35 Pada Gambar 5 terlihat bahwa OQ0 adalah jumlah produksi yang dijual
dan akan dibeli oleh konsumen bila tidak diberlakukan harga atap Pc. Disini terlihat bahwa Pc lebih tinggi dari Pm. Bila tidak diberlakukan harga atap, maka
perbedaan Pc dan Pf akan semakin tinggi. Bila diberlakukan harga atap, maka jumlah produksi yang dijual adalah sebesar OQ1, pada saat itu harga pasar Pm
melebihi harga dasar. Agar harga atap tersebut berfungsi pada posisi Pm, maka pemerintah perlu menjual stock sebesar Q1Q2. Dengan demikian situasinya
adalah sebagai berikut; komoditi pertanian yang berada di pasar sebesar OQ2 yang terbeli pada harga pasar yang terdiri dari produksi yang dijual produsen
sebesar OQ1 dan yang disuplai oleh pemerintah sebesar Q1Q2.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Saat ini dunia sedang mengalami krisis keuangan global, karena itu sebagian negara di dunia mengalami krisis pangan. Bahkan pada tahun
20072008 terjadi lonjakan harga komoditas, baik di pasar domestik maupun internasional. Harga beras di Thailand bahkan melambung hingga 800 dollar AS
per ton, beras Vietnam mencapai 600 dollar AS per ton. Begitu pula beras China, India, dan Pakistan turut melonjak. Lonjakan harga komoditas memicu ketakutan
di negara-negara pengekspor beras. China, India dan Pakistan bahkan menghentikan ekspor sementara waktu. Akibatnya suplai beras ke pasar dunia
merosot. Melihat gejala buruk itu, pemerintah Indonesia berkomitmen
meningkatkan produksi tanaman beras, jagung dan kedelai Kompas, Desember 2008
Untuk menjaga ketahanan pangan, saat ini pemerintah Indonesia mengupayakan sawasembada beras, karena swasembada pangan bagi negara
Indonesia dapat diartikan juga sebagai swasembada beras, karena beras
36 merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Perlu
diingat bahwa sejak munculnya Undang-Undang No.12 tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman, sejak itu tidak ada lagi kemampuan pemerintah mengontrol
budidaya pertanian. Petani bebas memilih komoditas apa yang akan mereka tanam tanpa ada tekanan atau paksaan untuk menanam komoditas tertentu yang
diinginkan pemerintah. Sejak itu impor beras terus meningkat dan puncaknya tahun 1999, dimana impor beras mencapai 4,7 juta ton atau tertinggi sepanjang
sejarah Indonesia. Melalui Undang-Undang itu pula, era liberalisasi budidaya pertanian dimulai, karena tidak ada kendali pemerintah atas usaha tani. Satu-
satunya faktor yang menjadi acuan petani memilih komoditas yang akan mereka tanam adalah faktor keuntungan.
Dalam rangka memberikan insentif kepada petani untuk menanam padi, pemerintah menaikan harga pembelian pemerintah untuk gabah dan beras, baik di
tingkat petani maupun usaha penggilingan, dengan begitu diharapkan keuntungan petani meningkat dan muncul kegairahan untuk menanam padi. Hasil yang
diperoleh, luas tanam padi musim hujan periode Oktober 2007-Maret 2008 mencapai 7,86 juta hektar atau 3,4 diatas pencapaian luas tanam pada periode
sama 20062007 Kompas, Desember 2008. Produktivitas sawah Indonesia sekarang ini menduduki peringkat ketiga
dunia, setelah China dan Vietnam, yaitu sebesar rata-rata 4,6 tonha. Sementara itu negara Thailand yang telah berhasil mengekspor beras, tingkat produktivitasnya
hanya sebesar 3 tonha. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa faktor yang kurang mendukung produktivitas sawah di Indonesia diantaranya, suplai pupuk
tahun 20072008 nyaris tanpa perubahan. Kelangkaan pupuk urea terjadi dimana- mana sehingga banyak petani yang kesulitan mendapatkan pupuk. Akibatnya
37 banyak tanaman padi milik petani yang terlambat dipupuk sehingga
pertumbuhannya tidak optimal. Dari 5,8 juta ton kebutuhan pupuk urea, pemerintah hanya mampu mengalokasikan 4,3 juta ton pada musim tanam 2008
kompas, Desember 2008. Selain itu faktor perubahan iklim yang tidak menentu juga dapat menghambat produktivitas. Selain hambatan dari faktor-faktor yang
mempengaruhi produktivitas, tingginya laju konversi lahan pertanian ke non- pertanian, serta minimnya infrasrtruktur irigasi dan waduk juga akan menghambat
swasembada beras di Indonesia. Dengan beberapa faktor yang kurang mendukung diatas, hingga saat ini
masih ada komitmen yang kuat terutama dari pemerintah untuk swasembada beras. Untuk itu dalam penelitian ini akan menguraikan perkembangan produksi
dan konsumsi beras di Indonesia dalam kurun waktu 37 tahun terakhir. Setelah itu akan diduga faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan konsumsi beras di
Indonesia. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model persamaan simultan. Setelah melakukan identifikasi dan evaluasi model, akan dilakuakan
analisis untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan konsumsi beras di Indonesia.
Tahap selanjutnya dalam penelitian ini adalah melakukan proyeksi produksi dan konsumsi beras dalam negeri, dalam lima tahun ke depan 2009-
2013. Parameter elastisitas yang diperoleh dari pendugaan model produksi dan konsumsi beras di Indonesia, digunakan untuk membuat proyeksi produksi dan
konsumsi beras untuk lima tahun kedepan. Setelah itu akan dianalisis implikasinya terhadap swasembada beras di Indonesia. Hasil yang diperoleh
diharapkan dapat menjadi input dalam perencanaan dan pengambilan keputusan pemerintah dalam rangka pencapaian swasembada beras di Indonesia.
38 Gambar 6. Bagan Alur Kerangka Pemikiran Operasional
Masalah kerawanan pangan dan ketahanan pangan
Diperlukan upaya swasembada pangan
Dunia
Beras merupakan komoditas pangan utama
penduduk Indonesia Diversifikasi
pangan Masih sulit
diterapkan Ketersediaan
beras dunia terus
menyusut Program
swasembada beras
Pendugaan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan
konsumsi beras di Indonesia Persamaan Simultan dengan
metode pendugaan 2SLS
Diperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan
konsumsi beras di Indonesia serta parameter elastisitasnya
Hasil dan implikasi terhadap pencapaian swasembada beras di Indonesia
Perkembangan produksi dan konsumsi beras di Indonesia
Metode analisis deskriptif
Keterangan : : Dianalisis
: Tidak dianalisis Proyeksi produksi dan
konsumsi beras di Indonesia tahun 2009-2013
39
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian