perjanjian karena bagian ini menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta. Seperti persetujuan antara pihak dan objek perjanjian secara tegas untuk
dihapuskan. Misalnya menjamin tidak ada cacat dalam benda yang dijual. Aksidentalia merupakan sifat yang melekat pada perjanjian yaitu secara tegas
diperjanjikan oleh para pihak seperti ketentuan mengenai domisili para pihak.
E. Akibat Yang Timbul Dalam Suatu Perjanjian
Menurut ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata, perjanjian yang dibuat dengan sah dan mengikat berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang
membuatnya, tidak dapat dibatalkan tanpa persetujuan kedua belah pihak dan harus dilaksanakan dengan iktikad baik
34
. Diantara akibat yang timbul dalam suatu perjanjian adalah berlaku sebagai undang-undang, tidak dapat dibatalakan
sepihak dan pelaksanaan dengan iktikad baik,yang akan diuraikan selanjutnya. E.1. Berlaku sebagai undang-undang
Artinya, perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa serta memberi kepastian hukum kepada pihak-pihak yang membuatnya. Pihak-pihak
wajib menaati perjanjian itu sama dengan menaati undang-undang. Apabila ada pihak yang melanggar undang-undang sehingga diberi akibat hukum tertentu,
yaitu sanksi hukum. Jadi, siapa yang melanggar perjanjian, dia dapat dituntut dan diberi hukuman seperti yang telah ditetapkan dalam undang-undang perjanjian.
34
Abdulkadir Muhammad, Op.cit. Hlm 305
Universitas Sumatera Utara
E.2. Tidak dapat dibatalkan sepihak Pada dasarnya perjanjian bersifat konsensuil, namun demikian terdapat
perjanjian-perjanjian tertentu yang mewajibkan dilakukannya sesuatu tindakan yang lebih dari sekedar hanya perkataan lisan, sebelum pada akhirnya perjanjian
tersebut dapat dianggap sah dan karenanya mengikat serta melahirkan perikatan diantara para pihak yang membuatnya. Dikarenakan perjanjian merupakan
persetujuan kedua belah pihak, jika akan dibatalkan harus dengan persetujuan kedua belah pihak juga. Akan tetapi, jika ada alasan yang cukup menurut undang-
undang, perjanjian dapat dibatalkan secara sepihak Alasan-alasan ditetapkan undang-undang itu adalah diantaranya perjanjian
yang bersifat terus menerus, berlakunya dapat dihentikan secara sepihak. Misalnya, Pasal 1571 KUHPerdata tentang sewa menyewa yang dibuat secara
tdak tertulis, dapat dihentikan dengan pemberitahuan kepada penyewanya. Perjanjian sewa suatu rumah, Pasal 1578 KUHPerdata setelah berakhir waktu
sewa seperti yang ditentukan dalam perjanjian tertulis, penyewa tetap menguasai rumah tersebut tanpa adanya teguran dari pemilik yang menyewakan, maka
penyewa dianggap tetap meneruskan penguasaan rumah itu atas dasar sewa menyewa dengan syarat-syarat yang sama untuk waktu yang ditentukan menurut
kebiasaan setempat. Jika pemilik ingin menghentikan sewa menyewa tersebut, dia harus memberitahukan kepada penyewa menurut kebiasaan setempat.
Perjanjian pemberian kuasa lastgeving, yang terdapat pada ketentuan Pasal 1814 KUHPerdata, pemeberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya apabila dia
Universitas Sumatera Utara
mengkehandiknya. Perjanjian pemberian kuasa juga pada Pasal 1817 KUHPerdata, penerima kuasa dapat membebaskan diri dari kuasa yang
diterimanya dengan memberitahukan kepada pemberi kuasa. E.3. Pelaksanaan Iktikad Baik
Ketentuan dalam Pasal 1338 KUHPerdata menyebutkan yang dimaksud dengan kriteria iktikad baik adalah ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan
perjanjian, apakah pelaksanaan perjanjian tersebut mengikuti norma kepatutan dan kesusilaan serta apakah pelaksanaan perjanjian tersebut telah berjalan sesuai
kesepakatan. Jika terjadi selisih pendapat tentang pelaksanaan dengan iktikad baik kepatutan dan kesusilaan, pengadilan diberi wewenang oleh undang-undang
untuk mengawasi dan menilai pelaksanaan, apakah ada pelanggaran terhadap norma-norma kepatutan dan kesusilaan itu.
Hal ini berarti bahwa pengadilan berwenang untuk menyimpang dari isi perjanjian menurut kata-katanya apabila pelaksanaan menurut kata-kata itu akan
bertentangan dengan iktikad baik, yaitu norma kepatutan dan kesusilaan. Pelaksanaan yang sesuai dengan norma kepatutan dan kesusilaan itulah yang
dipandang adil. Hak dan kewajiban yang dimiliki oleh masing-masing pihak harus dipenuhi dengan iktikad baik. Sesuai dengan syarat-syarta perjanjian yang sah dan
tidak melanggar undang-undang, kepatutan dan ketertiban umum.
Universitas Sumatera Utara
F. Wanprestasi Dalam Perjanjian