Analisis Yuridis Perjanjian Pekerjaan Konstruksi Pembangunan/Rehabilitasi Depo Pemasaran Hasil Perikanan Antara Dinas Pertanian, Perikanan Dan Kehutanan Kota Padangsidimpuan Dengan Cv. Via Anugrah
KOTA PADANGSIDIMPUAN DENGAN CV. VIA ANUGRAH
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum Oleh
MIFTA HOLIS NASUTION NIM : 100200086 Departemen Hukum Perdata
Program : Perdata BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN PEKERJAAN KONSTRUKSI
PEMBANGUNAN/REHABILITASI DEPO PEMASARAN HASIL PERIKANAN ANTARA DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN
KOTA PADANGSIDIMPUAN DENGAN CV. VIA ANUGRAH
Oleh
MIFTA HOLIS NASUTION NIM : 100200086 Departemen Hukum Perdata
Program : Perdata BW
Disetujui Oleh :
Ketua Departemen Hukum Perdata
NIP. 196603031985081001 Dr. Hasim Purba, S.H. M. Hum
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Muhammad Husni, S.H. M.Hum
NIP. 195802021988031004 NIP. 195112311985031006 Azwar Mahyuzar, S.H.
(3)
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
NAMA : MIFTA HOLIS NASUTION
NIM : 100200086
DEPARTEMEN : KEPERDATAAN BW
JUDUL SKRIPSI : ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN PEKERJAAN KONSTRUKSI
PEMBANGUNAN / REHABILITASI DEPO PEMASARAN HASIL PERIKANAN
ANTARA DINAS PERTANIAN,
PERIKANAN, DAN KEHUTANAN KOTA PADANGSIDIMPUAN DENGAN
CV. VIA ANUGRAH
Dengan ini menyatakan :
1. Bahwa skripsi yang saya tulis tersebut di atas adalah benar tidak merupakan jiplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.
2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adalah jiplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.
Medan, 4 April 2014
Mifta Holis Nasution NIM : 100200086
(4)
memajukan kesejahteraan umum. Dimana lebih lanjut lagi pembangunan merupakan usaha yang bertujuan untuk terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Keberhasilan pembangunan ditentukan oleh berhasil tidaknya proses pengadaan barang dan jasa, karena pelaksaan pembangunan hampir diseluruh sektor melalui tahapan pengadaan barang dan jasa. Untuk terpenuhinya kebutuhan barang dan jasa inilah pemerintah melakukan perjanjian kerja sama dengan para pelaku usaha di bidang-bidang terkait. Perjanjian yang diadakan antara pemerintah dengan pelaku usaha dalam pengadaan barang dan jasa inilah yang dituangkan ke dalam sebuah perjanjian tertulis. Skripsi ini membahas mengenai anilisis yuridis terhadap perjanjian pengadaan barang dan jasa yang dibuat oleh Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dengan Cv.Via Anugerah dalam hal pekerjaan konstruksi yakni pembangunan/rehabilitasi depo pemasaran hasil perikanan.
Metode penelitian yang penulis gunakan adalah menggunakan metode penelitian empiris yang menggunakan data sekunder khususnya bahan hukum primer, berdasarkan riset lapangan serta dihubungkan dengan ketentuan hukum serta literatur mengenai ilmu hukum. Penelitian ini bersifat deskriptif untuk mendapatkan pengertian, pemahaman, serta doktrin dan pendapat mengenai perjanjian pengadaan barang dan jasa sesuai dengan peraturan yang tertulis dalam buku-buku kepustakaan yang digunakan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menyimpulkan bahwa: didalam pengadaan barang/jasa perjanjian pekerjaan konstruksi Pembangunan/Rehabilitasi Depo Pemasaran Hasil Perikanan Antara Dinas Pertanian, Perikanan Dan Kehutanan Kota Padangsidimpuan Dengan Cv. Via Anugrah menggunakan metode penunjukan langsung. Bahwa hak dan kewajiban para pihak sesuai dengan hukum perjanjian yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan; bahwa penghentian dan pemutusan kontrak dapat dilakukan oleh kedua belah pihak secara seimbang; bahwa apabila terjadi sengketa diselesaikan melalui musyawarah, arbitrase, mediasi, konsiliasi atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penulis menyarankan agar pengumuman tentang mengenai adanya proyek pengadaan barang/jasa pemerintah agar diumumkan secara luas melalui media cetak ataupun elektronik; sebelum menandatangani perjanjian agar para pihak meneliti secara cermat terlebih dahulu; penyedia barang dan jasa harus diutamakan usaha kecil dan menengah serta koperasi; melaksanakan perencanaan, pelaksanaan dan pengasawan perjanjian pekerjaan konstruksi secara cermat dan tepat untuk meminimalisir kerugian dikemudian hari.
Kata Kunci : Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pekerjaan Konstruksi, Perjanjian Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
(5)
Nya saya bisa menyelesaikan skripsi ini sehingga syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum dapat diselesaikan.
Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan.
Saya juga menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H.,M.Sc.,(CTM).,Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan sekaligus dosen penasihat akademik. Terima kasih atas saran-saran yang telah diberikan.
3. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H. M. Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
4. Ibu Sinta Uli, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
5. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.Hum., selaku dosen pembimbing I. Terima kasih yang sebesar-besarnya atas saran-saran, bimbingan, arahan, maupun dukungan yang telah diberikan.
6. Bapak Azwar Mahyuzar, S.H., selaku dosen pembimbing II. Terima kasih yang sebesar-besarnya atas saran-saran, bimbingan, arahan, maupun dukungan yang telah diberikan.
7. Seluruh dosen pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Terima kasih atas ilmu, pendidikan, maupun pengajaran yang telah diberikan. Semoga dapat bermanfaat di kemudian hari.
8. Untuk kedua orang tua saya ayahanda tersayang Ihsan Sanusi Nasution dan ibu terkasih Nuraini Pulungan yang selalu menjadi paket lengkap dengan cinta
(6)
Sanawi Nasution ketiga saudara saya yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan kepada saya .
11.Teman-teman terbaik saya, Anrinanda Lubis, Solatiah Nasution, Rizky Fauzan Purba, Ramadan, Sakafa Guraba, Chairiah Ella Sari Siregar, Kusuma Ambarwati. Kebersamaan yang telah kita lalui semasa perkuliahan akan menjadi salah satu kenangan termanis. Kalian luar biasa! Untuk keluarga besar Piknik Rantang, Ramadan, Aries Fadhillah, Amsal Azizun Siregar, Fitria Selly, Puspita Damanik, Lesatari Dara CUG. Jangan menunggu hari libur itu datang, tapi ciptakanlah hari libur kita.
12.Teman-teman seperjuangan saya, Atiqa Khaneef Harahap dan Octavia Nasution.
13.Keluarga Besar Badan Ta’mirul Mushola Aladdinsyah, S.H., Priawan, Reza, Rahmat, Dwi Pranoto, Habib, Dowang, Arija, Natasha, Wildayanti, Elly Syahfitri, Dwi Susilawati, dan Syahariska Dina, Senior saya Agmalun Hasugian, S.H., dan senior BTN lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Kepada junior saya Syaufi, Agung, Virzha, Aldri, Winaldi.
14.Seluruh rekan-rekan mahasiswa/i seperjuangan stambuk 2010 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan yang telah banyak memberikan bantuan.
15.Seluruh pihak yang telah membantu baik selama masa perkuliahan maupun penulisan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, April 2014 Penulis,
(7)
Daftar Isi ... iii
Abstrak ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan masalah ... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6
D. Keaslian Penulisan ... 8
E. Tinjauan Pustaka ... 9
F. Metode Penulisan ... 11
G. Sistematika Penulisan ... 14
BAB II PERJANJIAN MENURUT KETENTUAN HUKUM DI INDONESIA ... 17
A. Pengertian Perjanjian Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... 17
B. Asas-Asas Hukum Perjanjian ... 20
C. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian ... 26
D. Jenis-Jenis Perjanjian ... 36
E. Akibat Yang Timbul Dalam Suatu Perjanjian ... 46
F. Wanprestasi Dalam Perjanjian ... 49
BAB III PERJANJIAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMRINTAH 51 A. Pengertian Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ... 51
B. Prinsip Dasar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ... 55
C. Jenis-Jenis Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ... 57
D. Perbedaan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Dengan Kontrak Pada Umumnya ... 62
(8)
BAB IV PERJANJIAN PEKERJAAN KONSTRUKSI ANTARA DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN DAERAH KOTAPADANGSIDIMPUAN DENGAN CV VIA
ANUGRAH ... 72
A.Prosedur Pengadaan Barang/Jasa Pada Dinas Pertanian, Perikanan Dan Kehutanan Kota Padangsidimpuan ... 72
B. Hak Dan Kewajiban Para Pihak ... 78
C. Penghentian dan Pemutusan Kontrak ... 78
D. Upaya Penyelesaian Perselisihan Antara Para Pihak ... 82
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 84
A. Kesimpulan ... 84
B. Saran ... 85
DAFTAR PUSTAKA ... 87
(9)
memajukan kesejahteraan umum. Dimana lebih lanjut lagi pembangunan merupakan usaha yang bertujuan untuk terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Keberhasilan pembangunan ditentukan oleh berhasil tidaknya proses pengadaan barang dan jasa, karena pelaksaan pembangunan hampir diseluruh sektor melalui tahapan pengadaan barang dan jasa. Untuk terpenuhinya kebutuhan barang dan jasa inilah pemerintah melakukan perjanjian kerja sama dengan para pelaku usaha di bidang-bidang terkait. Perjanjian yang diadakan antara pemerintah dengan pelaku usaha dalam pengadaan barang dan jasa inilah yang dituangkan ke dalam sebuah perjanjian tertulis. Skripsi ini membahas mengenai anilisis yuridis terhadap perjanjian pengadaan barang dan jasa yang dibuat oleh Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dengan Cv.Via Anugerah dalam hal pekerjaan konstruksi yakni pembangunan/rehabilitasi depo pemasaran hasil perikanan.
