pengolahan produk organik dilakukan berdasarkan standar dan regulasi yang ada. Indonesia belum memiliki regulasi mengenai sertifikasipelabelan produk organik
dan akreditasi Lembaga Sertifikasi Pertanian Organik LSPO. Saat ini sedang tahap penyusunan
.
Dari pengertian yang dijabarkan Badan Litbang Pertanian tentang pertanian organik, maka sistem pertanian yang dijalankan oleh Agro Lestari
mengacu pada pertanian organik rasional. Hal ini dikarenakan masih adanya penggunaan biopestisida. Namun, produk yang dihasilkan belum bisa dikatakan
sebagai produk organik karena Agro Lestari belum sampai pada tahap sertifikasi. Walau demikian, sampai saat ini PT Agro Lestari menjalankan usaha budidaya
tanaman Asparagus dengan cara-cara yang ramah lingkungan, yakni dengan penggunaan bahan-bahan yang ramah lingkungan dan meminimumkan resiko dari
residu bahan kimia dalam kegiatan budidayanya.
2.2 Sayuran Organik
Istilah sayuran mengacu pada tunas, daun, buah dan akar tanaman yang lunak yang dapat dimakan secara utuh atau sebagian, segarmentah atau dimasak,
sebagai pelengkap pada makanan berpati dan daging Williams, 1993. Sayuran dibedakan dari tanaman pangan field crops lainnya karena sayuran dipanen
dalam keadaan segar dan memiliki kandungan air yang tinggi. Kandungan air yang tinggi pada sayuran menyebabkan penanganannya handling, pengangkutan
dan pemasarannya menjadi masalah khusus, terutama di daerah tropika. Selain kandungan air yang tinggi, sayur adalah sumber berbagai vitamin dan mineral,
seperti vitamin A, Vitamin B
1
, B
2
dan B
6
,Vitamin C, vitamin E, besi, kalsium, dan
fosfor Williams, 1993. Selain itu, sayur juga merupakan sumber protein, karbohidrat dan bahan serat.
Pada dasarnya semua jenis sayuran dapat dikembangkan dengan sistem pertanian organik. Hal ini dikarenakan sifat tanaman sayur yang pada mulanya
tumbuh secara alami. Walaupun demikian, terdapat beberapa jenis tanaman yang peka terhadap hama dan penyakit. Untuk jenis-jenis tanaman seperti itu, maka
diperlukan pemeliharaan yang lebih intensif.
2.3 Asparagus Asparagus officinalis
2.3.1 Deskripsi Asparagus
Asparagus adalah salah satu jenis sayuran yang bersifat tahunan parennial dan bagian yang dipanen dari tanaman ini adalah bagian rebung atau
tunas muda. Rebung Asparagus yang diambil sebagai sayuran adalah rebung yang berwarna putih dan hijau. Kedua jenis rebung dapat dihasilkan dari satu tanaman
dengan penanganan panen yang berbeda. Asparagus putih dipanen sebelum rebung keluar dari permukaan tanah. Warna putih dihasilkan karena terjadinya
pemucatan. Sedangkan Asparagus hijau dipanen pada saat rebung sudah keluar beberapa centimeter dari permukaan tanah. Warna hijau dihasilkan karena
terjadinya penyinaran oleh sinar matahari. Sayuran ini dapat dimanfaatkan sebagai sayuran segar atau makanan olahan.
2.3.2 Syarat Tumbuh Asparagus
Dataran lahan yang dibutuhkan oleh sayuran Asparagus adalah dataran tinggi dengan ketinggian 600-900 mdpl. Tanaman ini dapat tumbuh optimal pada
suhu antara 15-25
o
C dengan curah hujan yang merata sepanjang tahun yaitu
berkisar 2.500-3.000 mmtahun. Oleh karenanya diusahakan lokasi budidaya tanaman ini berada dekat dengan sumber air. Hal ini juga dimaksudkan untuk
menjaga pasokan air untuk tanaman pada musim kemarau. Asparagus dapat tumbuh pada tanah podsolik merah kuning, latosol, maupun andosol. Asparagus
lebih menyukai tanah yang agak berpasir dan berlapisan tanah olah yang tebal. Asparagus tidak suka tanah yang berdrainase buruk dan banyak liat. Sedangkan
pH yang diinginkan adalah 6-6,5 karena ia tidak toleran terhadap tanah yang bereaksi masam. Tanah yang baik untuk tanaman ini adalah tanah yang banyak
mengandung banyak bahan organik. Produksi dan masa hidup tanaman Asparagus dapat diperpanjang jika
tanaman memiliki periode dorman. Namun, dormansi tidak dibutuhkan dalam produksi Asparagus untuk komersial. Dorman pada tanaman menyebabkan
respirasi menjadi kecil sehingga terjadi penyimpanan karbohidrat yang akan tersedia bagi produksi rebung berikutnya. Ketika dorman, Asparagus agak toleran
terhadap kekeringan. Pada wilayah dengan musim dingin sedang atau tropika, pertumbuhan daun terjadi secara terus menerus sehingga sulit untuk mengurangi
respirasi. Pada kondisi ini, tanaman Asparagus tidak dorman dan cadangan makanan relatif sedikit Rubatzky, 1999.
