Latar Belakang Wilayah Laut Yang Berada Di Luar Yurisdiksi Nasional.

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada umumnya, ada 3 tiga jenis wilayah di permukaan bumi yang dikenal manusia, yaitu wilayah daratan, wilayah lautan dan wilayah udara.Ketiga wilayah tersebut pada dasarnya juga merupakan salah satu indikator yang menunjukkan keberadaan sebuah negara.Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 1 mengenai Hak-Hak dan Kewajiban-Kewajiban Negara menyebutkan bahwa “wilayah yang tertentu” sebagai salah satu syarat diakuinya suatu negara sebagai pribadi hukum internasional. Bunyi lengkap dari pasal 1 tersebut adalah sebagai berikut : “Negara sebagai pribadi hukum internasional harus memiliki syarat-syarat berikut: a penduduk tetap; b wilayah tertentu; c pemerintah; d kemampuan untuk melakukan hubungan dengan negara lain.” Kata “wilayah tertentu” yang termuat dalam pasal tersebut tentunya dapat diartikan meliputi 3 tiga tiga jenis wilayah yang disebutkan sebelumnya. Untuk mempertegas hal tersebut, dalam sebuah produk hukum nasional yaitu pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-Pokok 1 Konvensi Montevideo tentang Hak-Hak dan Kewajiban Negara Montevideo Convention on the Rights and Duties of States 1933 merupakan sebuah konvensi yang ditandatangani di Montevideo, Uruguay, pada tanggal 26 Desember 1933. Konvensi ini mengatur mengenai unsur-unsur yang harus dimiliki untuk membentuk sebuah negara. Konvensi ini dikodifikasikan berdasarkan teori deklaratif kenegaraan, yang kemudian diterima sebagai bagian dari hukum kebiasaan internasional international customary law. Universitas Sumatera Utara 2 Agraria, disebutkan “bumi, air, dan ruang angkasa” dimana ketiga komponen tersebut berada dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa juga merupakan kekayaan nasional. 2 Ketiga wilayah tersebut sangat penting bagi keberlangsungan hidup bangsa dan Negara. Dalam penelitian ini Penulis fokuskan untuk melakukan penelitian khususnya terhadap wilayah laut. Satu dan lain hal alasannya karena wilayah ini merupakan suatu kekayaan alam yang sangat kompleks. Hal tersebut terlihat dari berbagai fungsi dari wilayah laut itu sendiri. Fungsi-fungsi tersebut antara lain sebagai: 1 sumber makanan bagi umat manusia; 2 jalur perdagangan; 3 sarana untuk penaklukan; 4 tempat pertempuran-pertempuran; 5 tempat bersenang-senang; dan 6 alat pemisah atau pemersatu bangsa. 3 Dengan berbagai fungsi dan manfaat yang ditawarkan dari wilayah laut, maka tidak mengherankan bahwa wilayah laut memiliki potensi yang besar untuk dijadikan sumber penghidupan umat manusia. Pemanfaatan wilayah laut telah terlihat sejak zaman kuno hingga saat ini.Namun, perbedaan pemanfaatan wilayah laut pada zaman kuno dengan pemanfaatan wilayah laut saat ini adalah bahwa dalam pemanfaatan laut pada zaman kuno tidak didasarkan pada suatu aturan yang mengikat.Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yakni jumlah penduduk yang tidak banyak, pemanfaatan wilayah laut yang terbatas hanya untuk kepentingan perikanan dan 2 Lihat Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok- Pokok Agraria. 3 BandingkandenganDikdik Mohamad Sodik, Hukum Laut Internasional dan Pengaturannya di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2011,Hlm. 1. Universitas Sumatera Utara 3 pelayaran, minimnya teknologi kelautan serta terbatasnya kemampuan mengarungi lautan. Pemanfaatan wilayah laut pada zaman kuno dimulai dari sekitar abad ke- 14, dimana beberapa bangsa penjajah mulai melancarkan usahanya untuk mendapatkan benua-benua yang baru dan berbagai kepentingan lainnya dengan berlayar merintangi wilayah lautan. Pelayaran yang dilakukan bangsa-bangsa penjajah seperti bangsa Spanyol, Portugis, Romawi, dan beberapa bangsa Eropa, Amerika, bahkan Asia tersebut dilaksanakan pada kurun waktu yang sama. Banyaknya bangsa penjajah dari berbagai belahan dunia yang mengarungi wilayah lautan di waktu bersamaan mengakibatkan ramainya pelayaran lintas benua dan samudera.Hal ini tentunya menimbulkan suatu permasalahan mengenai status hukum dari wilayah laut internasional.Kondisi ini kemudian melahirkan dua konsepsi hukum laut internasional, yaitu Res Communis dan Res Nullius. 