Analisis PAH dengan Tandem SPE dan HPLC
sebab itu dibutuhkan metode penyiapan sampel yang baik dan instrumen yang cukup sensitif untuk dapat mendeteksi molekul PAH dalam konsentrasi yang
rendah tersebut. Proses ekstraksi PAH dari matriks sampel umumnya diawali dengan saponifikasi matriks sampel dengan menggunakan alkali kemudian clean
up dari molekul PAH dengan menggunakan kromatografi kolom, soklet, maupun solid phase extraction SPE. Kandungan PAH kemudian dianalisis dengan
instrumen HPLC atau GC Janoszka et al. 2004. Instrumen GC dan HPLC telah banyak digunakan dalam analisis molekul PAH dalam makanan dan telah terbukti
sensitivitasnya Barranco et al. 2003; Cano-Lerida et al. 2008. Proses clean up sangat penting pada proses ekstraksi PAH dalam matriks
pangan. Hal ini dikarenakan kandungan PAH dalam makanan umumnya berada dalam jumlah rendah dan adanya kemungkinan kontaminasi dari pelarut maupun
molekul organik lain yang terkandung dalam matriks pangan yang dapat menyebabkan noise maupun kesalahan positif saat analisis PAH Janoszka et al.
2004; Guillen et al. 2004. Salah satu metode clean up yang banyak digunakan untuk ekstraksi PAH dalam matriks pangan adalah SPE.
Metode ini menggunakan prinsip yang sama dengan ekstraksi liquidliquid, yaitu mengekstrak sampel dengan menggunakan pelarut yang memiliki kelarutan
yang sama dengan sampel like dissolve like. Pada SPE, proses retensi sampel dilakukan pada medium padat solid surface. Keunggulan dari metode ini
dibandingkan metode clean up yang lain adalah proses clean up lebih sederhana, waktu analisis lebih singkat, dan jumlah pelarut yang digunakan lebih sedikit
dibandingkan metode yang lain, seperti ekstraksi LLE Barranco et al. 2003. Metode clean up ini memberikan hasil recovery yang baik pada analisis PAH
dalam berbagai jenis matriks pangan seperti minyak nabati Barranco et al. 2003 dan beberapa jenis daging Janoszka et al. 2004, Farhadian et al. 2011.
Dewasa ini deteksi PAH dalam makanan lebih banyak dilakukan dengan menggunakan instrumen HPLC dibandingkan dengan kromatografi gas GC. Hal
ini dikarenakan GC memiliki beberapa kelemahan, diantaranya kebanyakan PAH akan mengalami degradasi saat terkena suhu tinggi pada analisis dengan GC dan
instrumen GC sulit digunakan untuk memisahkan PAH yang berbentuk isomer. Sebaliknya, analisis PAH menggunakan HPLC memiliki keunggulan karena tidak
menggunakan suhu tinggi dan kolom serta detektor yang digunakan, yaitu
fluoresens ataupun UV, memiliki sensitivitas dan selektifitas yang lebih baik untuk pemisahan molekul PAH, termasuk isomer-isomernya Janoszka 2004.
Chen et al. 1996 membandingkan sensitivitas detektor UV dan fluoresens dalam analisis 16 molekul PAH yang dikategorikan pencemar lingkungan oleh
EPA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa detektor fluoresens memiliki sensitivitas hingga 320 kali lebih sensitif dibanding detektor UV. Limit deteksi
analisis molekul PAH dengan menggunakan detektor UV pada penelitian ini berkisar antara 0.02-1.54 ng. Berbagai hasil penelitian dalam Janoszka et al.
2004 menunjukkan bahwa kandungan PAH produk olahan daging berkisar antara 0.01-42.20 ngg. Nilai ini berada dalam limit deteksi detektor UV dan
menunjukkan bahwa detektor ini cukup sensitif untuk analisis PAH dalam makanan, terutama produk olahan daging. Penelitian oleh Riverra et al. 1996
menunjukkan hasil recovery yang baik untuk analisis PAH dengan detektor UV. Analisis PAH umumnya dilakukan pada kolom C
18
ataupun kolom khusus PAH, yang berisi C
18
dan silika ultra pure untuk meningkatkan deteksi alat. Sistem HPLC yang digunakan adalah reversed phase chromatography RPC
dengan fase gerak campuran asetonitril dan air ataupun metanol dan air dengan jenis elusi isokratik Chen et al. 1996, Farhadian et al. 2011, Janoszka et al. 2004,
Riverra et al. 1996. Pemisahan dengan sistem RPC umumnya lebih cepat, mudah, dan aman dan telah banyak digunakan sejak 1970an. Selain itu pelarut
yang digunakan pada kromatografi RPC umumnya kompatibel dengan detektor UV Snyder 2010; Dong 2006. Untuk analisis lebih dari 10 molekul PAH secara
simultan, Chen et al. 1996 menyarankan penggunaan aliran gradien dibandingkan aliran isokratik. Hal ini dikarenakan penggunaan aliran gradien
akan menghasilkan peak yang terpisah dan waktu analisis yang lebih singkat.