TPC pada lama penyimpanan hari ke-2 TPC pada lama penyimpanan hari ke-4

66

c. TPC pada lama penyimpanan hari ke-4

No Kode perlakuan Ulangan Duplo Pengenceran 10 -2 10 -3 10 -4 10 -5 10 -6 1 Kontrol 1 1 TBUD TBUD 50 41 26 2 TBUD TBUD 95 47 19 2 1 TBUD 290 79 56 28 2 TBUD TBUD 90 48 17 2 1 1 1 TBUD 179 41 29 5 2 TBUD 192 39 27 1 2 1 TBUD 116 57 24 2 2 TBUD 120 51 26 1 3 2 1 1 TBUD 68 35 24 3 2 TBUD 41 33 21 2 1 TBUD 37 30 19 2 2 TBUD 42 36 15 4 3 1 1 198 45 21 17 1 2 179 57 18 13 2 1 97 54 29 14 2 2 78 49 25 12 Lampiran 8 Proses perendaman daging sapi dalam larutan kitosan Lampiran 9 Proses analisis mikrostruktur edible coating dengan SEM 2 69 Lampiran 10 Spektograf infra merah kitosan Lampiran 11 Bakso yang diberi perlakuan kitosan dan tanpa kitosan Hadi 2008 A Bakso dengan pelapisan kitosan B Bakso tanpa pelapisan kitosan RINGKASAN RESTININGTYAS RAHARDYANI C34063200. Efek Daya Hambat Kitosan Sebagai Edible Coating Terhadap Mutu Daging Sapi Selama Penyimpanan Suhu Dingin. Dibimbing oleh PIPIH SUPTIJAH dan AGOES M. JACOEB. Kitosan merupakan produk hasil turunan kitin yang telah banyak digunakan sebagai bahan pengental, pengikat, penstabil, pembentuk tekstur dan pembentukan gel. Selain itu, kitosan juga memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Kemampuan kitosan dalam menghambat pertumbuhan bakteri, kapang dan khamir dapat diaplikasikan sebagai pengawet dan pelapis edible coating pada produk pangan. Salah satunya adalah aplikasi kitosan sebagai antibakteri pada daging sapi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh konsentrasi kitosan sebagai edible coating terhadap mutu daging sapi yang disimpan pada suhu refrigerator selama 5 hari dan mengetahui mikrostruktur kitosan sebagai pelindung pada daging sapi. Penelitian terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengkarakterisasi kitosan komersil yang digunakan. Penelitian utama terdiri dari analisis kadar air, analisis kadar protein, analisis pH dan analisis nilai TPC total plate count serta pengamatan mikrostruktur dengan menggunakan SEM Scanning Electron Microscopy. Rancangan percobaan yang digunakan rancangan acak lengkap RAL dengan empat perlakuan dan dua kali ulangan. Konsentrasi kitosan yang digunakan sebagai perlakuan sebesar 1, 2, dan 3 serta 0 tanpa perlakuan kitosan sebagai pembanding. Karakterisasi kitosan komersil yang digunakan adalah sebagai berikut : partikel berbentuk serbuk, kadar air 9, kadar abumineral 0,21, kadar nitrogen 1,33, derajat deasetilasi 88,66, dan warna larutan jernih. Selama 5 hari penyimpanan pada suhu refrigerator terjadi kemunduran mutu daging sapi. Proses kemunduran mutu ini dapat dilihat dari menurunnya uji kadar air, kadar protein dan pH derajat keasaman, serta peningkatan nilai TPC pada daging sapi. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan kitosan memberikan pengaruh yang berbeda nyata p0,05 terhadap nilai pH dan kadar air daging sapi serta memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata p0,05 terhadap kadar protein daging sapi. Daging sapi yang diberi perlakuan kitosan 1, 2 dan 3, kemunduran mutu akibat mikroba mampu dihambat. Hasil uji TPC total plate count untuk daging sapi yang diberi perlakuan kitosan 1, 2 dan 3 memiliki nilai TPC yang lebih rendah dibandingkan daging sapi kontrol, yaitu sebesar 3,1 x 10 5 ,1,9 x 10 5 dan 3,3 x 10 4 , sedangkan daging sapi kontrol memiliki nilai yang lebih tinggi selama penyimpanan 4 hari. yaitu sebesar 2,8 x 10 6 . Daging sapi yang dengan perlakuan kitosan 3 memiliki nilai terbaik dalam menghambat pertumbuhan mikroba. Analisis menggunakan Scanning Electron Microscope menunjukkan bahwa, struktur pada permukaan daging sapi yang diberi perlakuan kitosan 1 terdapat lapisan edible coating yang menutupi permukaan daging sapi. Serabut- serabut otot muscle bundle dan perimisium pada daging sapi kontrol tanpa perlakuan kitosan