162
Franckx, Erik.,2010, “The International Seabed Authority and The Common Heritage of Mankind: The Need for States to Establish
the Outer Limits of Their Continental Shelf”, The International Journal of Marine and Coastal Law Vol. 25, Leiden: Martinus
Nijhoff Publishers. Hasibuan, Rosmi.,“Hak Lintas Damai Right of Innocent Passage
Dalam pengaturan Hukum Laut Internasional”, USU Digital Library.
Ikeshima, Taisaku.,2012, “The Implementation Mechanism of The United Nations Convention on The Law of The Sea UNCLOS: A
General Overview”, Waseda Global Forum No. 9. Soegiyono
dan Mardianis,
“Analisis Prinsip-Prinsip
Hukum Internasional yang Mungkin Diterapkan Dalam Pengaturan
Geostationary Orbit GSO”, Bidang Pengkajian Bahan Teknis Pussisgan LAPAN.
Tanaka, Yoshifumi.,2011, “Protection of Community Interests in International Law: The Case of The Law of The Sea”, Max Planck
Yearbook of United Nations Law Vol. 15, Leiden : Koninklijke Brill N.V.
5. Pidato
Juwana, Hikmahanto., “ Hukum Internasional Dalam Konflik Kepentingan Ekonomi Negara Berkembang dan Negara Maju”,
Universitas Sumatera Utara
163
disampaikan pada Upacara Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia, pada
tanggal 10 November 2001, diakses dari http:bem.law.ui.ac.id. Jenie, Ismijati.,“Iktikad Baik Sebagai Asas Hukum” , disampaikan dalam
pidato pengukuhan
Prof. Ismijati
Jenie, diakses
dari http:ugm.ac.id.
6. Slide
McFarlane, James A.R., “ISA, ICPC and Submarine Cables”, Centre of International Law International Cable Protection Committee,
disampaikan di National University of Singapore, pada tanggal 14- 15 April 2011.
7. Website
www.academia.edu7379620Perkembangan_Hukum_Laut_Internasional http:bem.law.ui.ac.id
http:customlawyer.wordpress.com20140918fokus-kajian-teori- kewenangan
http:dheetadheeto.blogspot.co.id201307hukum-laut-internasional.html http:geomagz.geologi.esdm.go.id201307nodul-polimetalik-perburuan-
masa-depan-di-dasar-laut www.isa.org
www.isa.org.jmmineral-resources55 www.isa.org.jmdeep-seabed-mineralscontractorsoverview
Universitas Sumatera Utara
164
http:karyatulisilmiah.comsejarah-lahirnya-hukum-laut-internasional http:lautmaritim.blogspot.co.id201303hukum-maritim.html
http:ugm.ac.id http:wikiwand.comidpenambangan_bawah_laut
Universitas Sumatera Utara
59
BAB III PENGATURAN MENGENAI KAWASAN DASAR LAUT
INTERNASIONAL AREA DALAM HUKUM LAUT INTERNASIONAL A.
LatarBelakangdanPengertianPrinsipCommon Heritage of Mankind
Pasal 38 ayat 1 Statuta Mahkamah Internasional menetapkan bahwa sumber-sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah
dalam mengadili suatu perkara terdiri dari : 1 perjanjian internasional international conventions yang berlaku untuk pihak-pihak yang terlibat;
2 kebiasaan internasional international custom; 3 prinsip-prinsip umum hukumgeneral principles of law; dan 4 keputusan pengadilan judicial
decisions. Pengertian dari prinsip hukum umum sendiri adalah nilai etik dan
moral universal yang luhur, mulia dan agung yang telah berhasil ditanamkan didalam masyarakat umat manusia secara universal, yang
menjiwai norma-norma hukum yang secara nyata mengikat masyarakat internasional.
75
Uraian di atas mengenai sumber hukum internasional berdasarkan Statuta Mahkamah Internasional jelas memperlihatkan bahwa
prinsip-prinsip umum hukum mendapat posisi yang penting dalam memainkan peranan negara-negara dalam lingkup internasional. Prinsip-
prinsip umum hukum tersebut menjadi landasan lahirnya dan berlakunya
75
Artikel “Prinsip-Prinsip Hukum Umum Sebagai Sumber Hukum Internasional”, http:hkm305.weblog.esaunggul.ac.id, diakses pada tanggal 15 Maret 2016 Pukul 17:09 WIB.
Universitas Sumatera Utara
60
kaidah hukum internasional positif beserta cabang dari hukum internasional.
Dalam hukum internasional, ada suatu wilayah yang merupakan wilayah yang berada di luar yurisdiksi negara, yang dalam bahasa Inggris
disebut sebagai commonage atau “wilayah bersama”.
76
Dalam konteks hukum laut internasional, yang merupakan salah satu cabang dari hukum
internasional, yang disebut dengan “wilayah bersama” berlaku dalam ketentuan mengenai kawasan dasar laut internasional international
seabed area. Prinsip wilayah bersama tersebut dikenal dengan istilah warisan bersama umat manusiacommon heritage of mankind. Sebelum
munculnya prinsip ini, dalam tatanan hukum laut internasional dikenal beberapa prinsip yang mendominasi seperti prinsip kebebasan dan prinsip
kedaulatan.
77
Prinsip common heritage of mankindCHM tidak hanya diberlakukan dalam konteks hukum laut internasional. Prinsip ini pada
dasarnya diaplikasikan pada 3 tiga wilayah yang berupa
78
: 1
wilayah Antartika, dimana prinsip ini dikaitkan dengan Perjanjian AntartikaAntartic Treaty tahun 1961. Prinsip tersebut termuat dalam
76
Hikmahanto Juwana, Hukum Internasional Dalam Konflik Kepentingan Ekonomi Negara Berkembang dan Negara Maju, Pidato yang disampaikan dalam Upacara Pengukuhan
Sebagai Guru Besar Tetap Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia, pada tanggal 10 November 2001, diakses dari
http:bem.law.ui.ac.id pada tanggal 16 Maret 2016 pukul
13:29 WIB.
77
Yoshifumi Tanaka, “Protection of Community Interests in International Law: The Case of the Law of the Sea”, Max Planck Yearbook of United Nations Law Vol. 15, Koninklijke Brill
N.V., Leiden, 2011, Hlm. 340.
78
Erik Franckx, dalam artikel yang berjudul “The International Seabed Authority and the Common Heritage of Mankind: The Need for States to Establish the Outer Limits of Their
Continental Shelf”, The International Journal of Marine and Coastal Law Vol. 25, Martinus Nijhoff Publishers, Koninklijke Brill N.V., Leiden, 2010, Hlm. 544-545.
Universitas Sumatera Utara
61
pernyataan“Antartica is in the interest of all mankind”, dimana prinsip CHM dalam aplikasi perjanjian ini memiliki ciri-ciri sebagai
berikut
79
: a Antartika hanya digunakan untuk maksud damai; b Antartika tidak dapat dijadikan objek perselisihan; c larangan untuk
melakukan tuntutan kedaulatan atau berdasarkan cara lain terhadap wilayah di Antartika, sumber daya, kegiatan-kegiatan yang dilakukan,
mapun terhadap kebangsaan negara yang melakukan eksplorasi di Antartika; d kebebasan dalam penyelidikan ilmiah dalam rangka
meningkatkan kerja sama internasional di Antartika; e pihak yang melakukan observasi mempunyai kebebasan akses; dan f
pencadangan sumber daya Antartika. 2
wilayah ruang angkasa outer space, yang disebutkan dalam Space Treaty 1967. Dalam pasal 1 terdapat istilah “shall be carried out for
the benefit and the interests of all countries” dan “shall be province of all mankind”, yang mempunyai pengertian yaitu
80
: a antariksa tidak dapat dimiliki tetapi dimanfaatkan bagi kepentingan semua
negara; b antariksa merupakan wilayah kepentingan bersama umat manusia.Prinsip CHM juga disebutkan dalam Perjanjian BulanMoon
Agreement tahun 1979 dan ;
79
Soegiyono dan Mardianis dalam artikel “Analisis Prinsip-Prinsip Hukum Internasional yang Mungkin Diterapkan Dalam Pengaturan Penggunaan Geostationary Orbit GSO”, Ridang
Pengkajian Bahan Teknis, Pussisgan LAPAN, Hlm. 122.
80
Erik Franckx,Op. Cit, Hlm. 123.
Universitas Sumatera Utara
62
3 wilayah dasar laut, yang disebutkan dalam UNCLOS 1982. Dalam
konteks hukum laut, prinsip common heritage of mankind termuat dalam pasal 136 UNCLOS 1982 yang berbunyi :
“The Area and its resources are the common heritage of mankind.”
UNCLOS 1982 tidak mengatur pengertian prinsip CHM secara konkrit. Namun, prinsip tersebut dapat diartikan sebagai kawasan dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan warisan bersama umat manusia. Beberapa pandangan mengungkapkan bahwa dalam
pengaplikasiannya, prinsip CHM dapat diartikan sebagai berikut
81
: 1
CHM tidak dapat dimiliki tetapi dapat digunakan; 2
CHM mensyaratkan
sistem manajemen
penggunaan secara
menyeluruh; 3
CHM mempunyai implikasi terhadap pembagian manfaat secara aktif. Tidak hanya secara finansial tetapi juga manfaat yang diperoleh
dan manajemen secara menyeluruh seperti alih teknologi yang dihasilkan;
4 CHM ditujukan untuk maksud-maksud damai;
5 Pencadangan terhadap generasi yang akan datang.
Kemunculan prinsipcommon
heritage of
mankindini dilatarbelakangi oleh kemajuan teknologi pertambangan dasar laut yang
kemudian menyebabkan dimungkinkannya kegiatan eksplorasi dan
81
Soegiyono dan Mardianis, Op. Cit, Hlm. 122.
Universitas Sumatera Utara
63
eksploitasi sumber daya mineral yang terkandung di wilayah Kawasan area.Pada tahun 1873, ekspedisi kapal Challenger telah menemukan
barang tambang nodul polimetal dengan ukuran sebesar kentang yang berserakan di sebagian besar dari dasar laut samudera dalam di luar landas
kontinen pada kedalaman 3500 meter.
82
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pemerintah Amerika Serikat mengungkapkan bahwa Kawasan
Clarion-Clipperton di Samudera Pasifik mengandung sebanyak 1,5 trilyun ton barang tambang nodul polimetal. Barang tambang ini terdiri dari 30
tiga puluh jenis, tetapi hanya empat jenis yang dapat diperdagangkan dewasa ini, yaitu tembaga, kobal, nikel dan mangan.
83
Teknologi pertambangan dasar laut saat itu hanya dimiliki oleh beberapa negara tertentu. Negara-negara yang berteknologi maju secara
leluasa dapat mengeksploitasi sumber daya alam sampai pada landas kontinen sedangkan negara-negara yang sedang berkembang ternyata
hanya dapat mengeksploitasi dalam jangkauan yang terbatas, bahkan ada yang sama sekali tidak bisa mengeksploitasinya.
84
Kondisi ini mengakibatkan timbulnya permasalahan hukum mengenai batas luar
landas kontinen yang tidak diatur secara jelas dalam Konvensi Hukum Laut Jenewa 1958.
82
Dikdik Mohammad Sodik, Op. Cit., Hlm. 192 sebagaimana termuat dalam R.R. Churchill and A.V. Lowe, “The Law of The Sea”, Juris Publishing, Manchester University, 1999,
Hlm. 107.
83
Ibid, sebagaimana termuat dalam Jack Barkenbus, “Deep Sea-Bed Resources Politics and Technology”, A Division of Macmillan Publishing Co. Inc, New York and Macmillan
Publishers, 1979, Hlm. 32-33.
84
Bandingkan dengan I Wayan Parthiana, Op. Cit., Hlm. 217.
Universitas Sumatera Utara
64
Permasalahan mengenai kawasan dasar laut dan landas kontinen ini kemudian mulai dipertimbangkan dalam sidang Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB pada tahun 1967. Dalam sidang tersebut, seorang delegasi yang merupakan perwakilan negara Malta
melalui duta besarnya yaitu Arvid Pardo mengusulkan bahwa kekayaan alam yang berupa sumber daya mineral yang terkandung di dalam
kawasan dasar laut internasional menjadi warisan bersama umat manusia. Usulan ini kemudian menjadi dasar terbentuknya Resolusi Majelis Umum
PBB United Nations General Assembly ResolutionNomor 2749 XXV tahun 1970yang menyatakan bahwa
85
: 1
The sea-bed and ocean floor, and the subsoil thereof, beyond the limits of national yurisdiction here in after referred to as the Area,
as well as the resources of the Area, are the common heritage of mankind;
2 The Area shall not be subject to appropiation by any means by States
or persons, natural or juridicial, and no State shall claim or exercise sovereignty or sovereign rights over any parts thereof;
3 No States or persons, natural or juridicial shall claim, or exercise
acquire rights with respect to the Area or its resources incompatible with the international law regime to be established and the principles
of this Declaration minerals;
85
Dikdik Mohammad Sodik, Op. Cit., Hlm. 192-193.
Universitas Sumatera Utara
65
4 All activities regarding the exploration and exploitation of the
resources of the Area and other related activities shall be governed by the international regime to be established.
Resolusi ini kemudian menjadi dasar terbentuknya Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2750 XXV tahun 1970 yang
mengamanatkan kepada Komite Dasar Laut PBB United Nations Sea-Bed Committee untuk menyelenggarakan Konferensi Hukum Laut III yang
kemudian diselenggarakan pada tahun 1973. Sebagaimana yang telah Penulis uraikan dalam bab sebelumnya, Konferensi Hukum Laut III
menjadi tonggak lahirnya Konvensi Hukum Laut III yang merupakan ketentuan hukum mengenai rezim-rezim hukum laut internasional, salah
satunya mengenai Kawasan, serta Badan Otorita Dasar Laut Internasional International Seabed Authority yang menjadi pelaksana dari prinsip
common heritage of mankind tersebut.
B. PengertianKawasanArea
Dalam penulisan skripsi ini, istilah “Kawasan” mengacu kepada Kawasan dasar laut internasional international seabed area. Pengertian
dari kawasan sebagaimana termuat dalam pasal 1 ayat 1 UNCLOS yaitu dasar laut dan dasar samudera dalam serta tanah di bawahnya di luar batas-
batas yurisdiksi nasional suatu negara. Perlu digarisbawahi bahwa kawasan dasar laut yang dimaksud
dalam pasal tersebut berbeda dengan kawasan dasar laut pada landas
Universitas Sumatera Utara
66
kontinen sebagaimana dijelaskan dalam bab sebelumnya, sebab kawasan dasar laut pada landas kontinen masih termasuk dalam yurisdiksi suatu
negara pantai, walaupun dalam landas kontinen juga diberikan hak berdaulat bagi negara pantai untuk mengadakan kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi sumber kekayaan alam
86
khususnya mineral-mineral yang juga merupakan inti dari kegiatan yang dilaksanakan di wilayah Kawasan.
C. Wilayah yang TermasukdalamKawasanArea
Sebelumnya Penulis telah menguraikan bahwa wilayah yang termasuk dalamKawasanArea adalah kawasan dasar laut dan dasar samudera-
dalam serta tanah di bawahnya di luar batas-batas yurisdiksi nasional suatu negara. Berdasarkan defenisi tersebut maka dapat diidentifikasikan bahwa
Kawasan tersebut meliputi beberapa hal berikut
87
:
1. Dasar laut dan dasar samudera dalam serta tanah di bawahnya
seabed and ocean floor and subsoil thereof
Kawasan terdiri dari dasar laut dan dasar samudera-dalam serta tanah di bawahnya.
88
Menurut I Wayan Parthiana, pengertian tersebut harus dipisahkan menjadi 2 dua macam dasar laut serta tanah di bawahnya,
yakni
89
:
86
Pasal 77 ayat 1 UNCLOS 1982 menyebutkan bahwa negara pantai menjalankan hak berdaulat di landas kontinen untuk tujuan mengeksplorasinya dan mengeksploitasi sumber
kekayaan alamnya.
87
I Wayan Parthiana, Op. Cit., Hlm. 218-219.
88
Lihat Pasal 1 ayat 1 UNCLOS 1982.
89
I Wayan Parthiana, Op. Cit., Hlm. 219.
Universitas Sumatera Utara
67
a. Dasar laut dan dasar samudera-dalam serta tanah di bawahnya,
dan; b.
Dasar laut serta tanah di bawahnya tanpa ada dasar samudera dalam.Penafsiran ini, menurut I Wayan Parthiana, lebih luas
jangkauannya, karena jika pengertian Kawasan hanya sebatas pada dasar laut serta tanah di bawahnya saja dan tanpa disertai
dengan dasar samudera-dalam serta tanah di bawahnya seperti pada penafsiran a, maka hal tersebut tidak dapat dikatakan
sebagai Kawasan, walaupun wilayah tersebut berada di luar yurisdiksi nasional. Misalnya, ketika dasar laut serta tanah di
bawahnya yang terletak antara Australia dan New Zealand, hal ini akan menimbulkan pertanyaan mengenai pada yurisdiksi siapakah
dasar laut serta tanah di bawahnya tersebut.
2. Berada di luar yurisdiksi nasional beyond the limits of national