Karakteristik kitosan sebagai antimikroba

brevis, and Lactobacillus bulgaris dibandingkan bakteri gram negatif, misalnya Escherichia coli, Pseudomonas fluorescens, Salmonella typhymurium dan Vibrio parahaemolyticus dengan konsentrasi larutan kitosan yang dibutuhkan sebesar 0,1 No et al. 2002. Kitosan digunakan sebagai antibakteri mengingat beberapa sifat yang dimiliki yaitu kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak dan kemampuannya dalam memberikan pelapisan terhadap produk atau bahan pangan sehingga akan meminimalkan interaksi antara produk dan lingkungannya. Berbagai hipotesa yang sampai saat ini masih berkembang mengenai mekanisme kerja kitosan sebagai pengawet adalah sifat afinitas yang dimiliki oleh kitosan yang sangat kuat dengan DNA mikroba sehingga dapat berikatan dengan DNA yang kemudian mengganggu mRNA dan sintesa protein Hadwiger dan Loschke 1978 diacu dalam Hardjito 2006. Sifat afinitas antimikroba dari kitosan dalam melawan bakteri atau mikroorganisme tergantung dari berat molekul dan derajat deasetilasi. Berat molekul dan derajat deasetilasi yang lebih besar menunjukkan aktifitas antimikroba yang lebih besar No et al. 2002. Kitosan sebagai polikationik amin akan berinteraksi dengan kutub negatif dari lapisan sel bakteri Young dan Kauss 1983 diacu dalam Chaiyakosha et al. 2007. Helander et al. 2001 menyatakan bahwa reduksi sejumlah sel bakteri disebabkan oleh perubahan permukaan sel dan kehilangan fungsi pelindung dalam sel bakteri tersebut. Bakteri gram negatif dengan lipopolisakarida dalam lapisan luarnya memiliki kutub negatif yang sangat sensitif terhadap kitosan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tsai et al. 2002, menemukan bahwa kitosan dapat menghambat pertumbuhan Escherichia coli . Adanya penghambatan ini disebabkan oleh adanya sifat keelektronegatifan dari permukaan sel E. coli. Perubahan dalam potensial permukaan E. coli selama pertumbuhan, yaitu terjadinya peningkatan keelektronegatifan seiring dengan peningkatan umur sel, yaitu sampai pertumbuhan lambat, namun sifat keelektronegatifan akan menurun setelah bakteri mencapai fase stasioner.

2.2 Daging

Daging didefinisikan sebagai bagian otot skeletal dari karkas sapi yang aman, layak dan lazim dikonsumsi oleh manusia, dapat berupa daging segar, daging segar dingin atau daging beku BSN 2008. Daging segar pre-rigor yaitu daging yang diperoleh segera setelah pemotongan hewan tanpa mengalami proses penyimpanan Sunarlim 1992. Fase pre-rigor pada suhu ruang berlangsung 5 sampai 8 jam setelah pemotongan hewan post mortem, tergantung dari besar kecilnya hewan yang dipotong. Pada mamalia besar misalnya sapi fase pre-rigor berlangsung kurang lebih 8 jam setelah pemotongan Forrest et al. 1975. Menurut Forrest et al. 1975, pada fase pre-rigor jumlah protein yang dapat terekstrak dari daging dengan adanya perlakuan fisik dan kimia lebih besar dibandingkan fase rigor mortis. Wilson et al. 1981 menyatakan bahwa daging pre-rigor memiliki daya ikat air yang lebih tinggi, sehingga permukaan produk yang dihasilkan tidak basah dan pada kondisi ini pH daging relatif tinggi yaitu 6,5 –6,8 menyebabkan protein sarkoplasma tidak mudah rusak dan tidak mudah kehilangan daya ikat air. Protein sarkoplasma mulai mengalami kerusakan pada pH kurang dari 6,2. Daging sapi memiliki daya ikat air atauWHC minimum pada pH 5,4 –5,5 dimana pH tersebut merupakan titik isoelektrik protein sarkoplasma. Mutu mikrobiologis dari suatu produk makanan salah satunya ditentukan oleh jumlah dan jenis mikrobiologi yang terdapat dalam bahan pangan tersebut. Mutu mikrobiologis ini akan menentukan ketahanan simpan dari suatu produk dan cara pengolahannya. Populasi mikrobiorganisme yang terdapat pada suatu bahan pangan umumnya bersifat spesifik dan tergantung pada jenis bahan pangan dan kondisi tertentu dari penyimpanannya Buckle et al. 1985. Daging konsumsi tidak sepenuhnya terbebas dari mikroorganisme. Dewan Standarisasi Nasional menentukan batasan maksimum cemaran mikroorganisme dalam daging untuk menjaga keamanan pangan. Batas maksimum cemaran mikroba pada daging disajikan pada Tabel 3 dan syarat mutu mikrobiologis daging sapi disajikan pada Tabel 4. Tabel 3 Batas maksimum cemaran mikroba pada daging cfug No Jenis cemaran mikroba Batas maksimum cemaran mikroba Daging segarbeku Daging tanpa tulang 1. Angka lempeng total bakteri ALTB 1x10 4 1x10 4 2. Escherichia coli 5x10 1 5x10 1 3. Staphylococcus aureus 1x10 1 1x10 1 4. Clostridium sp. 5. Salmonella sp. negatif negatif 6. Coliform 1x10 2 1x10 2 7. Enterococci 1x10 2 1x10 2 8. Campylobacter sp. 9. Listeria sp. Keterangan : dalam satuan MPNgram dalam satuan kualitatif Sumber: BSN 2000 Tabel 4 Syarat mutu mikrobiologis daging sapi No. Jenis uji Satuan Persyaratan 1. Total Plate Count TPC cfug 1x10 6 2. Coliform cfug 1x10 2 3. Staphylococcus aureus cfug 1x10 2 4. Salmonella sp. per 25 g negatif 5. Escherichia coli cfug 1x10 1 Sumber: BSN 2008

2.3 Edible Coating

Edible coating merupakan suatu lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk untuk melapisi makanan coating atau diletakkan di antara komponen makanan yang berfungsi sebagai penghalang terhadap perpindahan massa kelembaban, oksigen, cahaya, lipid, zat terlarut, sebagai pembawa aditif, untuk meningkatkan penanganan suatu makanan dan merupakan barrier terhadap uap air dan pertukaran gas O 2 dan CO 2 Bourtoom 2008. Edible coating dapat melindungi produk segar dan dapat juga memberikan efek yang sama dengan modified atmosphere storage dengan menyesuaikan komposisi gas internal. Keberhasilan edible coating untuk buah tergantung pada pemilihan film atau coating yang memberikan komposisi gas internal yang dikehendaki sesuai untuk produk tertentu Park 2002. Komponen edible coating terdiri dari tiga kategori yaitu hidrokoloid, lipid dan kombinasinya. Hidrokoloid terdiri atas protein, turunan selulosa, alginat, pektin, tepung starch dan polisakarida lainnya, sedangkan lipid terdiri dari lilin waxs, asilgliserol dan asam lemak Krochta dan Mulder-Johnston 1997. Edible coating biasanya langsung digunakan dan dibentuk diatas permukaan produk misalnya buah-buahan dan sayuran yang bertujuan untuk meningkatkan mutu produk. Hal yang sama juga dikemukakan oleh McHugh dan Senesi 2000, bahwa edible coating berfungsi sebagai penahan barrier dalam pemindahan panas, uap air, O 2 dan CO 2 atau dengan adanya penambahan bahan tambahan misalnya bahan pengawet dan zat antioksidan maka dapat dinyatakan bahwa kemasan tersebut memiliki kemampuan antimikroba dan antioksidan. Wong et al. 1994 menyatakan, bahwa secara teoritis bahan edible coating harus memiliki sifat antara lain, menahan kehilangan kelembaban produk, memiliki permeabilitas selektif terhadap gas tertentu, mengendalikan perpindahan padatan terlarut untuk mempertahankan warna pigmen alami dan gizi, berfungsi sebagai pengawet dan mempertahankan warna sehingga menjaga mutu produk. Kemasan dengan sifat antimikroba diharapkan dapat mencegah kontaminasi patogen dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme pembusuk yang terdapat dalam permukaan bahan pangan. Substansi antimikroba yang diformulasikan dalam bahan pangan atau pada permukaan bahan pangan tidak cukup untuk mencegah pertumbuhan bakteri patogen dan mikroorganisme pembusuk dalam bahan pangan Ouattara et al. 2000. Kitosan merupakan salah satu jenis polisakarida turunan kitin mempunyai sifat dapat membentuk film yang kuat, elastis, fleksibel dan sulit dirobek sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengemas Butler et al. 1996. Jenis kemasan yang banyak dibuat dari kitosan adalah jenis edible film atau coating. Sifatnya yang edible dapat dimakan merupakan keunggulan kitosan sehingga dapat digolongkan ke dalam bahan kemasan yang ramah lingkungan. Sifat lain dari kitosan sebagai bahan edible coating adalah sebagai penahan barrier yang baik bagi gas dan uap air karena struktur matriksnya. Sifat barrier kitosan ini lebih baik dari pada polimer berbasis makhluk hidup biobased polymer lainnya. Kitosan juga mempunyai sifat antimikrobial dan biodegradable Steinbüchel dan Rhee 2005 diacu dalam Bourtoom 2008. Menurut Alamsyah 2006 diacu dalam Suptijah et al. 2006 menyatakan bahwa penggunaan kitosan sebagai bahan