Latar Belakang Kelayakan Finansial Investasi Usahatani Asparagus (Asparagus officionalis) Ramah Lingkungan, PT Agro Lestari, Bogor

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu sistem yang dijalankan dalam pengembangan pertanian adalah sistem pertanian organik. Sistem pertanian organik menghasilkan produk pertanian organik. Produk ini didesain dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu menciptakan produktivitas yang berkelanjutan. Pangan organik merupakan produk pangan segar, setengah jadi, atau pangan jadi, dimana mulai dari penanganan bahan mentah, proses pengolahan dan distribusinya ditangani sesuai dengan SNI yang mengacu pada kaidah Codex Alimentarrius Commision CAC dan International Federation of Organic Agriculture Movements IFOAM. 1 Permintaan akan pangan organik cenderung mengalami peningkatan walaupun harga yang ditetapkan berada di atas produk pangan non organik. Kenaikan permintaan ini bukan hanya terjadi pada tingkat masyarakat lokal, namun juga pada masyarakat dunia. Kenaikan permintaan di dunia mencapai 20- 30 persen per tahun, bahkan pada beberapa negara dapat mencapai 50 persen per tahun. 2 Hal ini menunjukkan bahwa terdapat peluang yang masih lebar bagi para produsen Indonesia untuk mengembangkan usahataninya dan mewujudkan target pemerintah untuk menjadi negara pengekspor terbesar pangan organik pada tahun 2010 melalui program ”Go Organik 2010”. Pertanian ramah lingkungan merupakan langkah yang menuju pada pertanian organik. Pertanian ramah lingkungan dan organik memiliki kesamaan konsep dimana sistem pertanian yang diterapkan mengacu pada pelestarian lingkungan hidup. Walau demikian, suatu produk yang dihasilkan dari pertanian ramah lingkungan belum bisa dikatakan sebagai produk organik. Hal ini dikarenakan label ”organik” hanya bisa dicantumkan pada produk pertanian yang sudah melalui tahap sertifikasi oleh badan sertifikasi resmi. Sayuran adalah salah satu tanaman yang digolongkan ke dalam hortikultura selain buah-buahan, tanaman hias, bumbu-bumbu masak dan tanaman obat-obatan. Kebanyakan tanaman sayur memiliki nilai komersial yang relatif tinggi. Hal ini dikarenakan sayuran seringkali dijumpai pada menu sehari-hari. Sekalipun tidak dijumpai dalam bentuk sayur, setidaknya tanaman sayur digunakan sebagai bumbu dalam masakan. Karena kontinuitas akan kebutuhan sayuran, maka tanaman ini memiliki nilai pasar yang cukup baik. Salah satu jenis sayuran yang memiliki nilai komersil tinggi adalah Asparagus Asparagus officionalis. Asparagus memiliki harga jual yang relatif tinggi dibandingkan dengan harga sayuran lain. Sebagaimana sayuran lainnya, Asparagus memiliki nilai gizi yang baik. Asparagus merupakan sumber terbaik asam folat nabati, sangat rendah kalori, tidak mengandung lemak atau kolesterol, serta mengandung sangat sedikit natrium. 3 Asparagus mengandung berbagai vitamin seperti vitamin K, C, A, B1 dalam bentuk thiamin, B2 dalam bentuk riboflavin, B3 dalam bentuk niacin dan B6 dalam bentuk pyridoxine. 4 Pada tahun 2004, negara-negara produsen Asparagus segar terbesar di dunia adalah China 587.500 ton, Peru 186.000 ton dan Amerika 102.780 ton. Sedangkan, negara-negara pengekspor terbesar Asparagus terbesar berdasarkan kuantitas di dunia pada tahun 2004 adalah Peru 73.038 ton, Mexico 37.211 ton dan Amerika 11.818 ton. 5 Pada tahun yang sama Indonesia juga berperan sebagai Negara pengekspor Asparagus segar walaupun dalam jumlah yang tidak besar, yakni hanya 2.118 kg. Saat itu, negara tujuan ekspor Asparagus segar dari Indonesia adalah Malaysia BPS, 2004. Selain negara-negara produsen, juga terdapat negara-negara pengimpor Asparagus. Pada tahun 2004, urutan negara pengimpor Asparagus terbesar di dunia adalah Amerika 92.405 ton, Uni Eropa 18.565 ton dan Jepang 17.148 ton. 6 Pada tahun 2004, Indonesia juga mengimpor Asparagus. Beberapa negara yang mengekspor Asparagus untuk Indonesia antara lain Jepang, Korea, Cina, Thailand, Australia, New Zealand, Amerika, Mexico, Perancis dan Jerman BPS, 2004. Secara umum, Asparagus memiliki potensi pasar yang cukup besar jika dilihat dari sisi permintaan. Indonesia masih mengimpor Asparagus untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Tabel 1 menyajikan data volume dan nilai ekspor-impor Asparagus segar tahun 2003-2006. Tabel 1 Ekspor-Impor Asparagus Asparagus officionalis Segar, 2003-2006 Indikator 2003 2004 2005 2006 Vol kg Nilai USD Vol kg Nilai USD Vol kg Nilai USD Vol kg Nilai USD Ekspor 1.435 7.189 2.118 576 545 983 Impor 9.235 11.882 37.850 57.685 66.999 89.786 94.119 80.220 Sumber: Biro Pusat Statistik, 2008 Keterangan: tidak ada datanya Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa angka impor meningkat dalam kurun tahun 2003 hingga 2006. Peningkatan impor terbesar terjadi pada tahun 2004, dimana angka impor mencapai 309,9 persen. Berbeda dengan volume impor, volume ekspor mengalami penurunan dalam kurun waktu yang sama, yakni dari 4.435 kg pada tahun 2003, menjadi 545 kg pada tahun 2005. Kondisi iklim Indonesia yang termasuk negara dengan iklim tropis juga mendukung untuk dilakukannya pemanenan Asparagus sepanjang tahun. Hal tersebut berbeda dengan tanaman Asparagus yang dikembangkan di negara dengan iklim subtropis. Asparagus di negara subtropis biasanya hanya bisa dipanen pada bulan–bulan tertentu yakni bulan April, Mei dan Juni Kustara dalam Afifah, 1995. Mengingat potensi pasar dan potensi alam yang ada, maka sangat baik jika budidaya tanaman Asparagus terus dikembangkan di dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada impor. Kebutuhan untuk mengimpor serta kemampuan untuk mengekspor dipengaruhi oleh angka produksi dan konsumsi. Namun, petani Asparagus seringkali mengalami kesulitan untuk melakukan produksi secara kontinu. Hal ini dikarenakan walaupun Asparagus toleran terhadap berbagai suhu rendah, namun kerusakan akibat penyakit dan penyiangan menyebabkan menurunnya produksi Asparagus. Penanaman Asparagus pada lahan yang sama tidak boleh dilakukan secara langsung pada lahan yang sama dengan penanaman sebelumnya. Hal ini dikarenakan tanaman Asparagus memiliki alelopati yang bersifat sementara dan bisa hilang dengan proses pencucian tanah. Bogor dikenal sebagai salah satu daerah sentra sayuran. Berdasarkan Peta umum potensi produk pertanian organik Kabupaten Bogor, daerah potensial adalah Cisarua, Ciawi, Cijeruk, Megamendung, Caringin, Pamijahan dan Tamansari. Hal ini dikarenakan Bogor memiliki kondisi geografis yang strategis, kondisi klimatologi yang mendukung dan kondisi pasar yang potensial. 7 Agro Lestari merupakan salah satu produsen sayuran eksklusif ramah lingkungan di Bogor dimana salah satu sayuran yang dibudidayakan adalah Asparagus. Dalam kegiatan budidaya, perusahaan menggunakan bahan serta penggunaan teknologi yang ramah lingkungan. Sedangkan sayuran ekslusif ini diartikan sebagai sayuran yang benihnya merupakan benih impor, yakni dari Korea, Jepang dan Amerika Serikat. Benih Asparagus yang digunakan saat ini antara lain benih yang diproduksi sendiri yang dikembangkan secara ramah lingkungan. Benih yang diproduksi sendiri merupakan benih persilangan sendiri dari varietas Mary Washington dari Amerika dan salah satu varietas dari Eropa. Harga benih yang relatif mahal dan sistem pertanian ramah lingkungan yang diterapkan menyebabkan harga jual Asparagus paling tinggi diantara harga sayuran lain yang diproduksi Agro Lestari. Walaupun demikian, permintaan akan Asparagus ke Agro Lestari cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Namun, hingga saat ini Agro Lestari belum bisa memenuhi semua permintaan tersebut. Peningkatan permintaan tersebut adalah peluang bagi Agro Lestari untuk mengembangkan usahanya. Selain membentuk kerjasama dengan petani plasma, perusahaan berupaya terus untuk meningkatkan angka produksi dengan membuka lahan baru. Sebelumnya, Agro lestari sudah menjalankan usahataninya di Cisarua, Cigombong, dan Pasir Muncang. Perluasan lahan berikutnya akan dilakukan di Desa Cibedug, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.

1.2 Perumusan Masalah