Metode penelitian yang penulis gunakan adalah menggunakan metode penelitian empiris yang menggunakan data sekunder khususnya bahan hukum primer, berdasarkan riset lapangan serta dihubungkan dengan ketentuan hukum serta literatur mengenai ilmu hukum. Penelitian ini bersifat deskriptif untuk mendapatkan pengertian, pemahaman, serta doktrin dan pendapat mengenai perjanjian pengadaan barang dan jasa sesuai dengan peraturan yang tertulis dalam buku-buku kepustakaan yang digunakan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menyimpulkan bahwa: didalam pengadaan barang/jasa perjanjian pekerjaan konstruksi Pembangunan/Rehabilitasi Depo Pemasaran Hasil Perikanan Antara Dinas Pertanian, Perikanan Dan Kehutanan Kota Padangsidimpuan Dengan Cv. Via Anugrah menggunakan metode penunjukan langsung. Bahwa hak dan kewajiban para pihak sesuai dengan hukum perjanjian yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan; bahwa penghentian dan pemutusan kontrak dapat dilakukan oleh kedua belah pihak secara seimbang; bahwa apabila terjadi sengketa diselesaikan melalui musyawarah, arbitrase, mediasi, konsiliasi atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penulis menyarankan agar pengumuman tentang mengenai adanya proyek pengadaan barang/jasa pemerintah agar diumumkan secara luas melalui media cetak ataupun elektronik; sebelum menandatangani perjanjian agar para pihak meneliti secara cermat terlebih dahulu; penyedia barang dan jasa harus diutamakan usaha kecil dan menengah serta koperasi; melaksanakan perencanaan, pelaksanaan dan pengasawan perjanjian pekerjaan konstruksi secara cermat dan tepat untuk meminimalisir kerugian dikemudian hari.
Kata Kunci : Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pekerjaan Konstruksi, Perjanjian Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
(10)
A. Latar Belakang
Salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan
umum. Untuk mewujudkan hal tersebut pemerintah melakukan langkah
pembangunan. Pembangunan merupakan usaha yang bertujuan untuk terwujudnya
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Agar dapat dinikmati setiap warga negara
maka pembangunan harus dilakukan merata di setiap wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Pemerintah juga melakukan upaya setahap demi setahap
melakukan pembangunan serta pembenahan infrastruktur sejalan dengan
meningkatnya pertumbuhan ekonomi,.
Wujud realisasi pembangunan yang dilaksanakan berupa pembangunan
proyek-proyek sarana dan prasarana yang diantaranya seperti fasilitas kesehatan,
kantor pemerintahan, rehabilatasi jalan, jembatan, perumahan rakyat, fasilitas
perdagangan atau pasar dan lain sebagainya. Untuk memenuhi pembangunan
tersebut, pemerintah memiliki kewajiban menyediakan kebutuhan baik dalam
bentuk berupa barang maupun jasa. Keberhasilan pembangunan ditentukan oleh
berhasil tidaknya proses pengadaan barang dan jasa, karena pelaksaan
pembangunan hampir diseluruh sektor melalui tahapan pengadaan barang dan
jasa. Untuk terpenuhinya kebutuhan barang dan jasa inilah pemerintah melakukan
(11)
Bentuk hubungan kerja sama pemerintah yang dituangkan dalam sebuah
perjanjian juga berbeda-beda. Apabila dilihat dari segi anggaran, perjanjian yang
dibuat oleh pemerintah itu pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi dua
kategori. Pertama ialah perjanjian yang bersifat pembelanjaan dan yang kedua
ialah perjanjian yang bersifat pendapatan1. Pengadaan barang dan jasa oleh
pemerintah (government procurement) tergolong pada jenis yang pertama,
sedangkan jenis yang kedua meliputi berbagai macam perjanjian, diantaranya
tukar menukar, sewa menyewa, penjualan asset negara termasuk saham,
penerbitan obligasi atau pinjaman luar negeri (loan agreement)2
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), perjanjian
tidak diatur secara baku dan kaku, bahkan bersifat terbuka. Sesuai dengan
kesepakatan para pihak. Hal ini berarti bahwa dalam suatu perjanjian, para pihak
dapat membuat isi perjanjian tersebut sesuai dengan kesepakatan dan kehendak
mereka. Dalam bentuknya, perjanjian merupakan suatu klausa-klausa kesepakatan
yang mengandung janji-janji kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Subekti .
3
1
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara 2
Sogar Simamora, Hukum Kontrak (Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di Indonesia), Surabaya: Kantor Hukum Wins & Partner. 2013. Hlm. 2
3
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Pembimbing Masa. 1980. Hlm. 1
menyebutkan bahwa, “Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji
kepada orang lain atau dimana 2 (dua) orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal”. Dalam pasal 1313 KUH Perdata disebutkan bahwa
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang
(12)
Perjanjian bukanlah merupakan hubungan hukum yang timbul dengan
sendirinya seperti halnya hukum keluarga. Hubungan hukum tersebut tercipta
karena adanya perbuatan atau tindakan hukum (rechthshandling). Perbuatan atau
tindakan hukum berakibat pada adanya hak dan kewajiban terhadap para pihak.
Satu pihak memberikan prestasi atau memiliki kewajiban pemenuhan prestasi
(plicht), sementara pihak lainnya memperoleh prestasi atau hak atas prestasi
(recht). Hak dan kewajiban atas prestasi yang terjadi tersebut berdasarkan atas
sebab kesepakatan kedua belah pihak yang tentunya telah memenuhi syarat
sahnya perjanjian. Syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320
KUH Perdata berbunyi
“Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat
1. Adanya kesepakatan para pihak.
2. Kecapakan untuk membuat perikatan
3. Sesuatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal.”
Dimana syarat 1 dan 2 merupakan syarat subjektif (mengenai subjek atau para
pihak). Apabila syarat subjektif ini tidak terpenuhi maka dapat dimintakan
pembatalan perjanjian kepada hakim melalui pengadilan. Sementara syarat 3 dan
4 merupakan syarat objektif (mengenai objek perjanjian) yang apabila tidak
terpenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum (nul and void) yang secara
hukum sejak awal dianggap tidak pernah ada perjanjian.
Asas kebebasan berkontrak ini dapat disimpulkan melalui bunyi pasal 1338
(13)
undang-undang bagi mereka yang membuatntya. Pasal ini bermakna bahwa
pernyataan-pernyataan dalam perjanjian bersifat mengikat terhadap kedua belah
pihak. Perjanjian yang dibuat oleh para pihak tidak terlepas dari kontrak. Dimana
disebutkan bahwa kontrak merupakan perjanjian yang dibuat secara tertulis.
Kebebasan berkontrak bukan bermakna bahwa para pihak bebas dengan
sebebas-bebasnya untuk membuat sebuah perjanjian. Asas kebebasan berkontrak
menyebutkan bahwa para pihak bebas mengadakan perjanjian apa saja dengan
berbagai bentuk asal saja tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum
dan tidak bertentangan dengan undang-undang. Selain itu, perjanjian yang
diadakan antara pemerintah dengan pelaku usaha dalam pengadaan barang dan
jasa meliputi jumlah uang yang sangat besar yang berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD). Dikarenakan melibatkan keuangan negara untuk itu
perjanjian antara pemerintah dengan pelaku usaha dibidang terkait diatur secara
rinci dalam sebuah peraturan perundang-undangan.
Pada umumnya dipahami bahwa dalam kontrak pemerintah hubungan antara
pemerintah dengan mitranya tidak berada dalam kedudukan yang sama
(nebengeordnet), pemerintah selalu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi
(untergoerdnet)4
4 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Dengan Pemerintah (Government Contract), dalam Hukum Kontrak di Indoneisa. Proyek Elips. Jakarta. 1998. Hlm. 159
. Kesepakatan antara pemerintah dan pelaku usaha yang
berbentuk pembelanjaan di bidang barang dan jasa biasa disebut dengan
perjanjian pengadaan barang dan jasa pemerintah. Pengaturan lebih lanjut
(14)
Presiden Nomor 70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden
Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Pada pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa “Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk
memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat
Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai
diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa”.
Dalam Peraturan Presiden tersebut, jasa diklasifikasikan menjadi tiga yakni
pekerjaan konstruksi, jasa konsultasi dan jasa lainnya. Lebih lanjut mengenai
pekerjaan konstruksi termasuk kedalam bentuk perjanjian pengadaan barang dan
jasa dapat dilihat pada ketentuan pasal 1 angka 15 yang menyebutkan bahwa
“Pekerjaan konstruksi adalah seluruh pekerjaan yang berhubungan dengan
pelaksanaan konstruksi bangunan atau wujud pembuatan fisik lainnya”.
Atas defenisi tersebut perjanjian pekerjaan konstruksi merupakan termasuk
perjanjian pengadaan barang dan jasa pemerintah. Kesepakatan yang dilakukan
kemudian dituangkan secara tertulis dalam bentuk perjanjian kerjasama
pengadaan barang dan jasa.
Perjanjian pengadaan barang dan jasa dalam bidang konstruksi inilah yang
kemudian menjadi latar belakang penulisan skripsi ini, dengan judul
“Analisis Yuridis Perjanjian Pekerjaan Konstruksi Pembangunan/ Rehabilitasi Depo Pemasaran Hasil Perikanan Antara Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Daerah Kota Padangsidimpuan Dengan CV. Via Anugrah”.
(15)
B. Rumusan Masalah
Berdarakan uraian latar belakang yang telah disebutkan maka rumusan
masalah yang menjadi fokus penelitian dalam skripsi ini yaitu :
1. Bagaimana prosedur pengadaan barang/jasa pada Dinas Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan Kota Padangsidimpuan?
2. Apa hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pekerjaan konstruksi
pembangunan depo pemasaran hasil perikanan antara Dinas Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan Kota Padangsidimpuan dengan CV. Via
Anugrah?
3. Bagaimana penghentian dan pemutusan kontrak dalam perjanjian
pekerjaan konstruksi pembangunan depo pemasaran hasil perikanan antara
Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Padangsidimpuan CV.
Via Anugrah?
4. Bagaimana cara penyelesaian sengketa, apabila terjadi perselisihan antara
Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Padangsidimpuan dengan
CV. Via Anugrah?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan C.1. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan skripsi adalah :
1. Untuk mengetahui tentang prosedur pengadaan barang/jasa pada Dinas
(16)
2. Untuk hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pekerjaan
konstruksi pembangunan depo pemasaran hasil perikanan antara CV. Via
Anugrah dengan Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota
Padangsidimpuan.
3. Untuk mengetahui penghentian dan pemutusan kontrak dalam perjanjian
pekerjaan konstruksi pembangunan depo pemasaran hasil perikanan antara
CV. Via Anugrah dengan Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota
Padangsidimpuan.
4. Untuk mengetahui tentang cara penyelesaian sengketa, apabila terjadi
perselisihan antara CV. Via Anugrah dengan Dinas Pertanian, Perikanan
dan Kehutanan Kota Padangsidimpuan.
C.2. Manfaat Penulisan
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan, adapun manfaat penulisan skripsi
ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk
pengembangan pengetahuan dan wawasan serta kajian lebih lanjut untuk
mahasiswa/kalangan akademis serta masyarakat yang ingin mengetahui
dan memperdalam Hukum Perdata yang khususnya mengenai kajian
(17)
2. Manfaat Praktis
Selain manfaat teoritis, penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat
memberikan manfaat secara praktis yakni mengenai penerapan asas-asas
yang terdapat di dalam hukum perdata, seperti asas kebebasan kontrak.
