Konversi lahan TINJAUAN PUSTAKA
tahun ke depan lahan produktif yang beralih fungsi mencapai 20.000 hektar Suwandi, 2002.
Irawan 2005 dalam Akbar 2008 mengemukakan bahwa konversi tanah lebih besar terjadi pada tanah sawah dibandingkan dengan tanah
kering karena dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu pertama, pembangunan kegiatan non pertanian seperti kompleks perumahan, pertokoan,
perkantoran, dan kawasan industri lebih mudah dilakukan pada tanah sawah yang lebih datar dibandingkan dengan tanah kering. Kedua, akibat
pembangunan masa lalu yang terfokus pada upaya peningkatan produk padi maka infrastruktur ekonomi lebih tersedia di daerah persawahan daripada
daerah tanah kering. Ketiga, daerah persawahan secara umum lebih mendekati daerah konsumen atau daerah perkotaan yang relatif padat
penduduk dibandingkan daerah tanah kering yang sebagian besar terdapat di wilayah perbukitan dan pegunungan.
Konversi lahan biasanya terkait dengan proses perkembangan wilayah, bahkan dapat dikatakan bahwa konversi lahan merupakan
konsekuensi dari perkembangan wilayah. Sebagian besar konversi lahan yang terjadi, menunjukkan adanya ketimpangan dalam konsep tata ruang
dan pengelolaan lahan yang tertuang dalam Peraturan Daerah Perda. Penegakan hukum yang lemah mengakibatkan terjadi perubahan struktur
tata ruang wilayah dan akhirnya meningkatkan proses alih fungsi lahan. Di Indonesia, terdapat tiga macam ketimpangan Cristo-doulou sebagaimana
dikutip Gunawan Wiradi., 2000, yakni:
1. Ketimpangan dalam hal struktur “pemilikan” dan “penguasaan” tanah.
Kepentingankeberpihakan Pemerintah.Peran pemerintah mendominasi dalam menentukan kebijakan peruntukan penggunaan lahan dan
mendukung pihak bermodal dan penguasaan lahan, sedangkan peran masyarakat rendah.
2. Ketimpangan dalam hal peruntukan tanah. Terdapatnya indikasi kesenjangan, yakni tanah yang seharusnya diperuntukan bagi pertanian
rakyat digusur, sedangkan sektor non pertanian semakin bertambah luas.
3. Ketimpangan atau Incompability dalam hal persepsi dan konsepsi mengenaiagrarian. Terjadi perbedaan persepsi dan konsepsi mengenai
bermacam hak atas tanah, yakni pemeritah dan pihak swasta yang menggunakan hukum positif dengan penduduk yang berpegang pada
hukum normatifhukum adat. Dampak negatif dari konversi lahan adalah hilangnya peluang
memproduksi hasil pertanian di lahan sawah yang terkonversi, yang besarnya berbanding lurus dengan luas lahannya. Jenis kerugian tersebut
mencakup pertanian dan nilainya, pendapatan usaha tani, dan kesempatan kerja pada usahatani. Selain itu juga hilangnya pendapatan dan kesempatan
kerja pada kegiatan ekonomi yang tercipta secara langsung maupun tidak langsung dari kaitan ke depan forward linkage maupun ke belakang
backward linkage dari kegiatan usaha tani tersebut, misalnya usaha traktor dan penggilingan padi. Sumaryanto dkk., 1995.
Berbagai peraturan telah dikeluarkan pemerintah untuk membatasi alih fungsi lahan sawah. Upaya ini tidak memberikanhasil yang baik
disebabkan karena: a lahan sawah mudah untuk berubah kondisi fisiknya; b peraturan yang bertujuan untuk mengandalikan konversi lahan secara
umum hanya bersifat himbauan dan tidak dilengkapi sanksi yang jelas; dan c ijin konversi merupakan keputusan kolektif sehingga sulit ditelusuri
pihak mana yang bertanggung jawab atas pemberian ijin konversi lahan. Ketiga kelemahan tersebut pada gilirannya menyebabkan aparat cenderung
mendukung proses konversi lahan dengan alasan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Menurut Soekartawi 2005 faktor penyebab konversi Lahan pertanian adalah sebagai berikut :
1. Meningkatnya jumlah penduduk dan taraf kehidupan. 2. Lokasi lahan pertanian yang strategis diminati untuk kegiatan non-
pertanian. 3. Fragmentasi lahan pertanian.
4. Kepentingan pembangunan wilayah yang seringkali mengorbankan sektor pertanian
Proses konversi lahan pada dasarnya dapat dipandang sebagai suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi,
perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang. Perkembangan yang dimaksud tercermin dari adanya:
1. Pertumbuhan aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam akibat meningkatnya permintaan kebutuhan terhadap penggunaan lahan
sebagai dampak peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan per kapita.
