dilakukan pemerintah dalam meningkatkan produksi pertanian dan sekaligus memperbaiki tingkat kesejahteraan petani melalui berbagai macam program intensifikasi dan ekstensifikasi, namun berdasarkan pengalaman selama ini, bagaimanapun bagusnya konsep-konsep yang mendasari semua program tersebut, selama harga jual yang diterima petani tidak turut diperbaiki oleh pemerintah, usaha-usaha pemerintah tersebut tidak akan membawa hasil yang optimal. Rangsangan ekonomi dalam bentuk tingkat harga yang menguntungkan merupakan faktor paling penting bagi petani untuk meningkatkan produksinya, seperti juga yang berlaku bagi setiap produsen disektor lainnya. Petani pada akhirnya akan merasa tidak ada untungnya memperluas lahan garapan, menerapkan teknologi baru dan menggunakan pupuk berkualitas baik apabila semua hal tersebut tidak menambah penghasilan netonya Tambunan, 2003. Untuk memberikan jaminan pada para petani bahwa hasil produksinya akan dibeli pada harga yang ditetapkan pemerintah atau perusahaan yang telah ditunjuk, pemerintah mengeluarkan kebijakan harga dasar gabah dan beras floor price. Kebijakan ini juga berfungsi sebagai insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi. 13 Penetapan harga dasar gabah, sudah dilakukan sejak 1969. Pemerintah menunjukan perhatian yang besar untuk dapat merangsang produksi. Dampak positif ini terlihat bahwa kenaikan produksi beras selama tiga pelita dicapai karena peran insentif harga dasar dan harga pupuk serta pestisida sebesar 40. Sedangkan faktor-faktor yang lain seperti benih unggul, irigasi dan pengetahuan dari petani secara bersama-sama menyumbang sebesar 60 bagi kenaikan produksi padi Amang dan Sawit, 1999. Melalui Impres No.9 Tahun 2002, pemerintah dengan sangat halus merubah istilah Harga Dasar Gabah HDG menjadi Harga Dasar Gabah Pembelian Pemerintah HDPG atau lebih dikenal dengan Harga Pembelian Pemerintah HPP. Perubahan ini sekilas tidak terlalu berbeda, akan tetapi sebenarnya sangat mendasar. Dengan kebijakan HPP pemerintah hanya menjamin harga gabah pada tingkat tertentu dilokasi yang telah ditetapkan, tidak lagi menjamin harga gabah minimum di tingkat petani. HPP berlaku di gudang Bulog, bukan di tingkat petani sebagaimana kebijakan HDG, sehingga tidak lagi memberikan insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi padi Pratiwi, 2008. Untuk melindungi konsumen, pemerintah Bulog menetapkan harga eceran tertinggi lokal. Untuk memenuhi permintaan pada suatu saat dan pada suatu tempat, Bulog melakukan penyebaran persediaan di seluruh Indonesia. Orientasi Bulog dalam distribusi pangan adalah harga, sesuai dengan tugas pokok Bulog untuk menstabilkan harga. Penyediaan persediaan pangan oleh Bulog memiliki tujuan yaitu menjaga variasi harga antar musim dan antar tempat Amang dan Sawit, 1999. 14 Bentuk price policy yang lain pada beras yang masih berlaku hingga kini adalah Operasi Pasar Murni OPM dan Operasi Pasar Khusus OPK. OPM merupakan bagian dari general price subsidy yang digunakan pada saat harga beras terlalu tinggi akibat excess demand di pasar. OPM dilakukan dengan cara pemotongan harga sekitar 10 – 15 di bawah harga pasar. Sedangkan OPK merupakan implementasi dari targeted price subsidy. Tujuan awal dari OPK adalah penyaluran bantuan pangan pada masyarakat miskin yang rawan pangan saat krisis tahun 1998 akibat tidak efektifnya OPM. OPK masih terus dilakukan Bulog hingga sekarang dengan target masyarakat miskin. Tahun 2002, OPK diubah namanya menjadi Raskin Beras untuk Keluarga Miskin. Program Raskin juga masih terus dilakukan sebagai salah satu jaring pengaman sosial yang volumenya semakin meningkat dari tahun ke tahun karena adanya kecenderungan kenaikan harga beras di tingkat konsumen Pratiwi, 2008. 