Dengan adanya tulisan ini juga memberikan pandangan kepada
masyarakat bahwa pembuatan suatu perjanjian haruslah berdasarkan
ketentuan hukum perjanjian yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan, yang bertujuan agar pihak yang akan mengikatkan dirinya
dalam suatu perjanjian terutama perjanjian pengadaan barang/jasa dapat
memahami dengan baik isi, ketentuan dan akibat daripada perjanjian
tersebut. Dengan memahami proses perjanjian pengadaan barang/jasa
semoga menjadi inspirasi bagi yang ingin menjadi penyedia barang/jasa.
D. Keaslian Penulisan
Keaslian penulisan skripsi dengan judul “Analisis Yuridis Perjanjian
Pekerjaan Konstruksi Pembangunan/ Rehabilitasi Depo Pemasaran Hasil Perikanan Antara Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Daerah Kota Padangsidimpuan Dengan CV. Via Anugrah” dapat dipertanggungjawabkan penulis sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang
dilakukan oleh bidang administrasi pada program studi ilmu hukum di Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara dengan hasil adanya tulisan lain yang telah
(18)
tersebut memiliki pokok permasalahan serta objek penilitian yang berbeda dengan
penulisan skripsi ini. Dengan demikian, penulisan skripsi ini merupakan penulisan
yang pertama dan asli, sehingga skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan oleh
penulis.
E. Tinjauan Pustaka
Di dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan
bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu atau orang lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Subekti5 berpendapat
bahwa suatu perjanjian adalah peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang
lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu. Dari
pengertian tersebut, timbullah suatu hubungan antara dua orang atau lebih tersebut
yang disebut dengan perikatan. Perjanjian tersebut menerbitkan suatu perikatan
diantara para pihak yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian tersebut
berupa rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji serta kesanggupan yang
diucapkan atau ditulis6
Sementara menurut Mariam Darus Badrulzaman perjanjian ialah suatu
hubungan yang terjadi antara dua orang atau lebih yang terletak dalam bidang
harta kekayaan, dengan mana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak
lainnya wajib memenuhi prestasi itu .
7
5
Soebekti, Hukum Perjanjian. Cetakan XII, Intermasa. Jakarta. 1990. Hlm. 29 6 Ibid, Hlm. 64
7
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis. Alumni. Bandung. 1994. Hlm. 3
. Jadi jelas bahwa di dalam sebuah perjanjian
akan selalu ada hak dan kewajiban para pihak yang membuatnya seta akan ada
(19)
Sementara itu, perjanjian yang diadakan antara pemerintah dengan pelaku
usaha dalam pengadaan barang dan jasa meliputi jumlah uang yang sangat besar
yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun
Anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dikarenakan
melibatkan keuangan negara untuk itu perjanjian antara pemerintah dengan pelaku
usaha dibidang terkait diatur secara rinci dalam sebuah peraturan
perundang-undangan. Kesepakatan antara pemerintah dan pelaku usaha yang berbentuk
pembelanjaan di bidang barang dan jasa biasa disebut dengan perjanjian
pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Pada pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah merumuskan “Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah
kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan
Kerja Perangkat Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan
kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh
Barang/Jasa”.
Dalam Peraturan Presiden tersebut, jasa diklasifikasikan menjadi tiga yakni
pekerjaan konstruksi, jasa konsultasi dan jasa lainnya. Lebih lanjut mengenai
pekerjaan konstruksi termasuk kedalam bentuk perjanjian pengadaan barang dan
jasa dapat dilihat pada ketentuan pasal 1 angka 15 yang menyebutkan bahwa
“Pekerjaan konstruksi adalah seluruh pekerjaan yang berhubungan dengan
(20)
Secara ringkas, uraian tinjauan kepustakaan di atas merupakan bentuk
penerapan hukum sebagai norma, sebagaimana “norma hukum adalah
peraturan-peraturan yang dibentuk oleh penguasa/pemerintah negara”8
F. Metode Penulisan
.
F.1.Jenis Penelitian
Penelitian hukum berbeda dengan penelitian sosian lainnya. Dalam
penyelesaian isu mengenai masalah hukum dan sekaligus memberikan deskriptif
mengenai apa yang terjadi, penilitian memerlukan sumber-sumber penelitian yang
disebut sebagai bahan hukum, baik sumber primer, sekunder maupun tertier9
Bahan Hukum Tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; contohnya adalah kamus,
ensiklopedia, indeks kumulatif dan sebagainya.
.
Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari: Norma (dasar) atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan UUD 1945;
Peraturan Dasar: mencakup diantaranya Batang Tubuh UUD 1945 dan Ketatapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat; Peraturan perundang-undangan; Bahan hukum
yang tidak dikodifikasikan, seperti hukum adat; Yurisprudensi; Traktat; Bahan
hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku; Peraturan Presiden
Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan menganai bahan hukum primer, seperti rancangan Undang-Undang, hasil-hasil penelitian, hasil
karya dari kalangan hukum dan seterusnya.
8 Hasim Purba, Suatu Pedoman Memahami Ilmu Hukum. CV. Cahaya Ilmu. Medan. 2006. Hlm. 135 9
(21)
Penelitian hukum dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu penelitian
hukum normatif dan penelitian hukum sosiologis (empiris). Penelitian hukum
normatif tediri dari penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematika hukum,
sinkronisasi hukum, sejarah hukum, dan perbandingan hukum. Sedangkan
penelitian hukum sosioligis (empiris) merupakan penilitian terhadap identifikasi
hukum dan terhadap efektfititas hukum10
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan
terdiri dari: Norma (dasar) atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945; Peraturan Dasar: mencakup diantaranya .
Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggabungkan antara metode
penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum
normatif dilakukan melalui kajian terhadap bahan-bahan yang telah disebutkan.
Sementara penelitian hukum empiris dilakukan wawancara terhadap Pejabat
Pembuat Komitmen pada Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Daerah Kota
Padangsidimpuan.
F.2. Data
Data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini dilakukan dengan
pengumpulan data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data primer
adalah wawancara langsung kepada Pejabat Pembuat Komitmen pada Dinas
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Daerah Kota Padangsidimpuan.
Sedangkan metode pengumpulan data sekunder dengan cara mencari
bahan-bahan yang terdiri dari :
10 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji. Penilitan Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat. PT Radjagrafindo Persada. Jakarta. 2007. Hlm. 42
(22)
Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketatapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat; Peraturan perundang-undangan; Bahan
hukum yang tidak dikodifikasikan, seperti hukum adat; Yurisprudensi;
Traktat; Bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih
berlaku; Peraturan Presiden.
b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan menganai bahan
hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil
penelitian, hasil karya dari kalangan hukum dan seterusnya.
c. Bahan Hukum Tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder;
contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif dan
sebagainya.
F.3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan dua teknik
pengumpulan data yaitu :
1. Studi Kepustakaan (Library Research)
Yaitu penelitian dengan mengumpulkan data dan meneliti melalui
sumber bacaan yang berhubungan dengan judul skripsi ini, yang
bersifat teoritis ilmiah yang dapat dipergunakan sebagai dasar dalam
penelitian dan menganalisa masalah-masalah yang dihadapi. Penelitian
yang dilakukan dengan membaca serta menganalisa peraturan
(23)
ilmiah, surat kabar, internet maupun sumberteoritis lainnya yang
berkaitan dengan materi skripsi.
2. Studi Lapangan (Field Research)
Kegiatan ini penulis lakukan dengan cara wawancara langsung dengan
Pejabat Pembuat Komitmen pada Dinas Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan Daerah Kota Padangsidimpuan.
F.4. Analisa Data
Dalam melakukan analisa data, penulis menggunakan teknik analisa yang
berfokus terhadap analisa hukum, menelaah bahan-bahan hukum baik yang
berasal dari peraturan perundang-undangan, buku-buku yang berhubungan dan
hasil wawancara langsung.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini dibuat secara terperinci dan sistematis agar memberikan
kemudahan dalam membaca, memahami makna sehingga dapat diperoleh
manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang sangat
berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Adapun sistematikan dari skripsi
ini terdiri dari :
BAB I : PENDAHULUAN
BAB I membahas mengenai latar belakang penulisan skripsi,
rumusan permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan yang
(24)
metode pustaka yang diakhri dengan sistematika penulisan
skripsi.
BAB II : PERJANJIAN MENURUT KETENTUAN HUKUM DI
INDONESIA
Pada bab ini diuraikan penjelasan mengenai perjanjian menurut
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata serta penjelasan mengenai
asas-asas hukum perjanjian, syarat-syarat sahnya perjanjian, jenis-
jenis perjanjian, juga dijelaskan mengenai akibat yang timbul
dalam suatu perjanjian.
BAB III : PENGERTIAN PENGADAAN BARANG/JASA
PEMERINTAH
Bab ini menguraikan mengenai pengertian pengadaan barang/jasa
pemerintah, prinsip dasar pengadaan barang/jasa pemerintah,
jenis-jenis kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah, hak dan
kewajiban para pihak, pemutusan kontrak, penyelesaian
perselisihan
BAB IV : PERJANJIAN PEKERJAAN KONSTRUKSI ANTARA DINAS
PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN DAERAH
KOTA PADANG SIDIMPUAN DENGAN CV VIA ANUGRAH
Bab ini menguraikan prosedur pengadaan barang/jasa pada dinas
pertanian, perikanan dan kehutanan kota padangsidimpuan, hak
dan kewajiban para pihak, penghentian dan pemutusan kontrak
(25)
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi ini
dimana penulis akan membuat kesimpulan mengenai keseluruhan
uraian skripsi ini dan memberikan beberapa saran yang diajukan
(26)
BAB II
PERJANJIAN MENURUT KETENTUAN HUKUM DI INDONESIA
A. Pengertian Perjanjian Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa
suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu atau orang lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Subekti11 berpendapat
bahwa suatu perjanjian adalah peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang
lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu. Sementara
menurut Mariam Darus Badrulzaman perjanjian ialah suatu hubungan yang terjadi
antara dua orang atau lebih yang terletak dalam bidang harta kekayaan, dengan
mana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi
prestasi itu12
Jadi jelas bahwa di dalam sebuah perjanjian akan selalu ada hak dan
kewajiban para pihak yang membuatnya seta akan ada akibat hukum dari
perjanjian yang mereka buat secara sah. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUH Perdata), perjanjian tidak diatur secara baku dan kaku, bahkan
bersifat terbuka. Sesuai dengan kesepakatan para pihak. Hal ini berarti bahwa
dalam suatu perjanjian, para pihak dapat membuat isi perjanjian tersebut sesuai
dengan kesepakatan dan kehendak mereka. Dalam bentuknya, perjanjian
merupakan suatu klausa-klausa kesepakatan yang mengandung janji-janji
kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. .
