Metode Analisis PAH dalam Makanan

Chen et al. 1996 melakukan ekstraksi PAH dengan menggunakan tandem Soxhlet dan sonikasi dan analisis PAH dengan menggunakan HPLC dengan aliran isokratik. Metode sonikasi menggunakan banyak sekali pelarut dari golongan klorida dan diperlukan tahapan deep freezing pada sampel selama 48 jam sebelum sonikasi. Sedangkan untuk analisis dengan Soxhlet memerlukan waktu ekstraksi yang sangat lama dan volume pelarut yang digunakan banyak. Nilai recovery benzoapiren dari metode Soxhlet dan sonikasi ini berkisar antara 62 - 95. Beberapa metode terbaru untuk ekstraksi PAH diantaranya adalah ekstraksi dengan bantuan microwave Camel 2000, ekstraksi dengan larutan super-kritis Castro Carmona 2000, dan accelerated solvent extraction yang memiliki ciri peningkatan suhu dan tekanan selama ekstraksi Wang et al. 1999; Michalski Germuska 2002. Jumlah pelarut yang digunakan pada metode ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan metode Soxhlet, sonikasi, ekstraksi liquid-liquid ataupun SPE dan ekstraksi dapat dilakukan dalam waktu singkat dan mudah dalam pengoperasiannya. Namun peralatan dan pelarut yang digunakan untuk ketiga metode ekstraksi ini sangat mahal. Mottier et al. 2000 melakukan analisis PAH pada sampel sosis dengan cara ekstraksi liquid-liquid LLE, clean up dengan SPE dan analisis dengan menggunakan instrumen GC-MS. Tahapan analisis yang dilakukan adalah saponifikasi dari sampel, ekstraksi dengan menggunakan sikloheksan kemudian dilanjutkan dengan pemisahan PAH dari molekul lain melalui metode SPE. Nilai recovery dari analisis BAP hasil penelitian Mottier et al. 2000 adalah 60. Untuk mendapatkan hasil recovery yang lebih baik, Janoszka et al. 2004 melakukan modifikasi metode ekstraksi PAH dengan menggunakan tandem SPE dan HPLC. Tahapan ekstraksi yang dikembangkan peneliti ini lebih singkat dan nilai recovery dari metode ini berkisar antara 65-95 lebih baik dibandingkan metode yang dikembangkan Mottier et al. 2000. Peneliti lain yang menggunakan metode yang dikembangkan oleh Janoszka 2004 adalah Farhadian et al. 2011. Recovery metode analisis PAH yang dilaporkan berkisar antara 75-105.

2.6 Analisis PAH dengan Tandem SPE dan HPLC

Molekul PAH diperbolehkan berada dalam makanan berada dalam konsentrasi yang sangat rendah, yaitu sekitar 10 μgkg makanan atau 10 ppb. Oleh sebab itu dibutuhkan metode penyiapan sampel yang baik dan instrumen yang cukup sensitif untuk dapat mendeteksi molekul PAH dalam konsentrasi yang rendah tersebut. Proses ekstraksi PAH dari matriks sampel umumnya diawali dengan saponifikasi matriks sampel dengan menggunakan alkali kemudian clean up dari molekul PAH dengan menggunakan kromatografi kolom, soklet, maupun solid phase extraction SPE. Kandungan PAH kemudian dianalisis dengan instrumen HPLC atau GC Janoszka et al. 2004. Instrumen GC dan HPLC telah banyak digunakan dalam analisis molekul PAH dalam makanan dan telah terbukti sensitivitasnya Barranco et al. 2003; Cano-Lerida et al. 2008. Proses clean up sangat penting pada proses ekstraksi PAH dalam matriks pangan. Hal ini dikarenakan kandungan PAH dalam makanan umumnya berada dalam jumlah rendah dan adanya kemungkinan kontaminasi dari pelarut maupun molekul organik lain yang terkandung dalam matriks pangan yang dapat menyebabkan noise maupun kesalahan positif saat analisis PAH Janoszka et al. 2004; Guillen et al. 2004. Salah satu metode clean up yang banyak digunakan untuk ekstraksi PAH dalam matriks pangan adalah SPE. Metode ini menggunakan prinsip yang sama dengan ekstraksi liquidliquid, yaitu mengekstrak sampel dengan menggunakan pelarut yang memiliki kelarutan yang sama dengan sampel like dissolve like. Pada SPE, proses retensi sampel dilakukan pada medium padat solid surface. Keunggulan dari metode ini dibandingkan metode clean up yang lain adalah proses clean up lebih sederhana, waktu analisis lebih singkat, dan jumlah pelarut yang digunakan lebih sedikit dibandingkan metode yang lain, seperti ekstraksi LLE Barranco et al. 2003. Metode clean up ini memberikan hasil recovery yang baik pada analisis PAH dalam berbagai jenis matriks pangan seperti minyak nabati Barranco et al. 2003 dan beberapa jenis daging Janoszka et al. 2004, Farhadian et al. 2011. Dewasa ini deteksi PAH dalam makanan lebih banyak dilakukan dengan menggunakan instrumen HPLC dibandingkan dengan kromatografi gas GC. Hal ini dikarenakan GC memiliki beberapa kelemahan, diantaranya kebanyakan PAH akan mengalami degradasi saat terkena suhu tinggi pada analisis dengan GC dan instrumen GC sulit digunakan untuk memisahkan PAH yang berbentuk isomer. Sebaliknya, analisis PAH menggunakan HPLC memiliki keunggulan karena tidak menggunakan suhu tinggi dan kolom serta detektor yang digunakan, yaitu