masih terlihat jelas jika dibandingkan dengan daging sapi yang diberi perlakuan kitosan 1. EFEK DAYA HAMBAT KITOSAN SEBAGAI EDIBLE COATING TERHADAP MUTU DAGING SAPI SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN RESTININGTYAS RAHARDYANI DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan komoditas sektor perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan menjadi salah satu komoditas unggulan yang dicanangkan pada program revitalisasi perikanan Indonesia. Data tahun 2004, potensi udang nasional sebagai bahan baku kitin kitosan mencapai 733.681 ton. Dengan asumsi laju peningkatan tersebut tetap, maka pada tahun 2009 potensi udang diperkirakan sebesar 1.785.025 ton Saesastro 2010. Saat ini ada sekitar 170 pengolahan udang di Indonesia dengan kapasitas produksi sekitar 500.000 ton per tahun. Proses pembekuan udang cold storage dalam bentuk udang beku headless atau peeled untuk ekspor menghasilkan limbah sebesar 60-70 dari berat udang bagian kulit dan kepala. Diperkirakan, dari proses pengolahan oleh seluruh unit pengolahan yang ada, akan dihasilkan limbah sebesar 325.000 ton per tahun. Peningkatan jumlah produksi udang ini akan menghasilkan lebih banyak limbah hasil olahan udang yang dapat dimanfaatkan menjadi kitosan. Ekstrasi kitin dari limbah cangkang udang menghasilkan rendemen sebesar 20, sedangkan rendemen kitosan dari kitin yang diperoleh adalah sekitar 80. Oleh sebab itu, ekstraksi limbah cangkang udang dengan kapasitas produksi udang nasional sekitar 500.000 ton per tahun akan menghasilkan limbah sebesar 325.000 ton per tahun dan kitin yang diperoleh sekitar 65.000 ton per tahun. Kitin yang diproses lebih lanjut ini, akan menghasilkan kitosan sekitar 52.000 ton per tahun Prasetiyo 2010. Daging sapi sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme sehingga kualitasnya cepat menurun. Penurunan kualitas daging diindikasikan melalui perubahan warna, rasa, aroma bahkan pembusukan. Sebagian besar kerusakan daging disebabkan oleh penanganan yang kurang baik sehingga memberikan peluang hidup bagi pertumbuhan dan perkembangan mikroba perusak. Oleh sebab itu perlu penanganan yang lebih baik agar bahan makanan tersebut tidak rusak dan lebih tahan lama disimpan. Pengawetan merupakan salah satu perlakuan yang sangat penting dalam usaha memperpanjang daya simpan, baik untuk daging segar maupun daging olahan. Penggunaan pengawet kimia seperti senyawa nitrat dan nitrit merupakan satu cara yang dilakukan untuk menghasilkan warna daging yang merah cerah, sebagai pengawetantimikroba dan pembentuk faktor sensori lain yaitu aroma dan citarasa flavor. Namun penggunaan nitrat dan nitrit sebagai bahan pengawet memiliki efek karsinogenik. Akhir-akhir ini penggunaan nitrit sebagai bahan pengawet kembali disoroti oleh banyak ahli, karena adanya bukti-bukti yang menunjukkan bahwa nitrosamin yang terbentuk dari hasil reaksi antara nitrit dan senyawa amin sekunder yang terdapat dalam bahan makanan dapat menimbulkan tumor pada bermacam-macam organ, termasuk hati, ginjal, kandung kemih, paru- paru, lambung, saluran pernafasan, pankreas dan lain-lain Muchtadi 1989. Oleh sebab itu, penambahan bahan pengawet alami pada produk pangan menjadi salah satu alternatif untuk memperpanjang daya simpan dan menggantikan bahan pengawet sintetis yang bersifat karsinogenik. Kitosan merupakan produk hasil turunan kitin dengan rumus N-asetil-D Glukosamin, merupakan polimer kationik yang mempunyai 2000-3000 monomer, tidak toksik dan mempunyai berat molekul sekitar 800 kD Suptijah 2006. Kitosan memiliki sifat yang mudah mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun, merupakan kation kuat, flokulan, koagulan yang baik dan mudah membentuk membran atau film. Selain itu kitosan berbahan dasar alami dan tidak meninggalkan residu yang berbahaya di dalam tubuh manusia. Kitosan telah banyak digunakan sebagai bahan pengental, pengikat, penstabil, pembentuk tekstur dan pembentukan gel. Selain itu, kitosan juga memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen misalnya E. coli. Kitosan memiliki polikation yang bermuatan positif sehingga memiliki kemampuan untuk menekan laju pertumbuhan bakteri dan kapang El Ghaouth et al. 1992. Menurut Pranoto et al. 2005, konsentrasi larutan kitosan sebesar 150 ppm sampai 200 ppm memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri bakteriostatik sedangkan untuk konsentrasi larutan kitosan lebih dari 200 ppm mempunyai sifat membunuh pertumbuhan bakteri bakteriosidal. Kemampuan kitosan dalam menghambat pertumbuhan bakteri, kapang dan khamir dapat diterapkan sebagai pengawet dan pelapis edible coating pada produk pangan. Penambahan kitosan dapat digunakan sebagai alternatif pengawet alami dan diharapkan daging sapi yang diberi perlakuan dan dilapisi dengan kitosan memiliki kualitas yang baik dan mampu memperpanjang umur simpan.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh konsentrasi kitosan sebagai edible coating terhadap mutu daging sapi yang disimpan pada suhu dingin dan mempelajari mikrostruktur kitosan sebagai pelindung pada daging sapi. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Kitosan Kitin sebagai sumber awal kitosan merupakan biopolimer yang cukup melimpah di alam. Sebagian besar kitin dapat diperoleh dari krustasea laut, misalnya kepiting, udang, oyster dan cumi-cumi Yi et al. 2005. Kitosan merupakan produk awal dari proses deasetilasi kitin yang memiliki sifat unik sehingga dapat digunakan dalam berbagai keperluan. Hal ini menyebabkan kitosan memiliki potensi industri yang cukup besar. Kitosan juga merupakan produk alami yang tidak beracun dan polisakarida yang tidak larut air serta merupakan biopolimer kationik yang dapat didegradasi. Kofuji et al. 2005. Kitosan merupakan polimer linear yang tersusun oleh 2000-3000 monomer N-asetil-D-glukosamin dalam ikatan β-1-4, tidak toksik dengan LD 50 setara dengan 16 gkg BB dan mempunyai berat molekul 800 Kda. Berat molekul ini tergantung dari derajat deasetilasi yang dihasilkan pada saat ekstraksi. Semakin banyak gugus asetil yang hilang dari biopolimer kitosan, maka semakin kuat interaksi antar ion dan ikatan hidrogen dari kitosan Tang et al. 2007. Adapun Gambar kitosan disajikan pada Gambar 1. Gambar 1 Kitosan komersil Proses deasetilasi merupakan suatu tahapan yang bertujuan untuk menghilangan gugus asetil dari kitin menjadi kitosan yang dapat dilakukan dengan proses kimiawi dan enzimatis. Secara kimiawi dilakukan dengan penambahan NaOH sedangkan deasetilasi secara enzimatis menggunakan enzim kitin deasetilase Chang et al. 1997. Deasetilasi kitin akan menghilangkan gugus asetil dan menyisakan gugus amino yang bermuatan positif sehingga kitosan bersifat polikationik. Adanya gugus reaktif amino pada C-2 dan gugus hidroksil pada C-3 dan C-6 pada kitosan menyebabkan kitosan memiliki kemampuan sebagai pengawet dan penstabil warna, sebagai floculant dan membantu proses reserve osmosis dalam penjernihan air, sebagai aditif untuk produk agrokimia dan pengawet benih Shahidi et al. 1999. Struktur kitin dan kitosan disajikan pada Gambar 2. a b Gambar 2 Struktur kimia a kitin dan b kitosan Sumber: Robert 1992

2.1.1 Sifat fisika dan kimia kitosan

Kitosan merupakan polimer linear yang tersusun oleh 2000-3000 monomer N-asetil-D-glukosamin dalam ikatan β-1-4, tidak toksik dengan LD 50 setara dengan 16 gkg BB dan mempunyai berat molekul 800 Kda. Berat molekul ini tergantung dari derajat deasetilasi yang dihasilkan pada saat ekstraksi. Semakin banyak gugus asetil yang hilang dari biopolimer kitosan, maka semakin kuat interaksi antar ion dan ikatan hidrogen dari kitosan Tang et al. 2007. Menurut Janesh 2003 diacu dalam Suptijah 2006, kitosan dapat dikelompokkan berdasarkan BM bobot molekul dan kelarutannya, yaitu :