2. Adanya pergeseran kontribusi sektor-sektor pembangunan dari sektor -sektor primer khususnya dari sektor-sektor pertanian dan
pengolahan sumberdaya alam ke aktifitas sektor-sektor sekunder manufaktur dan tersier jasa.
Berkurangnya luas lahan pertanian khususnya lahan sawah di suatu daerah, sudah tentu akan ikut mempengaruhi produksi padi di daerah
tersebut. Jika dilihat dari tingkat pertumbuhan penduduk yang pada umumnya semakin bertambah dari tahun ke tahunnya, maka dikhawatirkan
akan timbul masalah-masalah yang mengancam ketahanan pangan di daerah tersebut Erwin Gunanto 2007.
Model klasik dari alokasi lahan adalah model Ricardo Ricardian Rent. Menurut model ini, alokasi lahan akan mengarah pada penggunaan
yang menghasilkan surplus ekonomi land rent yang lebih tinggi, yang tergantung pada derajat kualitas lahan yang ditentukan oleh kesuburannya
serta kelangkaan lahan. Menurut von Thunen nilai land rent bukan hanya ditentukan oleh kesuburannya tetapi merupakan fungsi dari lokasinya.
Pendekatan von Thunen mengibaratkan pusat perekonomian adalah suatu kota yang dikelilingi oleh lahan yang kualitasnya homogen. Tata guna lahan
yang dihasilkan dapat dipresentasikan sebagai cincin-cincin lingkaran yang
bentuknya konsentris yang mengelilingi kota tersebut. Teori von Thunen mencoba untuk menerangkan berbagai jenis pertanian dalam arti luas yang
berkembang disekeliling daerah perkotaan yang merupakan pasar komoditi pertanian tersebut Suwandi., 2002.
Konversi lahan sawah tidak terlepas dari situasi ekonomi secara keseluruhan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menyebabkan beberapa
sektor ekonomi tumbuh dengan cepat sehingga sektor tersebut membutuhkan lahan yang lebih luas. Apabila lahan sawah letaknya dekat
dengan sumber ekonomi maka akan menggeser penggunaannya kebentuk lain seperti pemukiman, industri manufaktur dan fasilitas infrastruktur. Hal
ini terjadi karena land rent persatuan luas yang diperoleh dari aktivitas baru lebih tinggi daripada yang dihasilkan sawah. Hal ini terjadi karena land rent
persatuan luas yang diperoleh dari aktivitas baru lebih tinggi daripada yang dihasilkan sawah Suwandi., 2002.
Hubungan antara nilai land rentdan alokasi sumber daya lahan diantara berbagai kompetisi penggunaan sektor komersial dan strategis,
mempunyai hubungan yang erat. Sektor tersebut berada pada kawasan strategis dengan land rent yang tinggi, sebaliknya sektor yang
kurangmempunyai nilai komersial nilai rentnya semakin kecil. Economic rentsama dengan surplus ekonomiyang merupakan kelebihan nilai produksi
total diatas biaya total. Suatu lahan sekurang-kurangnya memiliki empat jenis rent, yaitu:
1. Ricardian rent, menyangkut fungsi kualitas dan kelangkaan lahan
2. Locational rent, menyangkut fungsi eksesibilitas lahan 3. Ecological rent, menyangkut fungsi ekologi lahan
4. Sosiological rent, menyangkut fungsi sosial dari lahan Hubungan antara nilai land rent dan alokasi sumber daya lahan
diantara berbagai kompetisi penggunaan sektor komersial dan strategis, mempunyai hubungan yang erat. Sektor tersebut berada pada kawasan
strategis dengan land rent yang tinggi, sebaliknya sektor yang kurang mempunyai nilai komersial nilai rentnya semakin kecil. Economic rent sama
dengan surplus ekonomi yang merupakan kelebihan nilai produksi total diatas biaya total Winoto., 2005.
Untuk mencegah lebih banyak terjadi konversi lahan untuk tahun- tahun berikutnya, dapat digunakan metode peramalan. Peramalan dapat
diartikan sebagai penggunaan data masa lalu dari sebuah variabel atau kumpulan variabeluntuk mengestimasikan nilai dimasa yang akan datang.
Untuk membuat peramalan dimulai dengan mengeksplorasi data dari waktu yang lalu dengan mengembangkan pola data dengan asumsi bahwa pola
data waktu yang lalu itu akan berulang lagi pada waktu yang akan datang, misalnya berdasarkan data dan pengalaman pada 12 bulan yang terakhir
Suwandi,2002.