I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2007 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah, telah membawa perubahan dalam berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan daerah, termasuk bidang kerjasama
daerah. Perubahan tersebut diharapkan menuju terciptanya sistem pengelolaan kerjasama daerah yang lebih baik dalam upaya mewujudkan pelaksanaan otonomi
daerah secara optimal sesuai dengan dinamika dan tuntutan masyarakat yang berkembang.
Untuk meningkatkan dan memperlancar pelaksanaan Otonomi Daerah serta menjamin tertibnya penyelenggaraan pemerintahan daerah, maka salah satu upaya
yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah adalah meningkatkan penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan daerah melalui kerjasama daerah,
terutama kerjasama antar daerah. Dengan kerjasama daerah diharapkan dapat dijadikan sarana untuk lebih memantapkan keterkaitan dan keterikatan daerah
yang satu dengan daerah yang lain dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mampu meningkatkan laju pertumbuhan antar daerah yang
seimbang, selaras, dan serasi serta mencegah kemungkinan munculnya perselisihan antar daerah.
Kerjasama daerah merupakan alternatif yang memberikan kemanfaatan yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Banyak ditemukan bahwa
pemerintah daerah mempunyai kekayaan yang sangat potensial untuk dimanfaatkan atau dikembangkan untuk dikerjasamakan, namun upaya-upaya
tersebut terhalang oleh terbatasnya sumberdaya, dana dan teknologi. Di sisi lain, terdapat pihak-pihakstakeholders yang mempunyai potensi pendanaan dan
teknologi. Potensi pihak tersebut juga bermanfaat untuk pengembangan usaha yang bersangkutan dan bagi masyarakat luas.
Kondisi-kondisi menunjukan adanya fakta saling membutuhkan antar Daerah. Kondisi saling membutuhkan tersebut merupakan dasar bagi para pihak
bersangkutan untuk membentuk kerjasama yang akan menghasilkan suatu sinergi yang “saling menguntungkan”.
Oleh karena itu melihat perkembangan pesatnya pertumbuhan Kota Jakarta dalam dua dasa warsa terakhir ini telah memberikan pengaruh yang sangat
signifikan terhadap daya dukung lingkungan, perilaku, dan pola kehidupan masyarakat juga ikut berubah hal ini mengakibatkan sikap terhadap kepedulian
untuk mendukung kepentingan bersama semakin terkikis. Sementara disisi lain, adanya kebijaksanaan zero growth yang ditetapkan dalam kebijaksanaan
kepegawaian pemerintah DKI Jakarta dalam pengelolaan kebersihan terutama untuk aspek non teknis antara mengenai kelembagaan dan organisasi pegawai
operasional dilapangan. Permasalahan yang melatarbelakangi kajian pengelolaan persampahan
Tempat Pembuangan Akhir TPA Bantargebang ini adalah bahwa usaha yang telah dilakukan oleh Dinas Kebersihan selama ini dalam penanganan sampah dan
tugas pokok lainnya dipandang masih belum optimal terutama dalam operasional pengolahan sampah akhir. Oleh karena itu, dasar hukum sebagai pelaksanaan
pengelolaan persampahan antar kedua pemerintah daerah tersebut tertuang dalam kerjasama antara Pemerintah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan
Pemerintah Kota Bekasi Nomor 96 Tahun 1999 dan Nomor 168 Tahun 1999 tentang pengelolaan sampah dan Tempat Pembuangan Akhir TPA sampah di
Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi dan mengacu Perda DKI Jakarta Nomor 3 tahun 2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
serta Sekretariat DPRD Provinsi DKI Jakarta, Surat Keputusan Gubernur Nomor 15 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas kebersihan Propinsi DKI
Jakarta khususnya pembentukan Struktur Organisasi yang efisien bagi institusi Dinas Kebersihan Propinsi DKI Jakarta, serta Surat Keputusan Gubernur Nomor
119 Tahun 2002 tentang pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Dinas Kebersihan Propinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta.sebagai upaya organisasi untuk mencapai tujuan pelaksanaan tugas pokok dalam menciptakan kota yang bersih, tertib, indah dan sehat.
Dengan melihat pengelolaan persampahan yang ada di TPA Bantargebang saat ini diharapkan bisa menjadi konsep yang akan datang untuk diterapkan dalam
pengelolaan sampah di Bantargebang. Untuk itu perlu dilakukan sebuah kajian,
“Bagaimana strategi pengelolaan sampah pada Tempat Pembuangan Akhir Bantargebang di Kabupaten Bekasi ?”.
1.2. Perumusan Masalah