3 Kebijakan Impor Kebijakan impor bertujuan untuk menekan jumlah dan mengurangi tingkat ketergantungan impor beras Indoesia. Kebijakan impor diimplementasikan melalui dua instrumen pokok yaitu hambatan tarif dan restriksi nontarif. Adanya liberalisasi pertanian pada tahun 1998 diwujudkan dengan menghapus berbagai instrumen kebijakan, diantaranya dengan pencabutan monopoli impor beras oleh Bulog pada akhir tahun 1999 dan impor terbuka bagi siapa saja, serta adanya pembebasan bea masuk impor, sehingga mendorong banjirnya impor beras. Hal ini menyengsarakan petani Indonesia, terutama petani kecil. Pada tahun 2000, pemerintah melakukan kebijakan protektif dengan menetapkan tarif impor spesifik sebesar Rp 430kg 30 ad volarem. Nilai tarif ini ternyata lebih kecil dari tariff line yang telah dicatatkan di WTO yaitu sebesar 15 40, kacuali untuk beras bound rate 160 dan gula 95 untuk periode 1995- 2004. Kemudian nilai tarif tersebut dikoreksi kembali pada akhir tahun 2004 menjadi sebesar Rp 450Kg yang berlaku mulai awal 2005. Ternyata pengenaan tarif spesifik tersebut tidak efektif mengangkat harga beras dalam negeri dan justru mendorong terjadinya penyelundupan beras ke Indonesia Pratiwi, 2008. Sebagai alternatif dari kebijakan tarif, pemerintah menerapkan kebijakan pengaturan impor beras berdasarkan kepmen Perindag No. 9MPPKep12004 yang mengatur pelarangan impor beras satu bulan sebelum dan dua bulan setelah panen raya, sehingga beras impor dilarang masuk ke wilayah Indonesia pada bulan Januari-Juni, dan pada periode di luar panen raya beras impor dapat masuk dengan pengaturan jumlah, tempat pelabuhan, kualitas dan waktu. Proteksi non tarif juga dilakukan melalui quota tarif dan pengawasan jalur perdagangan. 4 Kebijakan Distribusi Kebijakan distribusi bertujuan untuk menjamin ketersediaan pangan sepanjang tahun secara merata dan terjangkau di seluruh lapisan masyarakat. Distribusi beras mutlak diperlukan dalam menjaga ketahanan pangan karena beras memiliki ciri membutuhkan waktu dalam penyediaannya. Lag penyediaan beras terjadi karena produksi padi sangat tergantung musim tanam. Karena itu pada bulan-bulan tertentu, terutama pada musim panen raya Februari-Mei, pasokan beras melimpah. Sedangkan pada musim paceklik Agustus-September pasokan beras cenderung berkurang, bahkan sering terjadi kerawanan pangan pada daerah- daerah tertentu. Persediaan beras antar daerah tidak merata karena kemampuan produksi antar wilayah tidak sama. Sehingga pengaturan distribusi pangan yang baik sasngat diperlukan. 16 Proses distribusi beras di Indonesia dilakukan dengan dua cara yaitu melalui Bulog dan mekanisme pasar. Bulog hanya menguasai sekitar 10 market share beras, sedangkan sisanya melalui mekanisme pasar. Bulog hanya berperan sebagai stabilisator harga untuk pengadaan beras dalam negeri, bukan sebagai penentu harga pasar beras secara keseluruhan. Pembelian gabah secara nasional bertujuan memberikan harga yang wajar pada petani terutama pada saat panen raya melalui HPP, sebagai sumber pengadaan dalam negeri. Kemudian gabah dan beras hasil pengadaan dalam negeri akan menjadi persediaan yang tersimpan dalam gudang-gudang Divre di seluruh tanah air sebagai Cadangan Beras Pemerintah CBP sebesar 1-1,5 juta ton buffer stock yang dapat digunakan pemerintah sebagai sumber bantuan sosial, operasi pasar, keperluan darurat dan suplai pasar tertentu. Untuk menjaga kualitas dan kuantitas CBP, pemerintah menugaskan Bulog untuk mendistribisikannya kepada keluarga miskin melalui Raskin. Dibandingkan dengan jumlah konsumsi total, besarnya CBP tersebut belum merepresentasikan pengaruh Bulog terhadap distribusi beras dalam negeri. Sebagian besar distribusi beras di Indonesia lebih dari 90 melalui mekanisme pasar.

2.3. Revitalisasi Pertanian