Pemilihan Responden Jalan Jalan Permanen Jalan Kerja

3. Penelitian lapangan, dilakukan dengan observasi langsung pada objek penelitian yaitu lokasi Tempat Pembuangan Akhir TPA Bantargebang. 4. Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara membaca, mengutip baik secara langsung maupun tidak langsung dari bukubuku, literatur-literatur yang bersifat ilmiah dan berhubungan langsung dengan topik yang diteliti maupun referensi data dari objek yang diteliti.

3.5. Pemilihan Responden

Responden yang dipilih adalah pihak-pihak yang dianggap pakar dalam pengelolaan sampah. Pengertian pakar disini adalah pihak-pihak yang mengerti benar tentang pengelolaan sampah. Dengan perkataan lain, pemilihan responden dalam penelitian ini dilakukan secara purposive. Responden adalah wakil dari tiap-tiap stakeholder yang terkait langsung dengan pengelolaan sampah di Kota Jakarta, yaitu pemerintah, pakar dan masyarakat, dengan kriteria sebagai berikut : 1 Pemerintah a. Ir. Iwan Hendri Wardana, Kepala Seksi Penyusunan Program pada Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta. b. Kosasih, Pejabat pada Dinas Kebersihan DKI Jakarta. c. Ir. Nunu K, Kepala Bagian Sub Dinas Kebersihan Dinas Kebersihan DKI Jakarta. 2 Masyarakat a. Masyarakat peduli lingkungan di Desa Ciketing Udik. b. Masyarakat peduli lingkungan di Desa Cikiwul. c. Masyarakat peduli lingkungan di Desa Cikiwul Sumur Batu.

3.6. Metode Analisis Data

3.6.1. Evaluasi kinerja

Sampah dan pengelolaannya kini menjadi masalah yang mendesak di kota- kota di Indonesia, sebab bila tidak dilakukan penanganan yang baik akan mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan dan berbagai dampak negatif lainnya. Penanganan sampah yang menjadi andalan kota-kota adalah dengan penimbunan pada sebuah Tempat Pembuangan Akhir TPA. Ada beberapa pengukuran indikator dalam pengelolaan sampah di TPA Bantargebang antara lain masih belum terlaksananya SOP Sanitary Landill, aspek kelembagaannya, aspek teknisnya, aspek keuangannya, penerapan teknologinya serta peran serta masyarakatnya dalam pengelolaan sampah. Dalam pengelolaan TPA Bantargebang pada awal pengoperasiannya tahun 1989 menggunakan teknologi sanitary landfill dalam perjalanan waktu dalam operasionalnya tidak menerapkan teknologi yang telah ditentukan yang seharusnya melalui tahapan antara lain penimbangan, pembongkaran sampah, penyebaran sampah, pemadatan sampah, penutupan sampah daily cover, intermediate cover, final cover, pengolahan air sampah IPAS, pemasangan ventilasi gas, penghijauan, pengendalian dampak lingkungan, penyemprotan lalat pest control, pemeliharaan dan perawatan kantorgedung, pos dan jembatan timbang, jalan operasional serta drainasesaluran, penerangan jalan umum, dan pagar. Aspek kelembagaannya institusilembaga dalam sistem pengumpulan dan pengangkutan sampah perlu adanya bentuk badan pengelola sebaiknya suku dinas tersendiri yang terpisah dari Dinas Kebersihan sehingga dapat bekerja secara optimal dan lebih fokus dan selanjutnya dikembangkan menjadi bentuk perusahaan daerah serta mempunyai wewenang dan tanggungjawab yang jelas dan dilengkapi fasilitas yang memadai. Aspek Teknis belum berjalan baik masyarakat yang dilayani dalam sistem pengumpulan, jumlah sampah kota yang dikumpulkan setiap hari, efisiensi kendaraan, yang diukur dalam masyarakat yang dilayani per kendaraan dalam jumlah m3 per kendaraan per hari serta jarak pengangkutan ke lokasi yang terlalu jauh dari TPS-TPS yang ada di DKI Jakarta menuju TPA Bantargebang sebagai pembuangan Akhir sampah, oleh karena itu Pemerintah Daerah DKI Jakarta untuk lebih mempriotaskan mobilisasi pengangkutan. Aspek keuangan masih dibutuhkannya pembiayaan untuk pengelolaan sampah yang sangat besar sementara terbatas kemampuan keuangan pemerintah daerah perlu adanya mengoptimalkan pengelolaan retribusi pelayanan persampahan dengan sendirinya akan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah PAD yang dapat memberikan kontribusi yang diharapkan bagi kemampuan keuangan daerah secara umum. Perlu peran serta masyarakatnya dalam pengelolaan sampah karena selama ini pola pendekatan kepada masyarakat masih kurang optimal terutama dalam program-program yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dimana tidak ada keterlibatan masyarakat dalam penentuan program-program yang terkait dengan pengelolaan sampah, dalam hal ini perlu melihat dari struktur masyarakatnya yang heterogen dan kompleks dengan pendekatan melalui pendekatan institusional dan kelembagaan yang ada seperti LKMD, RW dan RT.Masyarakat diharapkan ikut serta, kerena hasil pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama-sama dengan masyarakat adalah untuk kesejahteraan masyarakat itu sendiri.