Masa hidup tanaman Asparagus bervariasi antara 3 atau 4 sampai lebih dari 15 tahun. Walaupun Asparagus adalah tanaman tahunan, namun ketika telah
terjadi penurunan persentase rebung besar yang dihasilkan, maka produksi perlu dihentikan. Hal tersebut dikarenakan penurunan tingkat keuntungan bersamaan
dengan penurunan ukuran rebung besar Rubatzky, 1999. Gambar berikut
menunjukkan hubungan antara penurunan persentase produksi rebung total selama suatu periode.
20 40
60 80
100
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
Waktu sejak penanaman tahun P
rodu ks
i rebung maks
imu m
h asil m
ak sim
u m
Gambar 1 Hubungan Antara Penurunan Persentase Produksi Rebung Besar dan Rebung Total Selama Suatu Periode
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa produksi rebung besar dan rebung total mencapai titik maksimum pada tahun keempat. Oleh karena itu,
usia produktif tanaman selama empat tahun akan dijadikan acuan untuk menentukan umur proyek dalam penelitian ini.
2.3.3 Perdagangan Asparagus
Sampai dengan tahun 2006, perdagangan Asparagus Indonesia meliputi ekspor impor Asparagus segar dalam volume yang bervariasi. Namun, volume
ekspor Asparagus jauh lebih rendah dibandingkan dengan volume impornya. Beberapa negara tujuan Indonesia untuk ekspor Asparagus antara lain Singapura
dan Malaysia. Sedangkan, Indonesia juga mengimpor Asparagus dari beberapa negara seperti Jepang, China, Thailand, Australia, US, Netherland, Perancis dan
Jerman.
rebung besar rebung total
2.4 Penelitian Terdahulu
Telah banyak penelitian yang dilakukan mengenai analisis kelayakan investasi. Beberapa di antaranya adalah Analisis Kelayakan Investasi
Pengusahaan Pembibitan Durian Durio zibethinus CV Milad Perkasa Rancamaya, Bogor. Penelitian ini dilakukan oleh Dolly pada tahun 2006.
Penelitian ini menggunakan tiga skenario untuk dipilih salah satunya sebagai skenario terbaik. Skenario pertama, seluruh bibit dijual ke proyek rehabilitasi
hutan dan lahan dengan harga jual yang lebih rendah. Skenario kedua, Seluruh bibit dijual ke konsumen langsung dengan harga jual yang lebih tinggi. Skenario
ketiga, bibit dijual ke proyek rehabilitasi hutan dan lahan dan konsumen langsung dengan perbandingan 50:50. Dari penelitian tersebut, didapatkan hasil bahwa
usaha pembibitan durian layak untuk dijalankan pada ketiga skenario, namun skenario ketiga adalah skenario yang paling menguntungkan. Dari sisi aspek
teknis, proyek ini dinilai layak dari segi kesesuaian iklim dan kondisi tanah serta ketersediaan batang bawah dan batang atas. Dilihat dari aspek pasar, proyek
dinilai layak karena permintaan akan bibit durian yang masih tinggi terutama untuk program rehabilitasi hutan. Sedangkan dari aspek sosial, proyek dinilai
layak karena memberikan dampak positif berupa distribusi pendapatan bagi masyarakat sekitar dan pendidikan mengenai pembibitan.
Penelitian berikutnya adalah tentang Analisis kelayakan Finansial dan Ekonomi Budidaya Jamur Tiram Putih Pleurotus ostreotus, Studi Kasus PT
Cipta Daya Agrijaya di Kebun Percobaan Cikarawang IPB, Darmaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan oleh Nugrahapsari pada tahun 2006.
Penelitian ini menggunakan empat skenario dalam uji sensitivitas kelayakan.
Skenario untuk uji tersebut adalah kenaikan harga minyak tanah sebesar 100 persen, penurunan harga jual jamur tiram putih sebesar 36,36 persen, penurunan
jumlah produksi jamur tiram putih sebesar 75,62 persen, dan penurunan jumlah produksi baglog sebesar 67,5 persen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
usaha yang direncanakan layak secara finansial walau terjadi kenaikan harga minyak tanah. Namun, penurunan harga dan jumlah produksi jamur tiram putih
serta penurunan jumlah produksi baglog sesuai skenario di atas menyebabkan usaha ini menjadi tidak layak untuk dilaksanakan. Berdasarkan analisis secara
ekonomi, kenaikan harga minyak dan penurunan harga jual jamur tiram putih tidak berpengaruh terhadap kelayakan. Namun, penurunan jumlah produksi jamur
tiram putih dan baglog menyebabkan usaha menjadi tidak layak untuk dijalankan. Dari hasil analisis dengan switching value, didapatkan bahwa secara
finansial, usaha ini tetap layak jika terjadi kenaikan harga minyak sampai dengan 201,7 persen dari Rp 7.844,2L, penurunan harga jual jamur tiram putih sampai
dengan 35,3 persen dari Rp 3.558,5kg, penurunan jumlah produksi jamur tiram putih sampai dengan 27,5 persen dari 13.363,2 kg, dan penurunan jumlah
produksi baglog sampai dengan 28 persen dari 22.464 kg. Sedangkan berdasarkan analisis secara ekonomi, usaha ini tetap layak jika terjadi kenaikan harga minyak
tanah sampai dengan 250,73 persen dari Rp 3.301,67L, penurunan harga jual jamur tiram putih sampai dengan 45,4 persen dari 3.003kg, penurunan jumlah
produksi sampai dengan 36,33 persen dari 11.698,79 kg, dan penurunan jumlah produksi baglog sampai dengan 60,94 persen dari 16.873,92 kg.
