Persepsi masyarakat Faktor-faktor yang mempengaruhi Konversi Sawah

4 Berapa persen lahan yang anda konversikan ? a. 50 17 13 42,5 32,5 b. 100 23 27 57,5 67,5 5 Mengapa anda mengkonversikan lahan ? a. tempat tinggal 12 19 30 47,5 b. industripengembang 18 5 45 12,5 c. lahan tidak subur 14 35 d. letak yang strategis 10 2 25 5 6 Apakah ada yang mendorong anda untuk mengkonversikan lahan ? a. ada 11 27,5 b. tidak ada 29 40 72,5 100 7 Apakah anda mengurus surat izin perubahan penggunaan tanah IPPT ? a. ya 15 14 37,5 35 b. tidak 25 26 62,5 65 8 Apakah mudah perizinan untuk pengubahan konversi lahan dari pemerintah a. ya 15 14 37,5 35 b. tidak 25 26 62,5 65 Sumber : Data Primer Ket: BT = Banguntapan K = Kasihan Berdasarkan hasil analisis kuisioner luasan lahan yang ditanami padi oleh petani bermacam-macam, 500 m 2 57,5 petani Banguntapan, 60 Kasihan, 500-1000m 2 17,5 petani Banguntapan, 22,5 Kasihan, 1000-5000 m 2 25 petani Banguntapan, 17,5 Kasihan. Dalam budidaya padi yang dilakukan petani, pemerintah memberikan bantuan saprodi berupa pupuk, bibit. Petani yang pernah menerima bantuan saprodi dari pemerintah sebanyak 55 petani Banguntapan, 72,5 Kasihan dan petani yang tidak pernah mendapatkan bantuan saprodi sebanyak 45 petani Banguntapan, 27,5 Kasihan. Petani yang tidak mendapat bantuan saprodi dikarenakan tidak memiliki kelompok tani, sedangkan yang mendapat bantuan saprodi memiliki kelompok tani, peraturan yang ditetapkan pemerintah yaitu penerima bantuan saprodi harus memiliki kelompok tani. Lahan sawah yang dikonversikan oleh petani antara 50-100, untuk konversi lahan sebanyak 50 42,5 petani Banguntapan, 32,5 Kasihan dan konversi lahan sebanyak 100 57,5 petani Banguntapan, 67,5 Kasihan. Petani yang mengkonversikan lahan digunakan untuk tempat tinggal 45 petani Banguntapan, 47,5 Kasihan, 30 petani Banguntapan dan 25 Kasihan menjual lahan mereka kepada pengembang perumahan dan industri, 12,5 petani Kasihan mengantikan tanaman budidaya padi dengan tebu dikarenakan lahan yang sudah tidak subur, 25 petani Banguntapan dan 15 Kasihan dimanfaatkan untuk berwirausaha karena letaknya yang strategis dengan jalan raya dan berbatasan dengan perkotaan. Masyarakat mengubah lahannya karena kebutuhan ekonomi yang terus meningkat sedangkan hasil dari lahan sawahnya tidak dapat memenuhi kebutuhan perekonomiannya sehingga masyarakat, merubah lahannya untuk menjadi tempat tinggal yang akan disewakan, hal ini berkaitan dengan perkembangan aglomerasi kota Yogyakarta. Perkembangan Fisik Kawasan Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta APY merupakan salah satu faktor penyumbang terjadinya konversi lahan, hal ini berkaitan dengan populasi penduduk yang telah mendekati angka 1.500.000 jiwa. Selain itu, mobilitas manusia serta aktivitas ekonomi masuk dan keluar dari pusat kota Yogyakarta mengakibatkan terjadinya perubahan struktur pemanfaatan ruang desa- desa yang berada pada kawasan kota Yogyakarta seperti daerah sub urban di Kabupaten Sleman dan Bantul BKTRN, 2016. Hasil kuisioner tentang perizinan alih fungsi lahan, tidak semua petani mengurus izin peruntukan penggunaan tanah IPPT yang sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul No. 23 tahun 2000. Dapat dilihat bahwa ada 62,5 petani Banguntapan dan 65 Kasihan tidak melakukan perizinan dalam mengkonversikan lahannya pada saat wawancara petani menyatakan karena sulitnya untuk mengurus perizinan dan lokasi untuk melakukan perizinan terlalu jauh. Sedangkan 37,5 petani Banguntapan dan 35 Kasihan telah melakukan perizinan sesuai pada Peraturan Daerah Kabupaten Bantul No. 23 tahun 2000. Dalam mengurus perizinan sebanyak 67,5 petani Banguntapan dan 75 Kasihan menyatakan sulitnya mengurus perizinan, sehingga mereka langsung mengubah lahannya.