3.6.2. Perumusan Strategi SWOT

Untuk merumuskan kebijakan dalam pengelolaan TPA Bantargebang, dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT. Penggunaan matriks SWOT dilakukan untuk memformulasikan atau mengembangkan berbagai pilihan strategi untuk pengelolaan TPA. Tahapan teknik analisis data dalam penelitian ini dengan pengolahan Identifikasi masalah dalam pengelolaan TPA Bantargebang, menggunakan analisis faktor lingkungan internal dan eksternal terhadap TPA Bantargebang, dilakukan melalui pengamatan serta wawancara mendalam dengan para pakar, kemudian diperkuat dengan mempelajari beberapa referensi yang berkaitan dengan pengelolaan TPA. Data diolah dengan menggunakan matrik SWOT dalam pengelolaan TPA, sehingga diperoleh empat skenario strategi pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir TPA Bantargebang, yaitu: 1. Skenario Strategi Strength-Opportunity SO adalah penggabungan atau pencocokan antara faktor internal kekuatan dengan faktor eksternal peluang dengan cara menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang dengan alternatif strategi, antara lain peningkatan anggaran dan perbaikan teknologi, optimalkan komitmen DKI, Optimalkan sarana transportasi, optimalkan bisinis daur ulang. 2. Skenario Strategi Weakness-Opportunity WO adalah penggabungan atau pencocokan antara faktor internal kelemahan dengan faktor eksternal peluang dengan cara meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang, antara lain Tingkatkan sarana prasarana, penguatan kelembagaan. 3. Skenario Strategi Strength-Threats ST penggabungan atau pencocokan antara faktor internal kekuatan dengan faktor eksternal ancaman dengan cara menggunakan kekuatan untuk mengatasi acaman, antara lain optimalkan SDM, optimalkan komitmen pemprov DKI Jakarta untuk mewujudkan tata ruang. 4. Skenario Strategi Weakness-Threats WT adalah merupakan pencocokan atau kombinasi antara faktor internal kelemahan dengan faktor eksternal ancaman dengan cara meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman antara lain memperlancar sarana pengangkutan sampah, Optimalkan sosialisasi untuk mengurangi konflik di sekitar TPA dan penguatan kelembagaan. IV. GAMBARAN WILAYAH

4.1 Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah Bantargebang

Kawasan Unit Pelaksanaan Teknis UPT Tempat Pembuangan Akhir TPA Bantargebang, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat. Terletak 13 Km sebelah Selatan Kota bekasi atau berkisar 2 km dari jalan raya Bekasi-Bogor. TPA Bantargebang menempati lahan seluas Kurang Lebih 108 Ha yang tersebar di wilayah tiga desa, yakni: 1. Desa Ciketing Udik Bagian selatan lahan dengan Luas Total 343.340 ha, 2. Desa Cikiwul Bagian barat dan utara lahan dengan luas total 343.700 ha, 3. Desa Cikiwul Sumur batu Bagian Timur dan utara lahan , dengan luas total 68.955 ha Tata guna lahan lokasi TPA Bantargebang pada awalnya merupakan areal perumahan yang terpisah, tanah garapanpersawahan, jalan-jalan kecil, perkuburan, ladang-ladang tanaman serta daerah genangan air.