Penelitian berikutnya adalah tentang Analisis Kelayakan Finansial Usaha Sayuran Organik CV Civanamas, Bogor. Penelitian ini dilakukan oleh Indryasari
Fachri pada tahun 2006. Penelitian ini menggunakan tiga alternatif untuk meningkatkan produksinya yakni dengan pembukaan lahan baru, menambah
jumlah mitra, dan pembukaan lahan baru bersama mitra. Dari hasil perhitungan secara finansial, pengusaha dapat memilih alternatif dengan membuka lahan baru,
karena proyek ini memiliki nilai NPV dan Net BC yang paling besar di antara alternatif lainnya. Sementara nilai IRR dan Payback Periood tiap alternatif
menunjukan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan. Analisis sensitivitas dilakukan terhadap variabel penurunan volume produksi sebesar 90 persen dan
kenaikan harga pupuk sebesar 15 persen pada alternatif satu. Pada tingkat diskonto 10 persen, proyek tersebut menjadi tidak layak. Tingkat perubahan yang
bisa diterima adalah penurunan volume produksi sebesar 57,029 persen dan kenaikan harga pupuk sebesar 1.261 persen.
Penelitian tentang Asparagus pernah dilakukan dengan judul Studi Kemungkinan Pembentukan Kerjasama Perkebunan Inti Rakyat Asparagus Studi
Kasus PT Hatari Multi Agro dan Petani Pemasok Kecamatan Pujun, Kabupaten Malang. Penelitian ini dilakukan oleh Jana Maesiati pada tahun 1995. Hasil
penelitian menunjukan bahwa pembentukan kerjasama PIR dengan petani pemasok yang ada layak untuk dilakukan. Dari segi finansial, hal ini terlihat dari
kriteria kelayakan NPV, IRR dan Net BC baik perusahaan dan petani menunjukan hasil yang layak. Usahatani perusahaan memiliki nilai NPV sebesar
10.537.296,467ha, IRR sebesar 34,65 persen dan Net BC sebesar 2,112. Sedangkan usahatani pemasok memiliki nilai NPV sebesar 3.339.125,657ha, IRR
sebesar 31,22 persen dan Net BC sebesar 1,573. Walaupun nilai kriteria kelayakan petani berada di bawah nilai kriteria kelayakan perusahaan. Dari segi
kelembagaan, kerjasama ini dinilai layak karena dapat menguntungkan dua belah pihak, diantaranya meningkatkan volume produksi perusahaan dan memberikan
kepastian pasar bagi petani. Penelitian di PT Agro Lestari sebelumnya dilakukan oleh Sundari pada
tahun 2005. Sundari melakukan penelitian tentang Analisis Usahatani Sayuran Eksklusif di Perusahaan Agro Lestari, Ciawi, Bogor, Jawa Barat. Bertolak dari
permasalahan yang sama, yakni besarnya permintaan yang tidak dapat dipenuhi oleh perusahaan, Penelitian ini menganalisis usahatani ketiga komoditi unggulan
di Agro Lestari. Komoditi tersebut adalah Cabai Kwari, Terong Nasubi dan Labu Korea. Hasil penelitian menunjukan bahwa Cabai Kwari menghasilkan RC atas
biaya total yakni 2,75 dan atas biaya tunai sebesar 2,86. Terong nasubi menghasilkan RC atas biaya total sebesar 2,73 dan atas biaya tunai sebesar 2,83.
Labu korea menghasilkan RC atas biaya total sebesar 1,21 dan atas biaya tunai sebesar 1,29. Cabai Kwari menghasilkan keuntungan yang paling besar diantara
dua komoditi unggulan lainnya. Berdasarkan dari permasalahan yang sama, dilakukan pula penelitian
tentang Analisis Kelayakan Usahatani Asparagus Asparagus officionalis ramah lingkungan di PT Agro Lestari. Penelitian ini dimaksudkan untuk pengkajian
alternatif solusi yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada aspek-aspek yang dianalisis dan
kriteria kelayakan dalam analisis aspek finansial. Kriteria kelayakan yang digunakan adalah Net Present Value NPV, Internal Rate of Return IRR, Net
Benefit-Cost Ratio Net BC Ratio dan Payback Period PP.
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis