Keberadaan TPA dinilai lebih banyak menimbulkan kerugian terutama bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya . Di samping itu, TPA Bantargebang masih
lebih diposisikan sebagai aset atau fasilitas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang hanya berfungsi melayani kebutuhan masyarakat service center dalam hal
pengolahan akhir sampah dan kurang memperhitungkan manfaat atau nilai tambah added value yang dapat dihasilkan dari sampah.
Berdasarkan kondisi saat ini penerapan teknologi yang digunakan yang awalnya menggunakan teknologi sanitary landfill yang benar ternyata dalam
operasionalisasinya masih tetap menimbulkan masalah seperti gas yang dapat mencemarkan udara. Apalagi bila dalam operasionalnya sanitary landfill telah
bergeser menjadi open dumping, membuang sampah tanpa mengolah, dapat berdampak negatif seperti air lindi yang akan menimbulkan bau tidak enak dan
menjadi tempat berkembangnya bibit penyakit. Berdasarkan permasalahan
tersebut maka pertanyaan kajian adalah “ Bagaimana rumusan strategi pengelolaan sampah pada Tempat Pembuangan Akhir Bantargebang di
Kabupaten Bekasi ?”.
1.3. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan pertanyaan penelitian yang telah disebutkan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengevaluasi kinerja pengelolaan TPA Bantargebang.
2. Merumuskan strategi dan program yang dapat digunakan oleh Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta dalam pengelolaan TPA Bantargebang.
1.4. Manfaat Penelitian
Dari kajian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi Pemerintah Daerah dalam pengelolaan sampah kota. Selanjutnya hasil penelitian ini
diharapkan menjadi masukan bagi Pemerintah Daerah DKI Jakarta dan Dinas Kebersihan DKI Jakarta serta UPT di Bantargebang sebagai pengelola kebersihan
dalam pengambil dan penentuan program yang berkaitan dengan persampahan di masa-masa yang akan datang.
1.5. Batasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Provinsi DKI Jakarta, khususnya pada Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta dan Tempat Pembuangan Akhir TPA
sampah Bantargebang di Bekasi yang dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis UPT yang berada di bawah Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2008 sampai dengan Februari 2009, melalui: 1 observasi lapangan, 2 Focuss Group Discussion FGD, dan 3
wawancara tidak terstruktur dengan para pemangku kepentingan stakeholders dalam pengelolaan sampah DKI Jakarta dan TPA Bantargebang.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Nilai Ekonomi Pengelolaan Sampah
Sampah dan pengelolaannya kini menjadi masalah yang mendesak di kota- kota di Indonesia, sebab bila tidak dilakukan penanganan yang baik akan
mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan dan berbagai dampak negatif lainnya. Penanganan sampah yang menjadi andalan kota-kota
adalah dengan penimbunan pada sebuah Tempat Pembuangan Akhir TPA. Tempat Pembuangan Akhir TPA Bantargebang, Bekasi merupakan aset
milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan satu-satunya TPA bagi seluruh pembuangan sampah dari DKI Jakarta. Semakin meningkatnya volume sampah
yang dibuang ke TPA tersebut akan memperpendek usia pemanfaatannya. Berdasarkan kondisi saat ini yang terjadi dalam pengelolaan sampah yang
diproduksi di DKI Jakarta tiap harinya 6000 ton per hari dan sekitar 4000 ton per hari dibuang ke TPA Bantargebang, Bekasi dan melihat produksi sampah yang
dihasilkan cukup besar maka harus di imbangi dengan pengeloaan yang optimal karena masalah persampahan sebagai akibat dari pertambahan penduduk sehingga
menuntut peningkatan pola pengelolaan sampah yang lebih baik dan profesional yang akan menghasilkan potensi maupun nilai ekonomi yang tinggi dalam
pengelolaan sampah yang ada. Nilai ekonomi pengelolaan sampah pada umumnya berasal dari dua sektor
yaitu sektor formal dan sektor informal dimana sektor formal adalah nilai ekonomi yang dikelola oleh pemerintah dan sektor informal adalah sektor nilai
ekonomi yang dikelola oleh pemulung dan pengumpul sampah. Hal yang menarik adalah dimana pada satu sisi sektor informal ini memiliki peran penting dalam
pengelolaan sampah, disisi lain pemulung memilah sampah yang organik dan anorganik yang mempunyai nilai ekonomis dari tumpukan sampah, TPS sampai
ke TPA Bantargebang. Namun dilain pihak pengelola sampah dari lembaga pemerintah melihat
pemulung sebagai penghambat dalam operasional pengelolaan sampah padat modern yang efisien. Padahal pekerjaan pemulung dalam hal ini mempunyai nilai
ekonomi yang dapat diharapkan menjadi sumber penghidupan bagi pemulung dan masyarakat disekitar TPA Bantargebang. Sedangkan nilai ekonomi sampah di
TPA Bantargebang dari sektor informal berasal dari penjualan ulang dari bahan- bahan yang dapat diolah kembali. Pada umumnya sampah-sampah yang di
produksi di DKI Jakarta yang dibuang ke TPA Bantargebang Bekasi, memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi terutama bahan-bahan yang dapat di daur ulang
yang kemudian ditawarkan kembali ke industri-industri yang membutuhkannya. Potensi nilai ekonomi yang diperoleh dari beberapa pengumpul sampah
yang dapat di daur ulang seperti kertas, karbon, plastik, besi tua, kaca, alumunium dan karung yang masing-masing mempunyai nilai jual per kg nya cukup baik
yang akan disetorkanpada sentra penjualan sampah. Semua sentra penjualan sampah tersebut menjadi aset yang sangat potensial secara ekonomi bagi
masyarakat di sekitar TPA Bantargebang, Bekasi. Dengan melihat jumlah sentra penjualan sampah diatas berarti sentra tersebut juga menyerap tenaga kerja
informal yang cukup besar terutama di tiga desa di TPA Bantargebang, yang cukup besar memberikan andil dan kontribusi dalam pengelolaan dan
pemanfaatan sampah di Kabupaten Bekasi.
2.2. Pengertian Sampah