4 Kedua konsep dasar dalam hukum laut internasional tersebut kemudian menjadi tonggak dalam perkembangan hukum laut internasional.Setelah doktrin Res Communis dan Res Nullius, beberapa doktrin lainnya mengenai hukum laut internasional mulai bermunculan, seperti teori Mare Liberium dan Mare Clausum. 5 4 Res Communis adalah konsep yang menyatakan bahwa laut itu adalah milik bersama masyarakat dunia, sehingga laut tidak dapat diambil atau dimiliki oleh suatu negara manapun. Sedangkan Res Nullius adalah konsep yang menyatakan bahwa laut adalah ranah tak bertuan, atau Kawasan yang tidak dimiliki oleh siapapun, dan karena itu dapat diambil atau dimiliki oleh negara manapun. 5 Mare Liberium atau yang dikenal dengan istilah laut bebas adalah konsep mengenai laut yang dikemukakan oleh Grotius Hugo de Groot. Grotius mengemukakan bahwa laut tidak dapat dimiliki oleh siapapun karena pada dasarnya laut merupakan Kawasan bebas.Mare Clausum adalah bentuk respon atas konsep Mare Liberium, oleh John Selden yang menganggap bahwa bagian-bagian laut tertentu dapat dimiliki oleh negara pantai. Universitas Sumatera Utara 4 KonsepMare Liberium tersebut didasarkan pada teori Grotius mengenai lautan bahwa kepemilikan, termasuk atas laut hanya dapat terjadi melalui kepemilikan possession. 6 Possession hanya dapat dilakukan melalui okupasi, dan okupasi hanya bisa terjadi atas barang-barang yang dipegang teguh yang menunjukkan bahwa barang tersebut harus memiliki batas. 7 Laut adalah sesuatu yang tidak memiliki batas, sehingga menurut Grotiuslaut tidak dapat di okupasi sebab ia cair dan tidak terbatas. Dengan demikian, maka tuntutan atas laut yang didasarkan pada penemuan, penguasaan tidaklah dapat diterima karena semua itu bukanlah alasan untuk memperoleh pemilikan atas laut. 8 Sedangkan konsep Mare Clausum dikemukakan oleh penulis Inggris yang bernama John Selden. Selden mengungkapkan bahwa walaupun sifat laut adalah cair, namun tidak berarti laut tidak dapat dimiliki, sebab sungai dan perairan lainnya di sepanjang pantai dapat dimiliki. Seiring dengan berkembangnya berbagai konsep dasar dalam hukum laut internasional, berkembang pula ilmu pengetahuan dan teknologi, yang berdampak pada penemuan baru dari wilayah laut.Penemuan tersebut meliputi bahan-bahan tambang dan sumber daya alam mineral yang terkandung di bagian dasar laut.Berkaitan dengan adanya penemuan baru tersebut kemudian menimbulkan ide dari berbagai negara untuk memulai upaya pengambilalihan sumber daya mineral dan berbagai bahan tambang, disamping melaksanakan kegiatan penjajahan dan kegiatan lainnya di wilayah lautan. Sementara itu, konsep dasar 6 Dikdik Mohammad Sodik, Op. Cit., Hlm. 5. 7 Bandingkan dengan Ibid. 8 Bandingkan dengan Ibid. Universitas Sumatera Utara 5 hukum laut internasional terus berkembang, disertai dengan timbulnya pertentangan pendapat dari para ahli hukum internasional dan kalangan lainnya. Bagian dari hukum laut yang sangat berpengaruh pada perkembangan hukum laut internasional saat itu terletak pada rezim laut teritorial.Hal ini berkaitan dengan konsep dasar hukum laut internasional yang paling mendasar; yaitu doktrin laut tertutup dan laut terbuka. Pertentangan yang sempat timbul akhirnya mencapai satu kesepakatan yang dibahas dalam suatu konferensi yang dinamakan Konferensi Den Haag pada tahun 1930, bahwa laut teritorial berada di bawah kedaulatan penuh suatu negara pantai dan laut lepas bersifat bebas untuk seluruh umat manusia. 9 Konferensi yang diadakan Liga Bangsa-Bangsa LBB ini juga merumuskan ketentuan-ketentuan mengenai laut teritorial, yang menjadi embrio lahirnya pranata hukum laut internasional.Namun perumusan tersebut tidak sepenuhnya berhasil sebab tidak tercapainya kesepakatan mengenai lebar laut teritorial.Beberapa negara menetapkan lebar laut teritorialnya secara sepihak dengan mengeluarkan produk hukum nasional masing-masing. Tidak hanya mengenai laut teritorial, beberapa klaim sepihak mengenai bidang hukum laut lainnya juga dikeluarkan oleh beberapa negara. Antara lain Amerika Serikat melalui Presiden Harry S.Truman dengan proklamasinya yang menyatakan bahwa Amerika Serikat berhak untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam serta ikan yang ada di zona perairan dan perikanan Amerika Serikat. Hal tersebut didukung dengan teknologi milik Amerika Serikat yang memungkinkan Negara itu untuk melakukan kegiatan 9 Bandingkan dengan Dikdik Mohammad Sodik, Op.Cit., Hlm. 7. Universitas Sumatera Utara 6 eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam, namun kegiatan itu tadinya tidak dapat dilakukan sebab belum ada aturan hukum yang mengaturnya pada waktu itu.Puncaknya, negara adidaya tersebut membentuk landasan hukumnya sendiri agar kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam tersebut dapat terlaksana.Tindakan Amerika tersebut tidak ditentang, bahkan beberapa negara justru mengikuti tindakan tersebut, sehingga akhirnya menjadi hukum kebiasaan internasional. Pernyataan Amerika Serikat dan beberapa peristiwa lainnya seperti kasus Anglo-Norwegian Fisheries Case 10 kemudian mempengaruhi berbagai negara khususnya negara-negara yang telah tergabung sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB untuk mengadakan suatu konferensi internasional guna menciptakan suatu konvensi dalam bidang hukum laut. Konferensi internasional terkait dengan hukum laut tersebut dilaksanakan sebanyak empat kali, dengan rincian sebagai berikut : 1. Konferensi LBB tentang Hukum Internasional termasuk hukum laut, yang diadakan di Den Haag, Belanda, pada tahun 1930; 2. Konferensi PBB mengenai Hukum Laut Internasional I, diadakan di Jenewa, Swiss, pada tahun 1958; 10 Anglo-Norwegian Fisheries Case merupakan sebuah kasus mengenai wilayah perikanan yang terjadi antara Inggris dengan Norwegia. Perkara ini timbul karena Inggris menggugat tentang sahnya penetapan batas perikanan eksklusif yang ditetapkan oleh Norwegia dalam firman Raja Royal Decree pada tahun 1935 kepada Mahkamah Internasional atau International Court of Justice ICJ. Norwegia mengukur laut teritorialnya sejauh 4 empat mil laut dari batu karang dan pulau di Norwegia dengan menerapkan sistem pengukuran baseline yaitu dengan garis lurus straight baseline, dan negara-negara lain tidak ada yang menentang hal tersebut. Namun, Inggris mengakui bahwa laut teritorial dari Norwegia tersebut merupakan zona perikanan Inggris. ICJ pada akhirnya memenangkan Norwegia yang dalam melakukan penarikan garis pangkal tidak melanggar putusan pada tahun 1936 tentang Zona Perikanan. Universitas Sumatera Utara 7 3. Konferensi PBB mengenai Hukum Laut Internasional II, diadakan di Jenewa, Swiss, pada tahun 1960; 4. Konferensi Hukum Laut Internasional III, diadakan di Caracas, Venezuela, kemudian dilanjutkan di New York, Amerika Serikat dan Jenewa, Swiss, pada tahun 1973; dan 5. Konferensi Hukum Laut Internasional terakhir yang merupakan penandatanganan naskah final Konvensi Hukum Laut Internasional, diadakan di Montego Bay, Jamaika, pada tahun 1982. Konferensi Hukum Laut Internasional keempat merupakan tonggak lahirnya Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-III atau yang disebut dengan United Nations Conventions on The Law of The Sea UNCLOS 1982.Konvensi ini mulai berlaku pada tanggal 16 November 1994, yakni pada waktu 12 dua belas bulan setelah setelah tanggal pendepositan piagam ratifikasi atau aksesi ke-60 11 , hingga saat ini. Konvensi Hukum Laut PBB Ke-III atau UNCLOS 1982 memuat berbagai aspek penting dalam hukum laut internasional, termasuk ketentuan-ketentuan mengenai kawasan dasar laut internasional international seabed area.Dasar laut atau yang dalam istilah hukum laut internasional disebut dengan Kawasan area termuat dalam Bab XI UNCLOS. Kawasan atau Areamerupakan suatu rezim kelautan yang sangat terkenal kaya akan sumber daya mineral yang bernilai sangat tinggi, seperti nikel, kobalt, tembaga, polymetallic nodule, dan bahan tambang lainnya seperti gas bumi. 11 Pasal 308 angka 1 Konvensi Hukum Laut PBB Ke-III atau United Nations Conventions on The Law of The Sea UNCLOS 1982. Universitas Sumatera Utara 8 Pertambangan, sebagai salah satu sektor andalan dalam pembangunan suatu negara khususnya dalam pembangunan kelautan memiliki potensi yang cukup besar. 12 Dengan adanya potensi sebagaimana diuraikan di atas; membuat berbagai pihak berlomba-lomba untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam, terutama sumber daya mineral di dasar laut. Hal ini pada dasarnya menguntungkan bagi beberapa negara industri maju yang didukung dengan teknologi pertambangan laut.Namun, permasalahan hukum yang timbul yaitu status hukum dari Kawasan area itu sendiri; apakah ada kedaulatan atau hak berdaulat suatu negara pantai di wilayah Kawasan area serta sumber daya alamnya. Poin tersebut sangat penting, sebab, jika kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral di suatu wilayah Kawasan area ini sudah atau sedang dilaksanakan oleh suatu negara, maka timbul permasalahan yaitu adanya kecenderungan dan keinginan untuk menguasai wilayah Kawasan area tersebut serta sumber daya alam mineral yang terkandung di dalamnya. Persoalan hukum yang sedemikian rupa telah terjawab dalam Sidang Majelis Umum PBB pada tahun 1967.Seorang delegasi dari Malta yang bernama Arvid Pardo memberikan suatu usulan yang akhirnya menjadi suatu prinsip utama dalam setiap kegiatan di kawasan dasar laut internasional, yang terkenal dengan prinsip common heritage of mankind. Menurut Arvid Pardo, sumber daya alam mineral yang terkandung di kawasan dasar laut internasional ditetapkan sebagai warisan bersama umat manusia. 12 Bandingkan dengan Bernhard Limbong, Poros Maritim, Jakarta: Margaretha Pustaka, 2015, Hlm. 272. Universitas Sumatera Utara 9 Sidang tersebut juga memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan kegiatan di Kawasan area saat ini, dengan lahirnya ketentuan-ketentuan baru yang lebih spesifik mengenai area dalam UNCLOS 1982. Salah satunya adalah terbentuknya Badan Otorita Dasar Laut Internasional International Seabed Authority dalam penulisan skripsi ini Penulis singkat dengan ISA yang menjadi satu-satunya lembaga terkait dengan segala bentuk kegiatan di Kawasan area. International Seabed Authority mempunyai 4 empat badan utama otorita yaitu : 1. majelis; 2. dewan; 3. sekretariat dan; 4. perusahaan the enterprise. Selain itu suatu hal yang Penulis teliti bahwa ternyata semua negara yang menjadi peserta Konvensi Hukum Laut PBB 1982 ditetapkan secara ipso facto menjadi anggota Badan Otorita Dasar Laut Internasional International Seabed Authority. Oleh karena itu secara normatif ditentukan bahwa yang dapat melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam, terutama sumber daya mineral di dasar laut adalah perusahaan enterprise. Dalam pandangan yang sedemikian rupa terlihat bahwa hampir semua pihak berkepentingan bagaimana supaya enterprise berhasil secara ekonomis menghasilkan laba yang secara langsung atau tidak dapat dinikmati oleh masyarakat luas. Namun bagaimana suatu enterprise berhasil adalah sangat erat kaitannya dengan kewenangan Badan Otorita Dasar Laut InternasionalISA. Oleh karena itu sangat menarik untuk melakukan analisis terhadap kewenangan International Seabed Authority ISA dalam hal pelaksanaan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral di Kawasan area dalam perspektif hukum laut internasional. Universitas Sumatera Utara 10

B. Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Tindakan Eksploitasi Sumber Daya Perikanan Di Wilayah Laut Zee Oleh Kapal Asing Menurut Hukum Internasional

7 138 143

PENENGGELAMAN KAPAL ASING DALAM UPAYA PERLINDUNGAN SUMBER DAYA LAUT DI INDONESIA : PERSPEKTIF HUKUM INDONESIA DAN HUKUM INTERNASIONAL

0 2 16

PELAKSANAAN EKSPLORASI MINYAK DAN GAS BUMI OLEH PT. CALTEX PACIFIC INDONESIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM LAUT INTERNASIONAL

0 2 114

Kewenangan International Seabed Authority (ISA) Dalam Pelaksanaan Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Sumber Daya Mineral di Kawasan (Area) Dalam Perspektif Hukum Laut Internasional

0 1 15

Kewenangan International Seabed Authority (ISA) Dalam Pelaksanaan Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Sumber Daya Mineral di Kawasan (Area) Dalam Perspektif Hukum Laut Internasional

0 0 1

Kewenangan International Seabed Authority (ISA) Dalam Pelaksanaan Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Sumber Daya Mineral di Kawasan (Area) Dalam Perspektif Hukum Laut Internasional

1 3 21

Kewenangan International Seabed Authority (ISA) Dalam Pelaksanaan Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Sumber Daya Mineral di Kawasan (Area) Dalam Perspektif Hukum Laut Internasional

5 13 37

Kewenangan International Seabed Authority (ISA) Dalam Pelaksanaan Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Sumber Daya Mineral di Kawasan (Area) Dalam Perspektif Hukum Laut Internasional

0 0 5

Tindakan Eksploitasi Sumber Daya Perikanan Di Wilayah Laut Zee Oleh Kapal Asing Menurut Hukum Internasional

0 0 35

Tindakan Eksploitasi Sumber Daya Perikanan Di Wilayah Laut Zee Oleh Kapal Asing Menurut Hukum Internasional

0 0 13