4. Kebijakan Pemerintah

Konversi lahan sawah di Kecamatan Banguntapan dan Kasihan dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, karena pada dasarnya belum ada peraturan pertanahan yang mengikat masyarakat dalam menahan laju konversi lahan sawah. Masyarakat Kecamatan Banguntapan dan Kasihan melihat fenomena konversi lahan sawah sebagai hal yang wajar dilakukan oleh petani karena hal ini menyangkut hubungan pemilik lahan dengan lahannya. Pertambahan jumlah penduduk menjadi faktor penting dalam meningkatkan volume konversi lahan pada Kecamatan Banguntapan dan Kasihan, karena dengan bertambahnya jumlah penduduk menuntut untuk sebuah wilayah mendirikan pemukiman yang layak bagi penduduk. Para pengembang perumahan yang melihat potensi besar untuk mendirikan industri perumahan, sehingga para pemilik lahan yang jenuh dengan pendapatan yang minim tertarik untuk menjual lahan milik mereka. Aparat pemerintah Kecamatan Banguntapan dan Kasihan yang menjadi responden penelitian mengatakan sangat sulit mencegah konversi lahan pertanian karena jika petani diperingatkan maka para petani berdalih semua hak untuk mengurus lahan adalah milik petani pemilik lahan, secara tidak langsung para aparat pemerintahan tidak bisa melakukan intervensi mengenai konversi lahan pertanian. Para pemilik lahan memiliki keleluasaan dalam mengatur sumber daya lahan pertanian miliknya, dan tentunya untuk melakukan perubahan terhadap lahannya, dalam tatanan ini konversi lahan pertanian sangat mungkin terjadi. Hal serupa diungkapkan beberapa responden penelitian yang mengkonversikan lahan, mereka menyatakan memiliki kebebasan untuk mengkonversi lahan pertanian miliknya, dan tidak ada pihak yang keberatan dan merasa dirugikan dengan konversi lahan telah mereka lakukan. Responden juga mengatakan jika mereka tetap melakukan budidaya khususnya tanaman padi, pemerintah tidak memperhatikan sarana dan prasarana yang dibutuhkan petani, sehingga para petani merasa enggan untuk membudidayakan tanaman padi, harga jual gabah yang tidak menentu juga menjadi salah satu pendorong petani untuk tidak membudidayakan padi, hal ini dikarenakan pemerintah tidak peduli dengan harga jual kepada petani. Permasalahan lain yang dihadapi pemerintah daerah dalam menangulangi tingginya tingkat konversi lahan di Kabupaten Bantul yaitu banyak lahan-lahan pertanian yang diubah fungsinya menjadi lahan terbangun tanpa izin terlebih dahulu kepada pemerintah daerah, hal ini menjadi permasalahan serius apabila konversi lahan berpotensi melanggar jalur yang ditetapkan oleh Perda rencana tata ruang wilayah RTRW Kabupaten Bantul yang mengakibatkan laju konversi lahan pertanian menjadi non pertanian terus meningkat dan meluas. Pemerintah Kabupaten Bantul sendiri telah melakukan tindakan teguran dan surat peringatan kepada masyarakat yang melakukan