4.1.1. Kondisi Klimatologi

Kecamatan Bantargebang terletak di daerah tropis yang mengalami musim hujan dan musim kemarau dengan jumlah bulan yang bervariasi setiap tahun. Kecamatan ini mempunyai pola curah hujan yang mendekati Kota Jakarta, karena jarak keduanya yang relatif cukup dekat. Berdasarkan data curah hujan, maka pada kecamatan bantargebang akan terdapat: 1. Empat bulan musim kering, yaitu Juni sampai dengan September, 2. Empat bulan normal, yaitu bulan Oktober, November, April dan Mei, 3. Empat bulan musim basah, yaitu bulan Desember, Januari sampai dengan Maret. Kondisi iklim, kecamatan bantargebang, seperti juga pola curah hujannya, dianggap memiliki kesamaan dengan Kota Jakarta. Tekanan barometer mempunyai nilai rata-rata 1.012,5 mmHg. Angin sebagian bertiup dari arah timur dan barat laut, dimana bulan Desember, Januari sampai dengan Maret mempunyai arah dari barat laut, bulan April sampai dengan Agustus arah angin dari timur dan September sampai dengan November dari arah utara. Kelembaban mempunyai variasi rata-rata bulanan antara 60 sampai dengan 80 dengan kelembaban rata-rata tiap tahun sebesar 70 . Karateristik temperatur mempunyai variasi rata-rata bulanan yang relatif kecil, yaitu berkisar antara 24 o C sampai dengan 33 o C. Nilai rata-rata temperatur yang terjadi dalam satu tahun adalah 27,1 o C.

4.1.2. Kondisi Geologi dan Hidrologi

Berdasarkan metode USDA United State Depertemen of Agriculture, Tanah di lokasi lahan ini terdapat bebrapa jenis yaitu : a Lempung kelanauan silty clays b Lanau kelempungan clayey silts c Lanau kelanauan silty sands Pada kedalaman – 10 mt bagian barat lahan atau kedalaman – 15 mt bagian timur lahan terdapat suatu lapisan keras atau lapisan lempung padat. Perbedaan kedalaman ini menunjukan terjadinya proses perusakan alamiah yang berlangsung lebih cepat di bagian lahan sebelah timur. Hal ini disebabkan oleh terjadinya penggalian tanah yang tidak merata. Sedangkan berdasarkan beberapa test yang dilakukan untuk mengetahui ketanahan tanah, dapat disimpulkan bahwa kondisi tanah cukup baik sebagai dasar pondasi.

4.1.3. Kondisi Tata Guna Lahan

Tata guna lahan daerah berupa area perumahan yang terpisah, bidang persawahan, jalan-jalan kecil, perkuburan, juga ladang-ladang tanaman serta tanah terbuka bekas penggalian dan secara keseluruhan seperti tertera pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Luas Wilayah dan Peruntukan Ruang Desa Cikiwul, Ciketing Udik dan Sumur Batu. Tata Guna Lahan Cikiwul Ha Ciketing Ha Sumur Batu Ha a. Luas areal desa 343,340 343,700 68,955 b. Luas areal desa menurut pemanfaatan - perumahan - sawah - kuburan - tegalan - pengangonan - wakaf - kolamempang -perkebunanladang 88,110 2,000 12,849 12,849 0,600 0,541 2,560 84,600 121,060 175,340 91,450 25,000 1,200 14,677 1,381 2,472 6,112 26,112 35,000 16,245 3,000 2,585 1,372 1,732 1,500 4,590 2,931 Jumlah b 343,340 343,700 68,955 Sumber: Dinas Kebersihan Propinsi DKI Jakarta Daerah terbangun pada daerah sanitary landfill hanya terdiri dari perumahan yang sifatnya non permanen, tetapi di sekitar jalan masuk banyak terdapat bangunan-bangunan yang sifatnya permanen, seperti pergudangan, pabrik industri makanan ternak, dan pabrik industri pakaian jadi garment.

