dan MC metil selulosa yang dapat memperbaiki penampakan dan tekstur suatu produk karena daya pengikat air dan minyak yang kuat dan tahan panas
Tang et al. 2007.
2.1.2 Penggunaan kitosan
Kitin dan kitosan telah digunakan secara luas. Abdou et al. 2007 menyatakan bahwa kitosan dapat dimanfaatkan pada berbagai bidang, diantaranya
pada industri tekstil dan kertas, karena sifatnya yang biodegradable dan memiliki aktifitas antibakteri. Selain itu, kitosan dapat dimanfaatkan dalam bidang
bioteknologi yaitu sebagai imobilisasi enzim, medium kultur tumbuhan, bidang obat-obatan dan kesehatan, bidang kecantikan serta bidang pangan. Beberapa
turunan serta penggunaan kitosan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Penggunaan kitosan dan turunannya dalam industri
Aplikasi Contoh
Antimikroba Bakterisidal, fungisidal, pengukur kontaminasi jamur pada
komoditi pertanian Industri edible
film Mengatur perpindahan uap antara makanan dan lingkungan
sekitar, menahan pelepasan zat-zat antimikroba, antioksidan, flavor, obat, mereduksi tekanan parsial
oksigen, pengatur suhu, menahan kegiatan browning enzimatis pada buah.
Bahan aditif Mempertahankan flavor alami, bahan pengontrol tekstur,
bahan pengemulsi, bahan pengental, stabilizer dan penstabil warna.
Sifat nutrisi Sebagai serat diet, penurun kolesterol, persediaan dan
tambahan makanan pada ikan, mereduksi penyerapan lemak, memproduksi protein sel tunggal, bahan anti grasitis
radang lambung dan sebagai bahan makanan bayi.
Pemurnian air Memisahkan ion-ion logam, pestisida dan penjernihan.
Sumber : Shahidi et al. diacu dalam Suptijah et al. 1992
2.1.3 Karakteristik kitosan sebagai antimikroba
Kitosan dan turunannya telah dimanfaatkan untuk berbagai bidang misalnya pangan, mikrobiologi, kesehatan, pertanian dan sebagainya. Kitosan
memiliki keunggulan, yaitu memiliki struktur yang mirip dengan serat selulosa yang terdapat pada buah dan sayuran. Keunggulan lain yang sangat penting adalah
kemampuannya sebagai bahan pengawet yang dapat mengahambat berbagai pertumbuhan mikroba perusak makanan, kitosan juga dapat menghambat
pertumbuhan berbagai mikroba penyebab penyakit tifus yang resisten terhadap antibiotik yang ada Yadaf dan Bhise 2004 diacu dalam Hardjito 2006.
Kitosan sebagai polimer film dari karbohidrat lainnya, memiliki sifat selektif permeable terhadap gas-gas CO
2
dan O
2
, tetapi kurang mampu menghambat perpindahan air. Pelapis yang tersusun dari polisakarida dan
turunannya hanya sedikit menahan penguapan air, tetapi efektif untuk mengontrol difusi dari berbagai gas Nisperroscarriedo 1995 diacu dalam Herjanti 1997.
Dalam bidang pangan, kitosan dimanfaatkan sebagai edible coating pelapis pada makanan dan buah segar sehingga proses pembusukan dapat dikurangi
Nadarajah 2005. Penelitian Simpson 1997 juga menunjukkan bahwa udang segar mentah yang dicelupkan ke dalam larutan kitosan 1 dan 2 bertahan
4 hari lebih lama dibandingkan udang tanpa kitosan. Kitosan memiliki sifat biodegradable dan biokompatibel, tidak
mengandung racun dan banyak digunakan dalam industri. Kitosan dan turunannya merupakan antimikroba alami dan beberapa studi telah membuktikan kemampuan
kitosan sebagai antimikroba. Secara umum mekanisme penghambatan senyawa antimikroba diklasifikasikan menjadi 3 yaitu: 1 interaksi dengan merusak
membran sel, 2 inaktifasi enzim-enzim dan 3 perusakan bahan-bahan genetik mikroba Coma et al. 2002. Menurut Thatte 2004 sifat kitosan sebagai
antimikroba dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya sumber kitosan, derajat deasetilasi DD kitosan, unit monomer kitosan, mikroba uji, pH media tumbuh
mikroba dan kondisi lingkungan kadar air, nutrisi yang dibutuhkan mikroba. Sifat antibakteri kitosan dengan berat molekul 479 kDa efektif untuk bakteri gram
positif kecuali pada Lactobacillus sp, sedangkan kitosan dengan berat molekul 1106 kDa lebih efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif.
Kitosan dengan berat molekul yang lebih besar dari 500 kDa memiliki aktivitas antibakteri yang kurang efektif dibandingkan dengan kitosan yang
memiliki berat molekul yang rendah, karena kitosan dengan berat molekul tinggi memiliki viskositas yang lebih besar menyebabkan kitosan sulit untuk berdifusi
dalam bahan. Umumnya kitosan memiliki efek bakterisidal lebih kuat untuk bakteri gram positif misalnya Listeria monocytogenes, Bacillus megaterium,
Bacillus aureus, Staphylococcus aureus, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus
brevis, and Lactobacillus bulgaris dibandingkan bakteri gram negatif, misalnya
Escherichia coli, Pseudomonas fluorescens, Salmonella typhymurium dan Vibrio
parahaemolyticus dengan konsentrasi larutan kitosan yang dibutuhkan sebesar
0,1 No et al. 2002. Kitosan digunakan sebagai antibakteri mengingat beberapa sifat yang
dimiliki yaitu kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak dan kemampuannya dalam memberikan pelapisan terhadap produk atau
bahan pangan sehingga akan meminimalkan interaksi antara produk dan lingkungannya. Berbagai hipotesa yang sampai saat ini masih berkembang
mengenai mekanisme kerja kitosan sebagai pengawet adalah sifat afinitas yang dimiliki oleh kitosan yang sangat kuat dengan DNA mikroba sehingga dapat
berikatan dengan DNA yang kemudian mengganggu mRNA dan sintesa protein Hadwiger dan Loschke 1978 diacu dalam Hardjito 2006.
Sifat afinitas antimikroba dari kitosan dalam melawan bakteri atau mikroorganisme tergantung dari berat molekul dan derajat deasetilasi. Berat
molekul dan derajat deasetilasi yang lebih besar menunjukkan aktifitas antimikroba yang lebih besar No et al. 2002. Kitosan sebagai polikationik amin
akan berinteraksi dengan kutub negatif dari lapisan sel bakteri Young dan Kauss 1983 diacu dalam Chaiyakosha et al. 2007. Helander et al. 2001 menyatakan
bahwa reduksi sejumlah sel bakteri disebabkan oleh perubahan permukaan sel dan kehilangan fungsi pelindung dalam sel bakteri tersebut. Bakteri gram negatif
dengan lipopolisakarida dalam lapisan luarnya memiliki kutub negatif yang sangat sensitif terhadap kitosan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tsai et al.
2002, menemukan bahwa kitosan dapat menghambat pertumbuhan Escherichia coli
. Adanya penghambatan ini disebabkan oleh adanya sifat keelektronegatifan dari permukaan sel E. coli. Perubahan dalam potensial permukaan E. coli selama
pertumbuhan, yaitu terjadinya peningkatan keelektronegatifan seiring dengan peningkatan umur sel, yaitu sampai pertumbuhan lambat, namun sifat
keelektronegatifan akan menurun setelah bakteri mencapai fase stasioner.
2.2 Daging