Efektivitas Kebijakan Pemerintah Mengendalikan Konversi

peternakan. Ketentuan pengendalian penataan ruang dibahas dalam Bab VIII Perda Nomor 4 Tahun 2011 yang sinergi dengan pengaturan pemanfaatan lahan sawah dan diselenggarakan melalui : 1. Ketentuan umum peraturan zonasi Kawasan peruntukkan pertanian terdiri dari ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian tanaman pangan meliputi a. Pengarah untuk pembudidayaan tanaman pangan. b. Pengizinan adanya kegiatan pendukung pertanian. c. Pelarangan adanya kegiatan budidaya yang dapat mengurangi luas kawasan sawah irigasi. d. Pelarangan adanya kegiatan budidaya yang mengurangi atau merusak fungsi lahan dan kualitas tanah. 2. Ketentuan perizinan Perizinan yang harus dipenuhi dalam pemanfaatan ruang termasuk sebelum pemanfaatan lahan sawah yang disesuaikan dengan zonasi dari pola ruang peruntukkannya yang meliputi fatwa pengarah lokasi,izinpenetapan lokasi izin pemanfaatan tanahbangunan, serta izin pendirian bangunan. 3. Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif Insentif diberikan sebagai stimulan bagi yang mendukung kebijakan pemerintah, salah satunya dalam pengembangan ruang terbuka hijau.insentif dapat berupa kemudahan perizinan maupun pemberian pelayanan utilitas. Disinsetif diberikan untuk membatasi pembangunan di kawasan resapan air termasuk lahan sawah agar tidak dikonversi meskipun bukan pada kawasan peruntukkan pertanian tanaman pangan. Disinsetif dapat berupa pengenaan biaya perizinan yang lebih besar izin usaha di bidang perdagangan,izin usaha industri, izin mendirikan bangunan, dan lain-lain, persyaratan koefisien dasar bangunan yang kecil dan koefisien daerah hijau yang besar, persyaratan spesifikasi bangunan, kompensasi untuk mengganti resapan air yang berkurang. 4. Ketentuan sanksi Keberadaan kawasan peruntukkan tanaman pangan harus dipertahankan agar tidak dikonversi dengan cara pemberian sanksi administratif bagi pihak yang melanggar di bidang penataan ruang, termasuk bagi yang menutupakses sumber air irigas untuk lahan sawah. Sanksi admisitratif dapat berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan, penghentian sementara pelayanan umum, penutupan lokasi, pencabutan izin, pembatalan izin, pembongkaran bangunan, pemulihan fungsi ruang, danatau denda administratif. Kebijakan pemerintah dalam upaya pengendalian konversi lahan sawah akan berjalan efektif ketika terdapat pengajuan perizinan umumnya dilakukan oleh pihak yang akan membangun lokasi bagi kegiatan industri, perdagangan, atau perumahan yang mengkonversikan lahan sawah secara gradual dengan membelinya dari petanipemilik. Hal ini dapat ditandai dengan terkonsentrasinya lahan sawah yang dikonversi pada suatu hamparan yang luas. Lain halnya dengan konversi langsung dilakukan oleh petanipemilik lahan sawah dengan tidak perlu mengajukan perizinan kepada pemerintah. Konversi hanya terpantau ketika lahan sawah sudah beralih fungsi pada saat pendataan pemanfaatan lahan di akhir tahun dan tidak terpantau ketika proses konversi akan dilakukan. Proses konversi yang dilakukan petani berlangsung secara instan yang ditandai dengan lahan sawah terkonversi berada dalam luasan kecil dan tersebar di berbagai tempat. Dengan demikian, tidak semua proses konversi lahan sawah dapat terdata dan terpantau pemerintah. 82

VI. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Terdapat pengaruh antara konversi lahan sawah dengan produksi padi, artinya jika semakin tinggi Konversi lahan sawah maka semakin menurun produksi padi yang dihasilkan. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah yaitu faktor ekonomi, sosial dan kebijakan pemerintah daerah.

B. Saran

1. Pemerintah menginsentifkan, perbaikan irigasi agar ketersedian air terjamin sepanjang tahun dan luas lahan sawah yang lebih dari sekali ditanami padi meningkat. 2. Bagi masyarakat yang mengkonversi lahan agar bisa memikirkan ulang ketika mengkonversi lahan pertanian miliknya menjadi bentuk pemanfaatan lain seperti menggantikan tanaman padi menjadi hortikultura, sehingga konversi lahan sawah menjadi perumahan, perhotelan, dapat diminimalisir. 83 DAFTAR PUSTAKA Achmad Elias Lubis. 2005. Perencanaan Koorporasi Peningkatan Ketahanan Pangan Di Propinsi Sumatera Utara. Badan Ketahanan Pangan Propinsi Sumatera Utara, Medan. Adhi Sudibyo. 2011. Zonasi Konservasi Mangrove di Kawasan Pesisir Pantai Kabupaten Pati. Skripsi Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Uniersitas Muhammadiyah Yogyakarta. 101 halaman Agus Fahmudin.2004. konversi dan hilangnya multifungsi lahan sawah. Pusat penelitian dan pengembangan sosial ekonomi pertanian bogor. http:pse.litbang.deptan.go.idpublikasi.com diakses tanggal 12 November 2015 Agus Suman. 2007. Konversi Lahan Pertanian. Artikel. Koran Sindo: 1 November 2015 Akbar Rizky Ali. 2008. Proses Pembebasan Tanah Pertanian Untuk Pembangunan Kawasan Perumahan. Skripsi. Fakultas Pertanian. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bantul. 2015. Penggunaan Lahan Kecamatan Banguntapan dan Kasihan. Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bantul, Yogyakarta Bambang. S., 2005. Aspek Pertanahan Dalam Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian. http:balittanah.litbang.deptan.go.iddokumentasiprosidingmflp200 1bambangwidjanarko.pdf . Diakses tanggal 29 Maret 2015 Bantul, 2015 : http:www.bantulkab.go.iddatapokok0502_kepadatan_penduduk_agraris.ht ml akses tanggal 1 juli 2015 BAPPEDA Kabupaten Bantul, 2015 : http:BAPPEDA.bantulkab.go.id akses tanggal 28 juni 2015 BKPRN D.I.Y, 2016 : http:www.bkprrn.org akses tanggal 12 Maret 2016 Djafruddin. 2002. Dasar-Dasar Pengendalian Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta Erwin Setyo Gunanto. 2007 . Konversi Lahan Pertanian Mengkhawatirkan. http:www.tempointeraktif.com Diakses tanggal 29 Maret 2015 Gunawan Wiradi. 2000. Reforma Agraria: Perjalanan Yang Belum Berakhir. Yogyakarta: Pustaka Belajar Offset.