11 Soebekti. Op.cit. Hlm. 29
12
(27)
Jika ditelaah dengan seksama perjanjian itu sendiri memiliki beberapa unsur
yang terdiri atas :
1. Suatu perbuatan, dimana perbuatan itu yang mengikatkan para pihak
sehingga perjanjian itu terjadi.
2. Diataranya sekurang-kurangnya dua orang dan dapat lebih dari dua orang.
3. Perbuatan tersebut melahirkan perikatan diantara para pihak yang
membuat perjanjian tersebut/hubungan hukum.
Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, harus dapat
menumbuhkan kepercayaan diantara para pihak bahwa satu sama lain akan
memenuhi prstasinta dikemudian hari. Dengan adanya kepercayaan ini, kedua
pihak mengikatkan dirinya kepada perjanjian yang mempunyai kekuatan mengikat
sebagai undang-undang13
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberi keleluasaan bagi para pihak
mengadakan perjanjian untuk membentuk perjanjian. Perjanjian bukanlah
merupakan hubungan hukum yang timbul dengan sendirinya seperti halnya
hukum keluarga. Hubungan hukum tersebut tercipta karena adanya perbuatan atau
tindakan hukum (rechthshandling). Perbuatan atau tindakan hukum berakibat
pada adanya hak dan kewajiban terhadap para pihak. Satu pihak memberikan
prestasi atau memiliki kewajiban pemenuhan prestasi (plicht), sementara pihak
lainnya memperoleh prestasi atau hak atas prestasi (recht). Hak dan kewajiban
atas prestasi yang terjadi tersebut berdasarkan atas sebab kesepakatan kedua belah
pihak yang tentunya telah memenuhi syarat sahnya perjanjian, asalkan tidak .
13
(28)
dilarang undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan tidak
bertentangan dengan kesusilaan14
Ada beberapa jenis perjanjian yang diatur didalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata diantaranya Perjanjian Bernama dan Perjanjian Tidak Bernama.
Pasal 1319 KUHPerdata menyebutkan dua kelompok perjanjian : yaitu perjanjian
yang diberikan suatu nama khusus, disebut perjanjian bernanam dan perjanjian
yang dalam undang-undang tak dikenal dengan sautu nama tertentu yang disebut
perjanjian tidak bernama
.
15
14
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesisa. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2010. Hlm. 231
15 J. Satrio, Hukum Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian. Citra Aditya Bakti. Bandung. 1995. Hlm. 147
.
Perjanjian bernama diantaranya adalah perjanjian jual-beli, perjanjian
sewa-menyewa, perjanjian wesel, perjanjian hutang-piutang dan lain-lain. Sementara
perjanjian yang dalam sehari-hari memiliki sebutan ataupun nama tertentu tetapi
tidak diatur dalam KUHPerdata, seperti perjanjian sewa-beli, perjanjian
pengadaan barang/jasa pemerintah dan lain sebagainya.
Sehingga hubungan yang timbul di antara para pihak yang melakukan
perjanjian adalah hukum yang terjadi dalam lapangan kekayaan. Dalam hal ini,
bahwa perjanjian merupakan salah satu sumber utama perikatan sehingga apa
yang diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata berarti sebagai perjanjian yang
menimbulkan perikatan atau sering disebut dengan perjanjian obligatoir, yaitu
perjanjian antar para pihak yang mengikatkan diri untuk melakukan prestasi ke
(29)
B. Asas-Asas Hukum Perjanjian
Setelah diuraikan mengenai pengertian perjanjian, dimana perjanjian
merupakan kesepakatan atas kehendak para pihak maka untuk menciptakan
keseimbangan (equality) dan memelihara hak-hak yang dimiliki oleh para pihak
sebelum perjanjian yang dibuat menjadi perikatan yang mengikat bagi para pihak
maka sudah seharusnya kita memahami terlebih dahulu mengenai asas-asas yang
terdapat dalam hukum perjanjian. Asas-asas yang mengatur tentang dapat
dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, diantaranya yaitu :
1. Asas Kebebasan Berkontrak
Kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting di dalam
hukum perjanjian. Kebebasan ini merupakan wujud dari kehendak masing-masing
para pihak. Setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang sudah
diatur maupun belum diatur undang-undang, akan tetapi kebebasan tersebut
dibatasi tiga hal yaitu tidak dilarang undang-undang, tidak bertentangan dengan
kesusilaan16
Asas kebebasan berkontrak ini dijumpai pada pasal 1338 KUHPerdata yang
berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dengan adanya penekanan pada kata
semua maka pasal tersebut menyatakan bahwa diperbolehkan membuat perjanjian . Asas ini sering juga disebut dengan sistem terbuka (open system).
Asas kebebasan berkontrak berhubungan dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan
untuk menentukan apa dan dengan siapa perjanjian tersebut diadakan.
16
(30)
yang tentang apa saja atau perjanjian yang berisikan apa saja dan perjanjian
tersebut mengikat para pihak yang membuatnya seperti undang-undang.
Mariam Darus Badrulzaman berpendapat bahwa :
“Di dalam hukum perjanjian nasional, asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab dan mampu memelihara keseimbangan antara pengguna hak asasi dengan kewajiban asasi ini perlu dipertahankan yaitu dengan cara pengembangan kepribadian untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagaian hidup lahir dan batin yang serasi, selaras dan seimbang dengan kepentingan masyarakat”.17
Asas ini mempunyai arti bahwa perjanjian itu terjadi sejak saat tercapai kata
sepakat (konsensus) antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian, sejak saat itu
perjanjian mengikat dan mempunyai akibat hukum
Jadi, asas kebebasan berkontrak ini menunjukkan bahwa setiap orang diberi
kesempatan untuk menyatakan keinginannya dalam hal untuk mencapai
kesepakatan dalam membuat suatu perjanjian. Perjanjian disini meliputi seluruh
perjanjian, baik yang namananya diberikan maupun namannya tidak diberikan
undang-undang.
2. Asas konsensual (persesuaian kehendak)
18
Asas konsensual menekankan bahwa setiap orang yang sepakat untuk berjanji
mengenai suatu hal, berkewajiban untuk memenuhinya. Dapat disimpulkan bahwa . Asas ini berkenaan dengan
adanya persesuaian kehendak dari para pihak yang mengadakan perjanjian
sehingga dicapai suatu kesepakatan membuat perjanjian.
17
Mariam Darus Badrulzaman, Sutan Remy Sjahdeny, dkk., Kompilasi Hukum Perikatan. Citra Aditya. Bandung. 2001. Hlm. 86
18
(31)
perjanjian itu cukup secara lisan saja, yang menekankan moral kepada para pihak
untuk memenuhi hak dan kewajibannya. Pada perkembangannnya asas ini
dijelmakan dalam klausa perjanjian yang berisi tentang hak dan kewajiban para
pihak yang berjanji. Hal ini dikehendaki sebagai alat bukti, apabila salah satu
pihak ingkar maka pihak yang diingkari dapat memohon kepada hakim agar
klausa tersebut mengikat dan dapat dipaksakan berlakunya. Hal tersebut bertujuan
bahwa perjanjian yang dibuat dalam bentuk tertulis seperti misalnya akta, dapat
dijadikan sebagai alat bukti yang kuat di dalam persidangan.
Kekuatan pembuktian sempurna ini adalah kekuatan yang memberikan
kepastian yang cukup kepada hakim, kecuali kalau ada pembuktian perlawanan
(tegenbewijs) sehingga hakim akan memberika akibat hukumnya, contohnya
akta19
Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan piha lain, harus dapat
menumbuhkan kepercayaan di antara para pihak bahwa satu sama lain akan . Maka para pihak harus memegang teguh dan menjalankan apa-apa yang
telah menajdi kesepakatan diantara mereka.
3. Asas Kepercayaan
Asas kepercayaan ini dapat dijumpai dalam Pasal 1338 dan Pasal 1334
KUHPerdata. Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak-pihak lain,
menumbuhkembangkankan kepercayaan diantara kedua belah pihak, yang
menunjukkan bahwa suatu sama lain akan memegang janjinya. Dengan kata lain,
akan memenuhi prestasinya dibelakang hari. Tanpa adanya kepercayaan itu maka
perjanjian tidak mungkin akan ditiadakan oleh para pihak.
19 Achmad Ali & Wiwie Heryani, Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata. Kencana Prenada Media Grup. Jakarta. 2012. Hlm. 81
(32)
memenuhi prestasinya di kemudian hari. Dengan adanya kepercyaan ini, kedua
pihak mengikatkan dirinya kepada perjanjian yang mempunyai kekuatan mengikat
sebagai undang-undang20
4. Asas Perjanjian Mengikat (pacta sunt servanda) .
Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 dan Pasal 1339 KUHPerdata. Grotius,
sebagaimana dikutip Mariam Darus Badrulzaman mengakatakan bahwa “pacta
sunt servanda” yakni janji itu mengikat. Selanjutnya ia mengatakan lagi
“promissorum implemndroum obligation” yakni kita harus memenuhi janji kita21
Asas ini menempatkan para pihak dalam persamaan derajat dan masing-masing
pihak harus dapat satu sama lain. Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1341 .
Dalam sebuah perjanjian terkandung suatu asas kekuatan mengikat.
Mengikatnya suatu perjanjian terhadap para pihak tidak semata-mata terbatas pada
apa yang diperjanjikan, tetapi juga terhadap unsur-unsur lain sepanjang
dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan moral, sehingga demikiankebiasaan
yang mengikat para pihak.
5. Asas Obligatoir
Asas ini memiliki arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak tersebut,
baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum mengalihkan hak
milik. Hak milik baru beralih apabila dilakukan dengan perjanjian yang bersifat
kebendaan (zakelijke overeeenkomst), yaitu melalui penyerahan (levering).
6. Asas Persamaan Hak
20
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka...Op.cit. Hlm. 42
21 Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan. Alumni. Bandung. 1993. Hlm. 109
(33)
KUHPerdata. Dalam asas ini, para pihak memiliki posisi yang sama, tidak ada
pihak yang bersifat dominan dan tidak ada pihak yang tertekan sehingga tidak
terpaksa untuk menyetujui syarat yang diajukan karena tidak ada pilihan lain.
Dalam perjanjian, para pihak harus menghormati pihak lainnya. Apabila
prinsip win-win solution (saling menguntungkan) tidak dapat diwujudkan secara
murni, harus diupayakan agar mendekati perimbangan dimana segala sesuatu
yang merupakan hak para pihak tidak dapat dikesampingkan begitu saja.
Masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua pihak
untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia ciptaan Tuhan.
7. Asas Keseimbangan
Asas ini menghendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian
yang telah disepakati. Asas ini merupakan lanjutan atas asas persamaan hak. Asas
ini terdapat dalam Pasal 1338 dan Pasal 1244 KUHPerdata. Asas ini menuntut
para pihak untuk seimbang dalam perjanjian, baik dalam hak serta kewajiban
hendaklah dilakukan secara seimbang.
Sebagai contoh, bahwa kreditur memiliki hak untut atas pemenuhan prestasi
dan jika diperlukan dapat menuntut pemenuhan prestasi melalui kekayaan debitur.
Namun juga, kreditur memenuhi kewajiban sebagai bagian dari pada
pelaksanakan perjanjian. Dapat dilihat, bahwa kedudukan kreditur dan debitur
(34)
8. Asas Kepastian Hukum
Perjanjian sebagai sebuah hubungan hukum harus mengandung kepastian
hukum. Kepastian ini terwujud dari kekuatan mengikatnya sebuah perjanjian
yakni sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.
9. Asas Moral
Asas ini terdapat di dalam ketentuan Pasal 1339 KUHPerdata. Faktor-faktor
yang menjadi motivasi pada orang yang bersangkutan untuk melakukan perbuaan
hukum adalah berdasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati.
Asas ini terlihat dalam perikatan biasa, artinya bahwa suatu perbuatan suka rela
dari seseorang tidak menimbulkan hak bagi pelakunya untuk menggugat kontra
prestasi dari debitur. Hal ini terlihat juga di dalam zaakwaarneming, dimana
seseorang yang melakukan suatu perbuatan sukarela (moral) maka yang
bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan
menyelesaikan perbuatannya.
10. Asas Kebiasaan
Ketentuan asas ini diatur dalam Pasal 1339 jo Pasal 1374 KUHPerdata yang
dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat
untuk hal-hal yang diatur secara tegas dalam perjanjian tersebut, akan tetapi juga
pada hal-hal yang dalam kebiasaan diikuti. Pasal 1347 KUHPerdata menyatakan
pula bahwa hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap
secara diam-diam dimaksudkan didalam perjanjian meskipun dengan tegas
(35)
Kebiasaan yang dimaksud dalam Pasal 1339 KUHPerdata ialah kebiasaan pada
umumnya (gewonte) dan kebiasaan yang diatur dalam Pasal 1347 KUHPerdata
meupakan kebiasaan setempat (khusus) atau kebiasaan yang lazom berlaku
digolongan tertentu (bestending gebruikelijk beding)22
Ketentuan mengenai pengaturan asas kepatutan dapat ditemukan di dalam
Pasal 1339 KUHPerdata. Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi
perjanjian, dimana asas ini ditekankan pada ukuran mengenai isi dalam perjanjian.
Dalam terapan praktis, asas kepatutan ini selalu dibandingkan dengna kesafaran
hukum masyarakat. Asas kepatutan ini harus dipertahankan, karena melalui asas
ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam
masyarakat
.
11. Asas Kepatutan
23
C. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian .
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ukuran kepatutan dalam
masyarakat, pedoman utamanya adalah rasa keadilan dalam masyarakat.
Suatu perjanjian agar dapat mengikat dan tidak menemui hambatan-hambatan
dalam pelaksanaannya harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Di
dalam Pasal 1320 KUHPerdata, disebutkan adanya empat syarat yang harus
dipenuhi agar suatu perjanjian sah, yaitu :
1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
22Ibid. Hlm. 113
23
(36)
2. cakap untuk membuat suatu perjanjian;
3. mengenai suatu hal tertentu;
4. suatu sebab yang halal24
Keempat unsur tersebut selanjutnya dakam doktrin ilmu hukum yang
berkembang digolongkan ke dalam : .
- unsur subjektif, yaitu dua unsur pokok yang menyangkut subjek (pihak)
yang mengadakan perjanjian.
- Unsur objektif, yaitu unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung
dengan objek perjanjian25
Apabila salah satu unsur syarat subjektif tidak terpenuhi maka perjanjiannya
dapat dibatalkan, dan apabila salah satu unsur syarat objketif tidak terpenuhi maka
perjanjian tersebut batal demi hukum. Perjanjian dapat dikatakan sah jika telah
memenuhi semua ketentuan yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata.
Untuk lebih jelas lagi, maka syarat-syarat tersebut akan diuraikan satu persatu
sebagai berikut :
.
a. Syarat Subjektif
Syarat subjektif dalam perjanjian yang terdapat dalam dua macam keadaan yakni :
a.1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri
Dengan sepakat yang dimaksudkan bahwa pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian telah berspekat, setuju, seiya-sekata mengenai pokok-pokok dari
perjanjian yang diadakan. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang lain, juga telah
24
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Cetakan ke-dua puluh lima. Pradyanya Paramitha. Jakarta. 1992. Hlm. 339
25 Kartini Mulyadi & Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2004. Hlm. 93
(37)
dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara
timbal balik. Pokok perjanjian itu berupa objek perjanjian dan syarat-syarat
perjanjian.
Sepakat secara harfiah adalah persetujuan dari pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian tersebut. Sehingga secara langsung dapat juga berarti bahwa
persetujuan itu sendiri lahir karena pihak merasa dapat menarik manfaatnya atau
memperoleh nilai tambah.
Pengertian dari segi juridisnya adalah kebebasan para pihak untuk memberikan
persetujuan. Secara mendalam dapat dikatakan, walaupun secara formal telah
dapat dibuktikan bahwa perjanjian tersebut dibuat dengan terlebih dahulu adanya
kata sepakat. Akan tetapi apabila dalam pelaksanaan suatu perjanjian berdasarkan
gugatan salah satu pihak yang ada dalam perjanjian tersebut ataupun pihak lain
yang merasa berkepentingan dengan adanya perjanjian tersebut, ternyata setelah
diadakan penelitian dapat diketahui bahwa kata sepakat itu lahir karena adanya
penipuan atau adanya berbagai cara yang terselubung maupun merupakan hasil
dari bentuk kekerasan atau paksaan, yang direkayasa sehingga tidak berbentuk
nyata.
Dengan diberlakukakannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti
bahwa para pihak pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Atau dengan
kata lain, para pihak dalam sautu perjanjian harus mempunyai kemauanyang
bebas untuk mengikatkan diri dan kemauan itu harus dinyatakan. Pernyataan ini
dapat dilakukan dengan tegas atau secara diam-diam, tetapi maksudnya meyetujui
(38)
Dalam hal ini A. Qirom S. Meila berpendapat bahwa kata sepakat mungkin
pula diberikan karena penipuan, paksaan, atau kekerasan. Dalam keadaan inipun
mungkin diadakan pembatalan oleh pengadilan atau tuntutan dari orang-orang
yang berkepentingan26
Penipuan terjadi apabila satu pihak dengan sengaja memberikan
keterangan-keterangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat untuk
membujuk pihak lawannya memberikan perizinannya. Pihak yang menipu itu
bertindak secara aktif untuk menjerumuskan pihak lawannya. Menurut
Yurisprudensi, tak cukuplah kalau orang itu hanya melakukan kebohongan .
Dari Pasal 1321 KUHPerdata dapat ditarik sebuah kesimpulan yang dimaksud
dengan paksaan adalah paksaan rohani atau paksaan jiwa (pschis), jadi bukan
paksaan fisik. Misalnya, salah satu pihak karena diancam atau ditakut-takuti
terpaksa menyetujui suatu perjanjian. Dimana yang diancamkan itu harus suatu
perbuatan terlarang. Apabila ancaman tersebut merupakan tindakan yang
dibenarkan peraturan perundang-undangan, seperti ancaman akan digugat didepan
hukum, maka tidak dapat dikatakan suatu paksaan.
Kekhilafan terjadi, apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal pokok dari
apa yang diperjanjikan atau sifat-sifat yang penting dari barang yang menjadi
objek perjanjian ataupun mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian
tersebut. Kekhilafan haruslah sedemikian rupa, hingga seandainya orang itu tidak
khilaf mengenai hal-hal tersebut, ia tidak akan memberikan persetujuannya.
26 A. Qirom. S. Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perikatan Dan Hukum Jaminan. Liberty. Yogyakarta. 1985. Hlm. 10
(39)
mengenai sesuatu hal saja, paling sedikit harus ada suatu rangkaaian kebohongan
atau suatu perbuatan yang dinamakan tipu muslihat27
Dari sudut pandang keadilan, perlulah bahwa orang yang membuat suatu
perjanjian dan nantinya akan terikat oleh perjanjian dan nantinya akan terikat oleh .
Dalam ketentuan Pasal 1449 KUHPerdata menyatakan bahwa
“Perjanjian-perjanjian yang dibuat dengan paksaan, kesilapan atau penipuan, menerbitkan hak
tuntutan untuk membatalkannya”.
Dengan demikian, maka ketidakbebasan seseorang dalam memberikan
perizinan pada suatu perjanjian, memberikan hak kepada pihak yang tidak bebas
dalam memberikan sepakatnya itu untuk meminta pembatalan perjanjiannya.
Pembatalan dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang merasa berkepentingan.
a.2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian
Pihak yang membuat suatu perjanjian harus cakap menuru hukum. Pada
asasnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akil baliq dan sehat pikirannya,
adalah cakap menurut hukum dan dapat membuat perjanjian.
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian merupakan hal yang penting bagi
para pihak, sebab perjanjian menimbulkan kewajiban untuk menyerahkan benda
kepada orang lain dan kewajiban untuk tidak melakukan suatu perbuatan. Inilah
yang dikenal sebagai prestasi dalam perjanjian. Oleh karena itu, orang-orang yang
mengadakan perjanjian harus cakap, sebab perjanjian itu nantinya akan mengikat
para pihak sehingga harus mempunyai kesadaran tanggung jawab yang
dibebankan kepadanya.
27
(40)
perjanjian itu, mempunyai cukup kemampuan untuk menyadari benar tanggung
jawab yang diterima akibat dari perjanjian tersebut. Sedangkan dari ketertiban
umum, karena seorang yang membuat suatu perjanjian mempertaruhkan
kekayaannya, maka orang tersebut haruslah orang yang sungguh-sungguh berhak
bebas berbuat dengan harta kekayaannya.
Dalam ketentuan Pasal 1329 KUHPerdata “ Tiap orang berwenang untuk
membuat perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu”. Pada
dasarnya setiap orang yang telah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap
menurut hukum untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang menyebabkan
terjadinya perjanjian, kecuali terhadap orang-orang yang oleh undang-undang
dipandang tidak cakap untuk melakukan perbuatan tersebut. Bila ketentuan
tersebut tidak dipenuhi oleh para pihak maka dengan sendirinya perjanjian
tersebut tidak mungkin ada.
Ketentuan tersebut masih pula dibatasi oleh Pasal 1330 KUHPerdata yang
mengatur bahwa mereka tidak termasuk dalam golongan orang-orang sakit
ingatan, bukan termasuk orang yang bersifat pemboros dan ditetapkan oleh hakim
berada di bawah pengampuan ataupun perempuan bersuami. Berdasarkan
ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata tersebut, dapat ditentukan orang-orang yang
tidak cakap untuk membuat perjanjian yaitu orang yang belum dewasa, mereka
yang ditaruh dibawah pengampuan, dan orang-orang perempuan, dalam hal-hal
yang ditetapkan oleh undang-undang telah melarang membuat
(41)
Batasan tentang usia dewasa memang terdapat perbedaan dalam beberapa
peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 330 KUHPerdata, seseorang telah
dikatakn dewasa apabila sudah berumur 21 tahun atau sudah pernah menikah.
Apabila belum memenuhi syarat tersebut, mereka masih dianggap belum dewasa
dan harus diwakili oleh orang tuanya atau walinya atau kuratornya bagi mereka
yang berada dibawa pengampuan. Akan tetapi bukan tidak mungkin terjadi suatu
perjanjian yang dibuat oleh orang yang berusia dibawah usia 21 tahun dan tetap
diakui keabsahannya. Pada kenyataannya hal ini tidak begitu diperhatikan oleh
para pihak ataupun para penegak hukum.
Meskipun demikian, ketentuan Pasal 330 KUHPerdata tersebut tidak selalu
menjadi pedoman,karena ada beberapa pendapat sarjana yang berbeda tentang
batasan kedewasaan yang ditentukan KUHPerdata tersebut. Berkenaan dengan
hal ini, Imam Sudiyat mengatakan bahwa kedewasaan seseorang menurut Hukum
Adat dan Hukum Islam adalah seorang itu sudah akil baligh, yang sudah biasa
mencapai umur 15 tahun atau lebih mencapai perampungan status mandiri, lagi
pula sudah berumah tangga28
“Dalam sistem hukum perdata barat hanya mereka yang telah berada di bawah pengampuan saja yang dianggap tidak dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum secara sah. Sedangkan orang-orang yang kurang sehat atau tidak sehat akal pikirannya yang tidak berada di bawah pengampuan
.
Selain orang-orang yang belum dewasa dianggap tidak cakap dalam berbuat,
demikian juga halnya dengan orang-orang yang berada di bawah pengampuan.
Dalam hubungan ini Syahrani berpendapat :
28
(42)
tidak demikian, perbuatan hukum yang dilakukannya tidak dapat dikatakan tidaklah hanya didasarkan pada Pasal 1320 KUHPerdata. Tetapi perbuatan hukum itu tidak dapat dibantah dengan alasan tidak sempurnanya kesepakatan yang diperlakukan untuk sahnya perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata”.29
b. Syarat Objektif
Kecakapan seorang perempuan dalam membuat suatuperjanjian dijelaskan
oleh Pasal 108 KUHPerdata yang menyatakan bahwa perempuan yang bersuami
yang akan membuat perjanjian memerlukan bantuan dan izin dari suaminya itu.
Perempuan yang telah menikah dianggap tidak cakap membuat perjanjian
sehingga harus mendapat bantuan dan izin suaminya.
Mengenai hal tersebut, perempuan yang telah menikah atau telah memiliki
suami sejak dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3
tahun 1963 yang menganjurkan kepada para hakim untuk tidak berpedoman
beberpa pasal dalam KUHPerdata karena tidak sesuai lagi dengan kepribadian
bangsa Indonesia.
Syarat objektif dalam perjanjian yang terdapat dalam dua macam keadaan yakni :
b.1. Mengenai suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, merupakan prestasi yang
harus dipenuhi dalam suatu perjanjian, merupakan objek perjanjian. Prestasi harus
tertentu atau setidak-tidaknya dapat ditentukan. Apa yang diperjanjikan harus
cukup jelas, ditentukan jenisnya, jumlahnya boleh itdak disebutkan asal dapat
dihitung atau ditetapkan. Syarat bahwa prestasi itu harus tertentu atau dapat
29
(43)
ditentukan, gunanya ialah untuk menetapkan hak dan kewajiban para pihak
apabila timbuk perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian. Hal ini merupakan isi
daripada Pasal 1333 KUHPerdata.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah walaupun bentuk fisik objek
perjanjian tidak kelihatan secara langsung, namun para pihak disyaratkan telah
mengetahui apa yang menjadi standarnya. Apabila perjanjian mengenai barang
maka barang tersebut haruslah barang-barang yang ada dalam perdagangan. Akan
tetapi, ukuran yang ada dalam dunia perdagangan sekarang ini telah berkembang
sedemikian rupa dan sangat bergantung pada kalangan yang
memperdagangkannya
Dengan kata lain, bahwa suatu perjanjian haruslah memiliki objek tertentu
sekurang-kurangnya dapat ditentukan bahwa objek tertentu itu dapat berupa benda
yang sekarang ada dan nanti akan ada. Objek perjanjian tidak harus semula
individual tertentu, tetapi cukup kalau pada saat perjanjian ditutup jenisnya
tertentu30
Sebab yang halal diatur dalam Pasal 1335 sampai dengan Pasal 1337
KUHPerdata. Pasal 1335 KUHPerdata menyatakan bahwa “suatu perjanjian tanpa
sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang,
tidaklah mempunyai kekuatan”. KUHPerdata tidak memberi pengertian maupun . Dengan demikian batasan suatu hal tertentu telah berubah yaitu asal
saja bukan sesuatu yang secara nyata dilarang dalam undang-undang, kepatuhan
atau pun kebiasaan untuk diperdagangkan.
b.2. Suatu sebab yang halal
30
(44)
definis dari “sebab” yang dimaksud dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Hanya saja
dijelaskan pada Pasal 1335 KUHPerdata bahwa yang disebut sebab yang halal
adalah bukan tanpa sebab, bukan sebab palsu dan bukan sebab yang terlarang.
Dalam uraian mengenai asas kebebasan berkontrak telah disinggung bahwa
pada dasarnya, hukum tidak memperhatikan apa yang ada dalam benak ataupun
hati seseorang. Hukum hanya memperhatikan apa yang tertulis, yang pada
pokoknya menjadi perikatan yang wajib dilaksanakan oleh debitor dalam
perjanjian tersebut. Oleh karena itu, maka selanjutnya dalam isi rumusan Pasal
1336 KUHPerdata menyatakan “Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tapi ada sebab
lain selain daripada yang dinyatakan itu, perjanjian itu adalah sah”.
Dari ketentuan pasal tersebut jelas dapat dilihat bahwa memang benar pada
dasarnya undang-undang tidak pernah mempersoalkan apakah yang menjadi
alasan atau dasar dibentuknya perjanjiaan tertentu, yang diantara para pihak
mungkin saja perjanjian yang dibuat berdasarkan alasan yang tidak mutlak antara
kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.
Undang-undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab orang
mengadakan perjanjian,yang diperhatikan atau yang diawasi oleh undang-undang
ialah isi perjanjian yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai, apakah
dilarang oleh undang-undang atau tidak, apakah bertentangan dengan ketertiban
umum dan kesusilaan atau tidak.
Akibat hukum perjanjian yang berisi sebab atau causa yang tidak halal ialah
bahwa perjanjianitu batal demi hukum. Dengan demikian tidak ada dasar untuk
(45)
D. Jenis-Jenis Perjanjian
1. Jika ditinjau dari segi ilmu hukum, perjanjian dapat dibagi atas tiga
jenis, yaitu :
a. Perjanjian Konsensuil
Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang mana kesepakatan
yang dicapai dalam perjanjian dilakukan secara lisan, melalui
ucapan saja telah mengikat para pihak. Ini berarti bahwa segera
setelah pihak menyatakan persetujuannya atau kesepakatannya
tentang hal-hal yang mereka bicarakan dan akan dilaksanakan,
maka berkewajiban telah lahir pada pihak terhadap siapa yang
berjanji untuk memberikan sesuatu, melakukan atau berbuat
sesuatu, atau untuk tidak melakukan atau berbuat sesuatu.
b. Perjanjian Formal
Perjanjian formal adalah perjanjian yang mana kesepakatan itu
lisan semata-mata antara pihak yang berjanji belum melahirkan
kewajiban pada pihak yang berjanji untuk menyerahkan
sesuatu, melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu atau tidak
melakukan atau berbuat sesuatu. Sebagai contoh perjanjian
perdamaian dan perjanjian hibah.
c. Perjanjian Riil
Perjanjian riil adalah perjanjian yang mana dalam perjanjan
tersebut harus memiliki perbuatan nyata yang wajib dipenuhi
(46)
mengadakan perjanjian. Sebagai contoh perjanjian pengiriman
barang.
2. Jika ditinjau dari segi prestasi, perjanjian dapat dibagi tiga jenis, yaitu :
a. Perjanjian untuk memberikan (to geven)
Contoh : perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa,
perjanjian pinjam meminjam.
b. Perjanjian untuk melakukan sesuatu (to doen)
Contoh : perjanjian perburuhan dan perjanjian melakukan
pekerjaan.
c. Perjanjian tidak melakukan sesuatu (niet te doen)
Contoh : perjanjian untuk tidak mendirikan perusahaan sejenis
dan perjanjian untuk tidak membangun bangungan.
3. Jika ditinjau dari segi kekuatan memaksanya, perjanjia dapat dibagi
atas dua jenis, yaitu :
a. Perjanjian dengan kekuatan hukum sempurna, misalnya dengan
suatu sanksi apabila tidak dipenuhi.
b. Perjanjian dengan kekuatan hukum tidak sempurna, misalnya
perjanjian alami (natuurlijke verbintenis). Hal ini diatur dalam
Pasal 1935 KUHPerdata.
c. Perjanjian tanpa kekuatan hukum, misalnya perjanjian
(47)
4. Jika ditinjau dari segi subjek maupun ditinjau dari sudut asal dan
berakhirnya daya kerja perjanjian. Perjanjian dibagi atas sembilan
jenis, diantaranya31
a. Perjanjian Positif dan Perjanjian Negatif. :
Suatu perjanjian dikatakan positif apabila pelaksanaan prestasi
yang dimaksudkan dalam isi perjanjian merupakan tindakan
positif (positive handeling), baik yang berupa
memberi/menyerahkan suaut barang atau melakukan suatu
perbuatan sedangkan perjanjian dikatakan negatif apabila
prestasi yang menjadi maksud perjanjian merupakan suatu
tindakan negatif (negatif handeling). Ini terdapat pada
persetujuan yang berupa “tidak melakukan sesuatu (niet te
doen)”
b. Perjanjian sepintas lalu (voorbygaande) dan yang berlangsung
terus menerus (voortdurende)
Perjanjian sepintas lalu adalah perjanjian dimana dalam
pemenuhan prestasi berlangsung sekaligus dalam waktu yang
singkat dan dengan demikian perjanjianpun berakhir. Sebagai
contoh : perjanjian jual-beli, dimana perjanjian akan berakhir
setelah barang yang dibeli diserahkan serta harga yang disetujui
telah dibayar. Sedangkan perrjanjian yang berlangsung terus
menerus adalah perjanjian dimana dalam pemenuhan
31
(48)
kewajiban dan pelaksanaan prestasi berlangsung dalam jangka
waktu yang lama. Sebagai contoh perjanjian sewa-menyewa
dan perjanjian kerja, dimana dalam kedua perjanjian tersebut
berlangsung lama sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan.
c. Perjanjian Alternatif (altrnative verbintenis)
Pada perjanjian alternatif, debitur dalam memenuhi
kewajibannya melaksanakan prestasi dapat memilih salah satu
diantara prestasi yang telah ditentukan. Perjanjian alternatif
didasari dari segi subjek, yakni debitur diberi kebebeasan
memilih pemenuhan prestasi, dimana prestasi itu dipenuhi
langsung ke pihak kreditur atau pada pihak ketiga. Untuk
memudahkan kita mengetahui apakah perjanjian tersebut
adalah perjanjian alternatif yaitu dengan mengetahui terlebih
dahulu apakah perjanjian tersebut bersifat alternatif, yaitu
dengan melihat apakah dalam perjanjian tersebut terdapat
pengertian “atau”, dimana dalam hal ini pihak debitur tidak
dapat memaksa pihak kreditur untuk menerima prestasi dari
satu bahagian saja, dan sebahagian lagi dari bagian yang lain.
Jika hal tersebut tidak ditentukan secara tegas dalam perjanjian.
d. Perjanjian kumulatif dan konjungtif
Dala m perjanjian kumulatif, prestasi yang dibebankan kepada
pihak debitur terdiri dari bermacam-macam jenis. Dan semua
(49)
yang dapat memilih salah satunya, melainkan dalam perjanjian
kumulatif harus dipenuhi seluruhnya.
e. Perjanjian fakultatif
Perjanjian fakultatif ini hanya mempunyai satu objek prestasi,
dimana debitur mempunyai hak untuk mengganti prestasi yang
telah ditentukan dengan prestasi yang lain, apabila debitur tidak
dapat menyerahkan prestasi yang ditentukan sebelumnya.
Dalam perjanjian fakultatif dapat kita lihat seolha-olah ada
prestasi primer dan sekunder, dimana apabila pretasi primer
tidak dapat dipenuhi maka prestasi sekunder dapat
menggantikannya.
f. Perjanjian generik dan spesifik
Perjanjian generik dan spesifik adalah perjanjian yang hanya
menentukan jenis dan jumlah benda atau barang yang harus
diserahkan debitur seperti yang diatur dalam Pasal 1392
KUHPerdata, sesuai dengan ketentuan pasl tersebut pada
perjanjian generik debitur dalam memenuhi kewajibannya guna
membebaskan dirinya atas pemenuhan prestasi, tidak
berkewajiabn untuk menyerahkan jenis yang terbaik tetapi
sebaliknya sebitur tidak boleh menyerahkan jenis yang paling
buruk. Sedangkan perjanjian spesifik adalah perjanjian dimana
apabila benda yang menjadi objek perjanjian ditentukan hanya
(50)
dari benda. Dengan penyerahan benda sesuai dengan ciri-ciri
khusus tadi bagaimana adanya, terbebaslah debitur dari
kewajibannya.
g. Perjanjian yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi
(deelbare en ondelbare verbintenis)
Perjanjian ini diatur dalam Pasal 1296 sampai dengan Pasal
1303 KUHPerdata. Dalam perjanjian yang dapat dibagi
maksudnya adalah dimana apabila prestasi yang diperjanjikan,
baik merupakan benda atau jasa menurut sifat dan tujuan dapat
dibagi-bagi yang diperjanjikan, baik merupakan benda atau jasa
menurut sifat dan tujuan tidak dapat dibagi-bagi maka
perjanjian ini disebut perjanjian yang tidak dapat dibagi.
h. Perjanjian hoofdelijke atau perjanjian solider
Perjanjian hoofdelijke atau perjanjian solider adalah perjanjian
dimana terdapat beberapa orang kreditur serta objek yang
menjadi prestasi dari benda atau perbuatan yang tidak dapat
dibagi-bagi. Perjanjian ini memang hampir sama dengan
perjanjian yang tidak dapat dibagi (ondelbare). Jika kita
mencari letak perbedaannya antara perjanjian hoofdelijke
dengan perjanjian tidak dapat dibagi (ondelbare), maka
perjanjian hoofdelijke bersumber dari persetujuan atau oleh
undang-undang, sedangkan ondelbare bersumber dari sifat
(51)
jika hoofdelijke terletak pada subjeknya sedangkan ondelbare
terletak pada objeknya.
i. Perjanjian Bersyarat
Perjanjian bersyarat adalah perjanjian yang pelaksanaanya
digantungkan (afhangen) kepada sesuatu pada masa yang akan
datang yang belum pasti terjadi.
5. Jika ditinjau dari berbagai cara terbentuknya perjanjian, perjanjian
terbagi atas32
a. Perjanjian Timbal Balik :
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan
kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jual
beli.
b. Perjanjian Cuma-Cuma dan Perjanjian Atas Beban
Perjanjian dengan Cuma-Cuma adalah perjanjian yang
memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja, misalnya
hibah. Sedangkan perjanjian atas bebas adalah perjanjian terhadap
prestasi dari pihak yang satu dan selalu terdapat kontra prestasi dari
pihak lain dan antara kedua prestasi itu ada hubungan hukum.
c. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama
Perjanjian bernama (khusus) merupakan perjanjian yang
mempunyai nama sendiri. Maksdunya adalah perjanjian-perjanjian
tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang,
32
(52)
berdasrkan jenis yang paling terjadi sehari-hari. Perjanjian bernama
terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUHPerdata. Di
luar perjanjian bernama, tumbuh perjanjian tidak bernama yaitu
perjanjian yang tidak daitur dalam KUHPerdata, tetapi terdapat
pada masyarakat. Pada dasarnya jumlah perjanjian ini tidak
terbatas. Perjanjian ini lahir berdasarkan asas kebebasan
mengadakan perjanjian.
d. Perjanjian Campuran.
Perjanjian campuran merupakan perjanjian yang mengandung
berbagai unsur perjanjian, misalnya pemilik hotel yang
menyewakan kamar (sewa-menyewa), tetapi juga menyajikan
makanan (jual-beli) dan juga memberikan pelayanan lainnnya.
Terdapat berbagai macam paham mengenai perjanjian campuran
ini. Diantaranya paham pertama, mengatakan bahwa
ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian khusus diterapkan secara analogis
sehingga setiap unsur dari perjanjian khusus tetap ada (contractu
sui generis). Paham Kedua, mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan yang dipakai adalah ketentuan-ketentuan-ketentuan-ketentuan dari
perjanjian-perjanjian yang paling menentukan (teori absorbsi). Paham Ketiga,
mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan undang-undang yang
diterapkan terhadap perjanjian campuran itu adalah ketentuan
(53)
e. Perjanjian Obligatoir
Perjanjian obligatoir adalah perjanjian antara pihak-pihak yang
mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain.
Dapat dikatakan bahwa perjanjian itu merupakan perjanjian yang
menimbulkan perikatan misalnya perjanjian jual beli benda
bergerak. Menurut KUHPerdata, perjanjian jual beli saja belum
mengakibatkan beralihnya hak milik dari penjual kepada pembeli.
Untuk beralihnya hak milik jual eli seperti itu dinamakan
perjanjian obligatoir karena membebankan kewajiban (obligatoir)
kepada para pihak untuk melakukan penyerahan (levering).
Penyerahan sendiri merupakan perjanjian kebendaan.
f. Perjanjian Kebendaan
Perjanjian kebendaan merupakan perjanjian hak atas benda
dialihkan atau diserahkan kepada pihak lain.
g. Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Riil
Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang mana kesepakatan
yang dicapai dalam perjanjian dilakukan secara lisan, melalui
ucapan saja telah mengikat para pihak. Ini berarti bahwa segera
setelah pihak menyatakan persetujuannya atau kesepakatannya
tentang hal-hal yang mereka bicarakan dan akan dilaksanakan,
maka berkewajiban telah lahir pada pihak terhadap siapa yang
berjanji untuk memberikan sesuatu, melakukan atau berbuat
(54)
Sedangkan perjanjian riil adalah perjanjian yang mana dalam
perjanjan tersebut harus memiliki perbuatan nyata yang wajib
dipenuhi agar perjanjian yang dibuat tersebut mengikat para
pihak yang mengadakan perjanjian. Sebagai contoh perjanjian
pengiriman barang.
h. Perjanjian-perjanjian yang istimewa sifatnya
Perjanjian yang istimewa sifatnya terbagi-bagi atas :
1. Perjanjian liberatoir, perjanjian yang para pihaknya
membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya
pembebasan hutang (kwijschelding) pada Pasal 1438
KUHPerdata.
2. Perjanjian pembuktian, yaitu perjanjian antara pihak untuk
menentukan pembuktian apakah yang berlaku diantara mereka
3. Perjanjian untung-untungan, misalnya perjanjian asuransi yang
terdapat pada Pasal 1774 KUHPerdata.
4. Perjanjian publik, yaitu perjanjian yang sebagian atau
seluruhnya dikuasai oleh hukum publik karena salah satu pihak
bertindak sebagai penguasa (pemerintah). Misalnya perjanjian
ikatan dinas dan perjanjian pengadaan barang pemerintah.
Setiap perjanjian mempunyai bagian inti dan bagian yang bukan inti33
33
Mariam Darus, Ibid. Hlm 24
. Bagian
inti disebut essensialia dan bagian yang bukan inti terdiri dari naturalia dan
(55)
perjanjian karena bagian ini menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta.
Seperti persetujuan antara pihak dan objek perjanjian secara tegas untuk
dihapuskan. Misalnya menjamin tidak ada cacat dalam benda yang dijual.
Aksidentalia merupakan sifat yang melekat pada perjanjian yaitu secara tegas
diperjanjikan oleh para pihak seperti ketentuan mengenai domisili para pihak.
E. Akibat Yang Timbul Dalam Suatu Perjanjian
Menurut ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata, perjanjian yang dibuat dengan
sah dan mengikat berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang
membuatnya, tidak dapat dibatalkan tanpa persetujuan kedua belah pihak dan
harus dilaksanakan dengan iktikad baik34. Diantara akibat yang timbul dalam
suatu perjanjian adalah berlaku sebagai undang-undang, tidak dapat dibatalakan
sepihak dan pelaksanaan dengan iktikad baik,yang akan diuraikan selanjutnya.
E.1. Berlaku sebagai undang-undang
Artinya, perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa serta
memberi kepastian hukum kepada pihak-pihak yang membuatnya. Pihak-pihak
wajib menaati perjanjian itu sama dengan menaati undang-undang. Apabila ada
pihak yang melanggar undang-undang sehingga diberi akibat hukum tertentu,
yaitu sanksi hukum. Jadi, siapa yang melanggar perjanjian, dia dapat dituntut dan
diberi hukuman seperti yang telah ditetapkan dalam undang-undang (perjanjian).
34
(56)
E.2. Tidak dapat dibatalkan sepihak
Pada dasarnya perjanjian bersifat konsensuil, namun demikian terdapat
perjanjian-perjanjian tertentu yang mewajibkan dilakukannya sesuatu tindakan
yang lebih dari sekedar hanya perkataan lisan, sebelum pada akhirnya perjanjian
tersebut dapat dianggap sah dan karenanya mengikat serta melahirkan perikatan
diantara para pihak yang membuatnya. Dikarenakan perjanjian merupakan
persetujuan kedua belah pihak, jika akan dibatalkan harus dengan persetujuan
kedua belah pihak juga. Akan tetapi, jika ada alasan yang cukup menurut
undang-undang, perjanjian dapat dibatalkan secara sepihak
Alasan-alasan ditetapkan undang-undang itu adalah diantaranya perjanjian
yang bersifat terus menerus, berlakunya dapat dihentikan secara sepihak.
Misalnya, Pasal 1571 KUHPerdata tentang sewa menyewa yang dibuat secara
tdak tertulis, dapat dihentikan dengan pemberitahuan kepada penyewanya.
Perjanjian sewa suatu rumah, Pasal 1578 KUHPerdata setelah berakhir waktu
sewa seperti yang ditentukan dalam perjanjian tertulis, penyewa tetap menguasai
rumah tersebut tanpa adanya teguran dari pemilik yang menyewakan, maka
penyewa dianggap tetap meneruskan penguasaan rumah itu atas dasar sewa
menyewa dengan syarat-syarat yang sama untuk waktu yang ditentukan menurut
kebiasaan setempat. Jika pemilik ingin menghentikan sewa menyewa tersebut, dia
harus memberitahukan kepada penyewa menurut kebiasaan setempat.
Perjanjian pemberian kuasa (lastgeving), yang terdapat pada ketentuan Pasal
(57)
mengkehandiknya. Perjanjian pemberian kuasa juga pada Pasal 1817
KUHPerdata, penerima kuasa dapat membebaskan diri dari kuasa yang
diterimanya dengan memberitahukan kepada pemberi kuasa.
E.3. Pelaksanaan Iktikad Baik
Ketentuan dalam Pasal 1338 KUHPerdata menyebutkan yang dimaksud
dengan kriteria iktikad baik adalah ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan
perjanjian, apakah pelaksanaan perjanjian tersebut mengikuti norma kepatutan dan
kesusilaan serta apakah pelaksanaan perjanjian tersebut telah berjalan sesuai
kesepakatan. Jika terjadi selisih pendapat tentang pelaksanaan dengan iktikad baik
(kepatutan dan kesusilaan), pengadilan diberi wewenang oleh undang-undang
untuk mengawasi dan menilai pelaksanaan, apakah ada pelanggaran terhadap
norma-norma kepatutan dan kesusilaan itu.
Hal ini berarti bahwa pengadilan berwenang untuk menyimpang dari isi
perjanjian menurut kata-katanya apabila pelaksanaan menurut kata-kata itu akan
bertentangan dengan iktikad baik, yaitu norma kepatutan dan kesusilaan.
Pelaksanaan yang sesuai dengan norma kepatutan dan kesusilaan itulah yang
dipandang adil. Hak dan kewajiban yang dimiliki oleh masing-masing pihak harus
dipenuhi dengan iktikad baik. Sesuai dengan syarat-syarta perjanjian yang sah dan
(1)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Bahwa didalam pengadaan barang/jasa yang menggunakan penyedia
jasa, untuk pemilihan penyedia pekerjaan konstruksi dilakukan melalui empat metode yakni pelelangan umum, pelelangan terbatas, pemilihan langsung, penunjukan langsung, atau pengadaan langsung. Pada perjanjian pekerjaan konstruksi Pembangunan/Rehabilitasi Depo Pemasaran Hasil Perikanan Antara Dinas Pertanian, Perikanan Dan Kehutanan Kota Padangsidimpuan Dengan Cv. Via Anugrah menggunakan metode penunjukan langsung.
2. Bahwa hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian konstruksi
Pembangunan/Rehabilitasi Depo Pemasaran Hasil Perikanan Antara Dinas Pertanian, Perikanan Dan Kehutanan Kota Padangsidimpuan Dengan Cv. Via Anugrah sesuai dengan hukum perjanjian yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.
3. Bahwa penghentian dan pemutusan kontrak dalam perjanjian
konstruksi Pembangunan/Rehabilitasi Depo Pemasaran Hasil Perikanan Antara Dinas Pertanian, Perikanan Dan Kehutanan Kota Padangsidimpuan Dengan Cv. Via Anugrah dapat dilakukan oleh kedua belah pihak secara seimbang.
(2)
4. Apabila terjadi sengketa antara pihak pengguna jasa dan penyedia jasa maka penyelesaiannya Para Pihak berkewajiban untuk berupaya sungguh-sungguh menyelesaikan secara damai semua perselisihan yang timbul dari atau berhubungan dengan kontrak atau interpretasinya selama atau setelah pelaksanaan pekerjaan ini. Penyelesaian perselisihan atau sengketa antara para pihak dalam kontrak dapat dilakukan melalui musyawarah, arbitrase, mediasi, konsiliasi atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
B. Saran
1. Pengumuman tentang mengenai adanya proyek pengadaan barang/jasa
pemerintah agar diumumkan secara luas melalui media cetak ataupun elektronik sehingga masyarakat luas dapat mengetahui dan memiliki
kesempatan sebagai penyedia barang/jasa terutama penggunaan
e-procurement yakni pengadaan barang/jasa berbasis internet.
2. Sebelum menandatangi kontrak, hendaknya dilakukan hal-hal sebagai
berikut :
1) Meneliti dengan cermat mengenai konsep kontrak baik dari segi isi atau substansi maupun redaksi, angka-angka dan hurufnya.
2) Dalam dokumen kontrak tidak memuat hal-hal yang bertentangan
dengan ketentuan yang berlaku.
(3)
4) Meneliti dengan cermat lampiran-lampiran yang menjadi satu-kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dalam dokumen kontrak.
3. Penyedia barang/jasa harus diutamakan usaha kecil dan menengah serta koperasi agar dapat berperan serta dalam pembangunan juga menggerakkan roda perekonomian.
4. Melaksanakan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan perjanjian
pekerjaan kosntruksi secara cermat dan tepat oleh pihak pengguna jasa maupun penyedia jasa untuk meminimalisir kerugian-kerugian yang dapat timbul dikemudian hari.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Achmad dan Wiwie Heryani, Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata. Kencana Prenada Media Grup. Jakarta. 2012.
Badrulzaman, Mariam Darus. Perjanjian Dengan Pemerintah (Government
Contract), dalam Hukum Kontrak di Indoneisa. Proyek Elips. Jakarta. 1998.
………... Aneka Hukum Bisnis. Alumni. Bandung. 1994.
……….. KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan
Penjelasan. Alumni. Bandung. 1993.
Badrulzaman, Mariam Darus dan Sutan Remy Sjahdeny, dkk. Kompilasi Hukum Perikatan. Citra Aditya. Bandung. 2001
Harahap, M. Yahya. Segi-Segi Hukum Perjanjian. Alumni. Bandung. 1986.
Juwana, Hikmawanto. Teknik Pembuatan dan Penelaahan Kontrak Bisnis.
Pascasarjana FH-UI. Jakarta. 2005.
Meliala, A. Qirom. Syamsudin. Pokok-Pokok Hukum Perikatan Dan Hukum
Jaminan. Liberty. Yogyakarta. 1985.
Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perdata Indonesisa. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2010.
Mulyadi, Kartini & Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2004.
Khairandi, Ridwan. Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak. Pascasarjana FH-UI. Jakarta.2003.
(5)
Purba, Hasim. Suatu Pedoman Memahami Ilmu Hukum. CV. Cahaya Ilmu. Medan. 2006.
Ramli, Samsul. BacaanWajib Para Praktisi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Visi Media. Jakarta. 2013.
Satrio, J. Hukum Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian. Citra Aditya Bakti. Bandung. 1995.
Sianipar, Bangarna. Cara Sehat dan Sukses Pengadaan Barang/Jasa. Rumah Indonesia. Jakarta. 2013.
Simamora, Sogar. Hukum Kontrak (Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah di Indonesia). Surabaya: Kantor Hukum Wins & Partner. 2013.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penilitian Hukum. UI Press. Jakarta. 1986. Soekanto, Soerjono & Sri Mamudji. Penilitian Hukum Normatif : Suatu
Tinjauan Singkat. PT Radjagrafindo Persada. Jakarta. 2007. Subekti, R. Hukum Perjanjian. Cetakan XII, Intermasa. Jakarta. 1990. Subekti, R. dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Cetakan keduapuluhlima. Pradyanya Paramitha. Jakarta. 1992. Subiyantoro, Heru dan Singgih Ripat, Kebijakan Fiskal, Pemikiran, Konsep
dan Implementasi. Penerbit Buku Kompas. Jakarta. 2004. Sudayat, Imam. Hukum Adat Dan Sketsa Adat. Liberty. Yogyakarta. 1981 Sutedi, Adrian. Aspek Hukum Pengadaan Barang & Jasa dan Berbagai
(6)
Syahrini, Ridwan. Seluk Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata. Alumni. Bandung. 1985.
Witanto, D.Y. Dimensi Kerugian Negara Dalam Hubungan Kontraktual
(Suatu Tinjauan Terhadap Resiko Kontrak Dalam Proyek Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah). Mandar Maju. Bandung. 2012.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 tentang perubahan kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang Jasa/Pemerintah.