4.2 Kondisi TPA Bantargebang

4.2.1 Pembagian Zona TPA Bantargebang

Seperti telah disebutkan sebelumnya, seluruhnya, seluruh area TPA Bantargebang dibagi dalam lima Zone. Pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3. ditunjukan luas area efektif masing-masing zone dan kapasitasnya. Lahan efektif digunakan untuk timbunan sampah, sedangkan lahan lainya digunakan untuk: 1. Pintu masuk dan jembatan timbang 2. Kantor, garasi dan bengkel 3. Prasarana Jalan 4. Sistem drainase 5. Bangunan pengolahan leachate 6. Daerah hijau Green area 7. Dan lain-lain. TPA Bantargebang Bekasi ini direncanakan untuk menampung beban sampah dari Jakarta belahan timur, sedangkan TPA Tangerang menampung sampah dari belahan barat dapat dilihat pada Tabel 4.2 : Tabel 4.2. Pembagian zone TPA Bantargebang. Zone Luas Total Ha Luas Efektif Ha I 23 20, 74 II 25 22,01 III 32 27,72 IV 13 12,43 V 15 13,75 Total 108 96,65 Sumber : Unit TPA Bantargebang, Bekasi 2008 Tabel 4.3. Estimasi Area dan Kapasitas Landfill Zone Area Ha Kapasitas M3 Tahap I Tahap I Tahap II I 22 2.438.700 1.800.700 II 23 2.512.400 1.646.700 III 30 2.984.000 2.192.000 IV 11 1.570.000 954.000 V 13 1.676.000 1.459.000 Sumber : Unit TPA Bantargebang Bekasi, 2008

4.2.2 Infrastruktur TPA Bantargebang

a. Jalan

Jalan yang ada I Lokasi pemusnahan Akhir TPA sampah Bantargebang terbagi menjadi 2 Bagian yaitu :

b. Jalan Permanen

Semua jalan penghubung antar zone serta jalan masuk dan keluar TPA merupakan jalan permanen dengan konstruksi beton. Lebar jalan tersebut adalah 8 m dengan bahu jalan kiri dan kanan jalan selebar 1 m dengan konstruksi fleksible pavement compacted crushed stone. Jalan permanen dirancang untuk beban kendaraan dengan ban rangkap sebesar 4 ton. Kondisi fisik jalan permanen masih baik, tetapi pada beberapa tikungan masih kurang lebar sehingga apabila ada kendaraan truk pengangkut sampah berpaspasan, laju kendaraan menjadi sedikit lambat, kemacetan sering terjadi disebabkan oleh banyak mobil yang sedang beroperasi parkir di pinggir jalan. Sementara ini jalan masuk dan keluar yang menghubungkan lokasi TPA dengan jaringan jalan kota Jalan Utama hanya 1 satu jalan yaitu dari Pengkalan 5 Jalan Raya Narogong.

c. Jalan Kerja

Jalan kerja adalah jalan operasional yang berada di dalam lokasi TPA dan berfungsi sebagai lintasan kendaraan angkutan truk sampah untuk dapat sedekat mungkin dengan sel timbunan sampah. Lebar bada jalan kerja adalah 6 m dan lebar bahu jalan masing-masing 1,5 m. Pada tempat-tempat tertentu tiap jarak minimum 50 m bahu jalan diperlebar menjadi 6 m untuk dimanfaatkan sebagai lokasi kerja penurunan sampah tipping ramp. Pada umumnya kondisi jalan kerja, yang dikonstruksi dengan Mac-Adam dan dilapisi Asphalt, sebagai besar masih dalam keadaan baik jalan kerja yang rusak terdapat I lahan Zone III B dan Zone I.

1. Drainase

Saluran drainase di TPA Bantargebang dibagi menjadi dua bagian yaitu:

a. Drainase Jalan